Generation Sandwich, istilah yang sering di gunakan baru-baru ini. Mungkin sebagian ada yang menjadi pelakunya, ada juga yang menganggapnya hanya sebuah sudut pandang semata.
Tumbuh dan besar dari kalangan menengah kebawah menjadikan seorang gadis cantik bernama Hima Narayan kuat dalam menjalani kehidupannya.
Tanpa di ketahui banyak orang, nyatanya Hima menyimpan luka dan trauma tersendiri dalam hidupnya. Tentang pengkhianatan dan kekecewaan di masa lalu.
Ganindra Pramudya Suryawilaga : " Saat aku pikir kamu adalah rumah yang ku tuju. Tapi kamu justru menjauh saat aku ingin menggapai mu. Beri aku kesempatan sekali lagi Hima!"
Kehidupan keluarganya dan kisah cintanya tak pernah berpihak padanya. Akankah Hima menyerah dengan kehidupannya???? Lantas bagaimana dengan kisah cinta gadis itu?
Semoga para reader's kesayangan berkenan mampir, terimakasih 🙏🙏🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Masih Flashback....
Hima berjalan sambil menitikkan air matanya. Ia tak peduli seperti apa pandangan orang terhadapnya. Tapi tetesan hujan sedikit menyamarkan tetesan bening itu.
Dengan badan yang menggigil akhirnya Hima tiba di rumah. Ibunya yang biasa meledak-ledak sampai bingung melihat penampilan putri keduanya.
"Hima...kamu kenapa?", Murtini mengetuk pintu kamar Hima. Segalak apapun dirinya, melihat darah dagingnya yang pulang dalam keadaan berantakan seperti itu tentu saja dia khawatir.
Tak ada jawaban dari Hima, Murtini pun memilih melanjutkan langkahnya untuk sholat magrib. Mungkin sang putri akan bisa di ajak bicara nanti.
Murtini mengadu pada Harun dengan sikap Hima yang pulang dalam keadaan tak seperti biasanya.
"Mungkin dia sedang bermasalah sama Nanda, Bu! Namanya juga anak muda!", kata Harun.
"Tapi ini kan hari ulang tahun mereka berdua, apa iya mereka bertengkar sampai bikin Hima pulang nangis-nangis begitu!", Murtini masih ngoceh.
Di sisi lain, Hima yang kebetulan sedang tidak sholat pun keluar kamar sebentar untuk membersihkan diri selanjutnya ia kembali ke kamarnya.
Gadis itu membaca pesan yang Nanda kirimkan. Tanpa berniat membalasnya, Hima meletakkan ponselnya itu di atas meja riasnya.
Gadis itu menelungkup di atas kasurnya lalu melanjutkan tangisnya.
Hubungan yang berjalan sejak mereka remaja ternyata tak ada artinya sama sekali buat Nanda. Dengan mudahnya Nanda mengatakan itu sebuah kekhilafan. Tapi mudah juga ia mengatakan bahwa Hima yang ia sayangi.
Hima tertidur usai lelah menangis. Bahkan ia melewatkan makan malamnya padahal ia terakhir makan tadi pagi sebelum berangkat kerja, itu pun tak banyak.
"Hima belum keluar, Bu?", tanya Harun saat keduanya sedang menonton televisi.
"Belum pak", jawab Murtini. Harun bangkit dari kursinya menuju ke kamar Hima.
Murtini mengganti Chanel televisi yang tadi menayangkan sinetron tapi terjeda iklan. Ternyata stasiun televisi lokal menayangkan berita kecelakaan yang tak terlalu jauh dari tempat tinggalnya.
"Innalilahi wa innailaihi Raji'un!", Murtini turut berdukacita melihat betapa rusaknya motor yang di tabrak oleh truk. Juga tubuh dua korban yang terlempar cukup jauh dari kendaraannya.
Murtini membaca headline berita yang mengatakan jika sepasang muda mudi berstatus sebagai aparatur negara juga tenaga kesehatan menjadi korban kecelakaan tersebut.
Tok....tok....
Pintu ruang tamu keluarga Harun di ketuk seseorang. Murtini melihat jam nya yang menunjukkan hampir setengah sembilan malam.
"Ngga salah bertamu jam segini?", gumam Murtini. Tapi ia tetap melangkahkan kakinya menuju ke ruang tamu.
Tak jauh berbeda dengan Harun yang tengah berusaha mengetuk pintu kamar putri keduanya. Ternyata kamar gadis itu tak terkunci. Harun pun lancar masuk ke kamar Hima.
Dilihatnya seorang gadis yang tidur tengkurap dengan air mata yang membasahi bantalnya. Tangan Harun terulur menyingkirkan helaian rambut yang sedikit menutupi wajah Hima.
"Kamu kenapa sampai seperti ini ,nak? Masalah sebesar apa yang kamu hadapi?", tanya Harun yang tidak di dengar oleh Hima.
Murtini membukakan pintu ruang tamu untuk seseorang yang sudah mengetuknya.
"Assalamualaikum?", sapa orang itu.
"Walaikumsalam, iya mas? Cari siapa?", tanya Murtini.
"Mba Hima nya ada ,Bu?", tanya tamu tersebut.
"Eum...Hima ada, tapi sepertinya sudah tidur dari sore. Mungkin kecapean pulang kerja sama kehujanan juga!", terang Murtini.
Orang itu terdiam.
"Silahkan duduk dulu mas!", pinta Murtini mempersilahkan orang itu duduk tapi orang itu justru memilih duduk dibangku teras.
"Maaf, mas ini siapa dan ada keperluan apa sama Hima ya ?", tanya Murtini. Lelaki yang ada di hadapan Murtini tampak ragu-ragu ingin menyampaikan berita tentang seseorang.
"Eum sebenarnya...saya....saya teman Nanda, Bu!", katanya.
"Teman Nanda? Terus kenapa mau menemui Hima?", tanya Murtini.
"Saya... perwakilan keluarga Nanda, Bu. Mau menyampaikan bahwa...Nanda mengalami kecelakaan dan beliau... meninggal dunia, Bu!"
"Innalilahi wa innailaihi Raji'un, kapan mas? Kecelakaan apa, dimana?", cerca Murtini. Bagaimana pun juga, ia sudah cukup dekat dengan Nanda dan keluarganya.
"Tadi sore Bu, waktu magrib di jalan Xxx!"
"Astaghfirullah, jadi yang masuk berita tadi... kecelakaan Nanda?", Murtini syok. Lelaki teman Nanda itu pun mengangguk.
"Tunggu, tapi tadi beritanya korbannya laki-laki dan perempuan kan?", tanya Murtini lagi. Lelaki itu pun mengangguk.
Astaghfirullah, apa ini yang membuat Hima mengurung diri di kamar? Apa dia tahu jika Nanda kecelakaan?
Setelah menyampaikan berita tentang kecelakaan Nanda, lelaki itu pun pamit.
Murtini berjalan sambil melamun menuju ke kamar Hima yang pintunya terbuka. Di lihatnya Harun yang sedang mengusap kepala Hima dengan lembut.
Usapan lembut itu ternyata membangunkan Hima. Mata gadis itu pun terbuka. Ia terkejut melihat bapaknya ada di sampingnya.
Tapi terkejut lagi melihat ibunya yang menangis sesenggukan saat Hima menatap sang ibu.
"Bapak, ibu? Ibu kenapa nangis?", tanya Hima. Harun yang tak tahu istrinya ada di pintu pun ikut menoleh. Ia pun sama terkejutnya.
Murtini menghampiri Hima dan mengusap kepala putrinya dengan sangat lembut.
"Ada apa ,Bu?", tanya Hima. Bukannya menjawab, Murtini justru memeluk erat putri keduanya itu dan terisak di bahu Hima.
"Sabar ya Hima, sabar....!", kata Murtini.
"Sabar kenapa Bu?", tanya Hima. Ia tak menceritakan tentang masalahnya dengan Nanda, apa ibunya tahu???
"Ada Bu?", Harun ikut penasaran.
Belum sempat Murtini menjawab. Andre tiba-tiba masuk ke dalam kamar Hima.
"Mba, mas Nanda kecelakaan mba. Mas Nanda meninggal!", kata Andre. Remaja itu masuk ke kamar Hima dengan wajah yang sudah penuh dengan air mata.
Andre sangat dekat dengan Nanda. Mereka sering menghabiskan waktu bersama jika Nanda tengah pulang kampung.
Hima membeku dan tak bisa berkata-kata. Ia memang marah pada Nanda. Ia membenci pengkhianatannya. Tapi ia juga tidak siap kehilangan Nanda dengan cara seperti ini.
Murtini memeluk Hima dengan perasaan yang tak menentu. Rencana tinggallah rencana, Hima dan Nanda tak mungkin bisa bersama.
🌾🌾🌾🌾🌾
Pemakaman Nanda di penuhi oleh rekan-rekan seprofesinya. Jika ada yang mengenal Hima, mereka langsung menghampiri gadis itu.
Hima tak menangis, justru ia terdiam di depan gundukan tanah itu.
Kedua orang tua Nanda juga memeluk Hima dengan tangisan yang menyayat hati siapapun yang melihatnya.
Usai pemakaman, Hima pulang bersama dengan kedua orang tuanya juga Andre.
Banyak yang iba terhadap Hima yang memang sudah berencana untuk menikah dengan Nanda. Akan tetapi kenyataannya yang cukup menyakitkan adalah Nanda meninggal bersama seorang perempuan yang entah apa hubungan keduanya.
Venti menghentikan Hima yang akan pulang. Kakak dari Nanda itu menyerahkan sebuah hadiah untuk Hima. Dan hadiah itu merupakan pemberian Nanda, khusus untuk Hima.
Hima menerimanya, tapi tidak berniat sedikitpun untuk membukanya.
Aku kecewa Nda, kamu jahat! Tapi aku tak pernah bisa membenci mu! Kenapa harus begini cara mi pergi dan memutuskan hubungan kita ,Nda?? Kenapa???
Flashback off
🌾🌾🌾🌾
Terimakasih 🙏
Kembali ke masa kini 😁✌️
Kasih bonchap dong
mksh ya thor atas bacaannya yg luar biasa sukses trs dengan karya² baruy..love² buat ithor💖💖💖💖💖💖💖