Cintaku Ditukar Siswi Kembar
"Sarah... ayo naik..." Kata pak guru yang berpakaian batik menghentikan motornya di sebelah gadis yang berseragam putih abu-abu. Gadis yang tak lain kekasihnya sendiri berjalan dengan wajah merah kepanasan di tengah teriknya matahari.
"Terimakasih Mas, aku jalan saja" tolaknya. Murid yang bernama Sarah itu memang selalu menolak jika diajak pulang bersama Rafi. Lantaran tidak ingin hubungan mereka diketahui oleh guru lain dan teman-teman sekolah.
"Sarah..." pak guru yang bernama Rafi itu setengah memaksa.
Sarah yang memang keburu lapar dan haus akhirnya mengangguk. Biasanya Sarah pulang pergi numpang angkutan, tetapi ketika berangkat tadi pagi kena hukuman tidak diberi uang jajan oleh ibu tirinya. Namun, ketika hendak naik ke atas motor, perusuh datang. Tiba-tiba saja tubuhnya ditarik kasar adik kelas yang merangkap adik tirinya.
"Pak Rafi... tolong antar saya ke toko buku," Ucap si perusuh sembari melempar tatapan meledek ke arah Sarah.
****************
Sarah Mahira Naira yang biasa dipanggil Sarah, dengan tubuh lelah pada akhirnya tiba di rumah. Di teras, gadis itu melepas sepatu sebelum masuk.
"Kok tumben sepi? Mudah-mudahan... mama nggak ada di rumah" Batinya. Rasa haus dan perut keroncongan sudah minta diisi, membuat pikiran Sarah sedikit jahat. Berharap ibu tirinya pergi. Dia letakkan tas di kursi sebelum menuju meja makan. Ia buka penutup saji. Ayam goreng, sambal, dan sayur sop, sudah tersedia di sana. Menambah perut Sarah semakin lapar.
"Mama sudah makan belum ya?" Gumamnya. Memandangi pintu kamar mama tirinya. Sarah takut jika ternyata Bianca tiba-tiba ke luar kamar, habis sudah akan dimarahi, tetapi perut lapar mengalahkan ketakutannya.
Sarah ambil piring mengisinya dengan nasi, lauk, sambal, dan sayur sop, kemudian duduk di kursi.
"Heemm..."
Suara deheman dari belakang membuat Sarah menurunkan tangannya yang sudah hendak menyuap. Denting sendok jatuh menimpa piring karena terkejut sambil menoleh.
"Mama..." Sarah seketika berdiri lalu menunduk kala menatap wajah ibu tirinya seperti Singa siap menerkam.
"Siapa yang menyuruh kamu makan?" Tanya Bianca sambil melipat tangan di dada.
"Aku lapar Mama... tadi pulang sekolah jalan kaki" jawabnya lirih karena takut. Begitulah nasib Sarah, jika tugasnya mencuci baju tidak selesai jangankan uang jajan, transport pun Sarah tidak diberi.
"Mulai berani menjawab kamu?!" Ucap Bianca Sinis.
"Maaf Ma," Sarah pun meninggalkan meja makan ambil tas di kursi hendak ke kamar. Tetapi langkahnya berhenti, kala teriakan ibu tirinya memekakkan telinga.
"Enak saja kamu mau ke kamar! Lanjutkan cucianmu yang belum selesai!" Sarkas Bianca menunjuk kamar mandi dekat dapur.
Sarah meletakkan tas nya ke tempat semula, lalu ke kamar mandi yang biasa digunakan untuk mencuci pakaian. Di tengah pintu, Sarah memandangi rendaman di dalam bak yang tertunda tadi pagi karena kesiangan.
Matanya mengembun, saat ia tinggalkan tadi pagi cucian sudah tinggal setengah, tetapi kini tambah penuh. Sudah pasti ditambah pakaian dua orang yang tinggal di rumah ini.
"Hiks hiks hiks... Papa... tolong aku. Aku capek Pa," Batinya. Lalu berjongkok di lantai kamar mandi mulai mengucek baju. Sesekali mengusap air matanya yang terus menetes.
Hati Sarah sakit, setiap hari harus menerima perlakuan seperti ini dari Bianca sang ibu tiri. Belum lagi perlakuan Rania adik tirinya anak kandung Bianca tak kalah kejam menyiksa fisik maupun mental.
"Papaa... aku kangen... hiks hiks hiks" Jika sudah begini, Sarah ingat papanya. Sang papa mempunyai perkebunan kelapa sawit, tetapi berada di luar kota. Pulang hanya sebulan sekali. Berulang kali Sarah ingin ikut papanya pergi, tetapi Aiman menolak khawatir mengganggu proses belajar Sarah.
Selama ini Aiman tidak pernah tahu bahwa putrinya selalu diperbudak oleh istri keduanya. Tentu saja Sarah tidak berani bercerita, karena diancam Bianca akan mengusirnya dari rumah jika sampai mengadu.
"Andai saja aku masih mempunyai ibu," Batinya. Tanganya bekerja tetapi pikiranya kemana-mana. Menurut penuturan Aiman sang papa, ibu kandung Sarah pergi meninggalkan rumah ketika Sarah masih bayi. Entah benar atau tidak cerita itu tetapi Sarah selalu berdoa agar dipertemukan dengan ibu kandungnya entah esok atau lusa.
"Saraaaah..." Teriakan dari luar mengejutkan Sarah. Belum sampai menyahut, suara langkah sandal mendekat di mana Sarah tengah membilas cucian.
"Sudah selesai belum?! Lama banget sih?! Cepat selesaikan, terus kamu gosok baju saya yang akan saya pakai sekarang," Suara Bianca dari luar seperti toak itu membuat tangan Sarah cepat menyelesaikan tugasnya, tanpa berkata-kata.
15 menit kemudian, Sarah yang masih mengenakan seragam putih abu-abu itu sudah selesai menjemur pakaian.
Ketika melewati ruang makan, Sarah berhenti menatap Bianca bersama Raina tengah makan dengan lahap sambil tertawa-tawa.
"Ma... Aku sudah selesai mencuci, sekarang boleh makan dulu kan..." Pinta Sarah memelas.
"Sejak kapan gue mau makan bareng sama loe?!" Sinis Rania.
"Gosok dulu baju saya, nanti baru boleh makan, karena satu jam lagi saya mau pergi," Sambung Bianca tanpa menoleh Sarah.
"Iya Ma" lirih Sarah, tidak ada pilihan lain, selain mengalah. Tanpa salin baju seragam, dia ke ruang setrika. Sambil menahan lelah yang luar biasa, Sarah setrika baju mahal milik ibu tirinya sambil duduk di lantai. Sesekali kepalanya melenggut karena mengantuk, ketika sadar mengucek mata.
"Ya ampuuun... mata ini... kerja sama Kek," Sarah bicara sendiri. Namun, apa mau dikata. Kemauan tidak sesuai dengan kemampuan. Hingga akhirnya gadis itu tergeletak di lantai, benar-benar tidak kuat menahan kantuk.
"Saraaaah..." Teriakan Bianca. Seketika membangunkan tubuh Sarah dengan cepat. Bau gosong terasa menyengat hidungnya, matanya terbuka lebar ketika menatap gaun yang dia setrika sudah bolong bagian dada.
"Maaf Ma" Sarah ketakutan menatap mama tirinya sekilas, dengan jantung berdebar-debar.
"Kamu sudah keterlaluan Sarah! Baju mahal kesayangan saya kamu buat gosong. Jika kemarin saya masih sabar, tidak untuk saat ini. Sebaiknya kamu pergi dari rumah ini" Usir Bianca, tanpa ampun.
"Ma... jangan usir aku Ma. Kalau Mama usir, terus aku mau kemana Ma?" Sarah memohon.
"Pergi dari sini, saya bilang! Pergiiiii..." Bianca menarik tangan Sarah dengan kasar, kemudian mendorong hingga tersungkur ke lantai.
Sarah hanya bisa menangis, membiarkan mama tirinya mengeluarkan pakaian dari lemari dan melemparkan ke lantai.
"Saya beri waktu 15 menit untuk mengemas pakaian kamu Setelah itu, saya tidak mau melihat wajahmu lagi," Pungkas Bianca lalu ke luar menyisakan dentum pintu yang dia tutup dengan cara di banting.
Sementara Sarah, beranjak dari lantai. Menggunakan sisa tenaganya yang nyaris tak berdaya. Ia masukkan baju ke dalam koper dan semua buku ke dalam rangsel.
Sebelum berangkat, dia menatap kamar yang sudah dia tiduri sejak kecil. Tidak menyangka dia akan diusir dengan tidak berperasaan dari rumahnya sendiri.
"Awas kamu kembali!" Ancam Bianca. Tatapan matanya nyalang menghujam dada Sarah ketika melewati ruang keluarga. Bianca tengah duduk dengan kaki di atas meja.
Sarah menarik napas panjang melewatinya begitu saja, lalu membuka pintu depan dengan air mata berlinang.
***************
Dengan rasa lelah, letih, dan lesu, Sarah berjalan kaki sambil menarik koper. Sesekali berhenti untuk beristirahat. Entah kemana tujuannya kini, dia hanya mengikuti kakinya melangkah.
Brak!
"Aaw" karena Sarah melamun, motor dari depan menghantam kopernya.
"Hee... kalau jalan lihat-lihat!" Ketus seorang gadis. Padahal dia yang menabrak, tetapi dia yang ngomel-ngomel sambil berusaha bangun karena tubuhnya ketindih motornya sendiri.
"Aku bantu," Bukannya marah, Sarah justru berjongkok membantunya.
"Loe?"
"Kamu?"
Kedua gadis itu terkejut ketika melihat wajah mereka di kaca spion bukan hanya mirip, tetapi hampir tak ada bedanya.
...~Bersambung~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
🔵🌻⃟MENTARY🌞⃠
Kyknya ketemu kembarannya nih
DinDut Itu pacarku mampir
2024-04-21
0
Anita Jenius
Salam kenal thor
2024-04-12
1
ʜᴏᴋᴋɪs
aku mampir Thor..
2024-03-12
1