Pernikahan memang sesuatu hal yang amat diinginkan oleh setiap orang. Namun, seorang gadis yang bernama Dania tidak menginginkan pernikahan yang terjadi.
Skandal pernikahan yang terjadi semata-mata hanya ingin memenuhi hutang sang Ayah nya.
"Saya siap menikah dengan putra Anda, Nyonya Sofia. Tapi saya mohon ... Jangan penjarakan Ayah saya!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfianita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~MPH10~
...Dunia kita memang berbanding terbalik. Tapi tak ada salahnya jika kita saling melengkapi....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Aryan terkejut jika ia sudah mendorong kursi rodanya terlalu kencang. Kedua mata tajamnya memperlihatkan kekhawatiran. Karena takut akan terjadi sesuatu padanya nanti. Dan entah apa maksud serta tujuanya tadi.
Aryan begitu absurd tetapi mengkhawatirkan. Sungguh bikin resah.
Nyonya Sofia hanya melotot, saking terkejutnya. Sedangkan Gavin berlari secepat mungkin untuk mengejar kursi roda Aryan. Namun nyatanya...
Hap!
Kontak mata itu saling tatap. Memberikan sebuah arti tersendiri dari keduanya. Namun sulit untuk dipahami dengan mudah bagaimana rasa yang ada, karena cinta masih belum mengikat Dania dengan Aryan.
“Terima kasih, karena sudah menolong saya.” Aryan mendahului Dania.
“Sama-sama. Bukankah manusia itu memang harus saling tolong menolong dan saling bantu membantu. Itupun... tanpa pamrih dan yang ada hanya kata... tulus.”
“Ya sudah, karena kursi roda Mas Aryan sudah berhenti saya mau permisi ke kamar dulu,” ucap Dania lembut.
Tanpa mendengar sepatah katapun dari Aryan, Dania melenggang pergi begitu saja. Bahkan tak hirau jika ia sudah melewati Nyonya Sofia dan Gavin.
’Maafkan saya, Mama Sofia. Mungkin bagi Anda saya adalah menanti yang kurang sopan santun tapi, hati saya masih sangat sakit. Dan saya membutuhkan waktu untuk menerima semuanya.’
Gavin tercengang dengan tingkah Dania. Tapi laki-laki itu paham betul bagaimana posisinya saat ini yang sangat dirasa tak pantas untuk ’kepo’.
‘Matahari dan bumi... sungguh jauh.’ Hati Gavin remuk redam mengingat kalimatnya sendiri.
Untung mengalihkan pikirannya tentang Dania Gavin menghampiri Aryan yang masih diposisi tadi.
Aryan masih diam, meskipun pikirannya sudah melayang jauh. Dia benar-benar merutuki kebodohannya sendiri. Tapi siasat yang sudah diatur nya harus terlaksana dan tidak ada yang bisa membantah maupun menolak termasuk Dania.
“Gavin, antarkan aku ke kamar sekarang. Paling tidak... ikuti Dania dimanapun saat ini Dia berada.” Aryan tersenyum semirk.
Gavin menurut saja meskipun tahu bagaimana hatinya nanti... remuk redam.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Dania membuka ransel yang dibawanya saat menuju ke rumah Nyonya Sofia beberapa waktu lalu. Lalu diambilnya sebuah bingkai foto, di sana ada gambar keluarga Dania terbidik dengan rapi.
“Dania kangen kalian.” Dania mengusap kaca bingkai itu.
Tes...
Tanpa sengaja air mata telah membasahi kaca, membuat buram pandangan Dania saja.
Suara pintu telah terbuka secara tiba-tiba, hal itu membuat Dania terperanjat dari duduknya yang berada di bibir kasur. Dan setelah tahu siapa yang datang Dania segera mengusap air mata yang tersisa.
“Apa... saya boleh masuk?” tanya Aryan pelan.
Dania mengangguk.
Tetapi di sana ada rasa canggung di antara keduanya. Aryan pun tidak tahu mau memulai siasatnya darimana. Sedangkan Dania sendiri masih sibuk dengan bingkai yang ada dalam pelukannya saat ini.
“Dania...” Panggil Aryan pelan.
“Iya, ada apa? Apa... Anda membutuhkan bantuan saya?” tanya Dania seraya menoleh.
“Bisakah kita bicara berdua saja?”
Dania menautkan kedua alisnya. Dania juga mencoba berpikir positif dengan sikap Aryan yang tiba-tiba lembut dan santun. Tidak seperti biasanya.
“Bisa. Bukankah saat ini kita sedang berdua saja? Anda... bisa memulainya.”
“Tidak. Saya maunya tidak di kamar tapi kita keluar. Sekedar cari angin.” Aryan berharap Dania mengiyakan ajakannya.
“Oh begitu, ok tak apa. Tapi saya mau ganti baju dulu, tak enak dipandang orang saat mengenakan kaos dan celana levis seperti ini.”
“Ya... silahkan!”
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Mobil Lamborghini berwarna putih telah memasuki area parkir sebuah cafe yang unik di kota Bandung. Cafe yang saat ini sedang booming di instagram.
Tidak lama kemudian Gavin turun dari mobil tersebut lalu membuka pintu untuk Dania setelahnya membantu Gavin pindah ke kursi roda.
“Gavin, tolong kamu tunggu di mobil saja atau... kamu pesan saja di meja agak jauh dari mejaku.”
“Karena aku mau mengobrol berdua dengan Dania... hanya berdua.”
Gavin yang sangat konsisten dalam bekerja mengangguk saja_mengiyakan yang diperintahkan Aryan padanya.
Dania mendorong kursi roda Aryan dengan pelan. Dan keduanya memilih meja yang ada di lantai dua.
“Kenapa memilih duduk disini? Ini sulit loh nanti jalannya.”
“Akan gampang kalau istri yang mendorongnya.” Aryan mengulas senyum termanisnya.
‘Apa coba maksudnya? Emangnya aku harus selalu dorong kursi rodanya? Tapi... benar juga sih yang dikatakannya.’
“Iya, saya akan mendorongnya. Tapi kan, lebih gampang kalau di bawah saja.”
“Disini tempatnya bagus, bahkan kita bisa melihat indahnya kota Bandung. Coba lihat kesana!” tunjuk Aryan di bawah.
Dania menoleh dan berapa takjub nya ia saat pertama kali melihat pemandangan yang begitu indah baginya. Karena sebelumnya Dania tidak bisa melihat pemandangan yang seperti itu. Melihat indahnya kota Bandung dan kendaraan mesin yang membelah jalanan kota Bandung siang itu.
Cafe Mercusuar memang terkenal akan nuansa di dalamnya dengan bangunan khas Eropa yang berbentuk kastil megah. Di cafe tersebut terdiri ada enam lantai dan jika pengunjungnya berada di rooftop atau lantai teratas bisa melihat indahnya kota Bandung dari ketinggian.
“Mau makan apa? Silahkan pilih saja apa yang kamu suka.”
Dania menatap kertas menu yang ada di depannya. Telunjuk Dania berada di dagu, seakan tengah berpikir mau memesan menu apa.
“Rendang saja apa boleh? Kalau tak boleh juga tak apa, terserah Anda saja.” Dania menunduk.
“Ha... Ha... Ha... Dasar aneh.” Aryan tertawa.
“Kok aneh sih?” tanya Dania yang memutar bola matanya sempurna.
“Jelas aneh lah, yang mau makan itu kan kamu bukan saya. Jadi ya terserah mau makan apa. Yang penting perut kamu kenyang.”
Jangan tanya lagi bagaimana Dania saat ini. Serasa terbang melayang mendapati Aryan yang lemah lembut dan bahkan mempedulikan dirinya. Padahal Dania sendiri lupa jika tadi pagi tidak sarapan.
Dan pilihan menuakan siang Dania masih sama, jatuh pada rendang.
‘Lakukan siasatnya sekarang Aryan. Jangan sampai dia menolaknya begitu saja.’
Aryan membutuhkan waktu yang untuk memulai obrolan inti.
Sepersekian detik kemudian...
“Dania...”
Dania mengangkat kepalanya lalu menatap Aryan yang saat itu juga menatapnya. Namun, Dania tidak tahu apa arti dari tatapan Aryan, seakan sulit untuk diartikan.
“Ada apa, Den Aryan? Kenapa kok tidak dilanjutkan kalimatnya?” tanya Dania penasaran.
“Emm... sebenarnya saya ada sesuatu untuk kamu lihat.”
‘Sesuatu? Apa itu? Dalam bentuk bingkisan atau... ucapan saja? Apa mas Aryan akan memberikan aku kejutan?‘ monolog Dania dalam hati.
Aryan menghela napas panjang. Tidak lama kemudian Aryan menyodorkan satu lembar kertas pada Dania.
Dania menatap bingung, karena ia benar-benar tidak tahu apa yang dilakukan Aryan.
“Apa ini, Den Aryan?”
“Eee... Dania, dunia kita memang berbanding terbalik. Tapi tak ada salahnya jika kita saling melengkapi.”
“Itu...”
Bersambung...