Demi mendapatkan biaya pengobatan ibunya, Arneta rela mengorbankan hidupnya menikah dengan Elvano, anak dari bos tempat ia bekerja sekaligus teman kuliahnya dulu.
Rasa tidak suka yang Elvano simpan kepada Arneta sejak mereka kuliah dulu, membuat Elvano memperlakukan Arneta dengan buruk sejak awal mereka menikah. Apa lagi yang Elvano ketahui, Arneta adalah wanita yang bekerja sebagai kupu-kupu malam di salah satu tempat hiburan malam.
"Wanita murahan seperti dirimu tidak pantas diperlakukan dengan baik. Jadi jangan pernah berharap jika kau akan bahagia dengan pernikahan kita ini!"
Follow IG @shy1210_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SHy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 - Kamu Terlihat Perduli
Satu minggu berlalu pasca kepergian Bu Maria. Arneta berusaha bangkit dari keterpurukan. Sudah satu minggu dia mengambil cuti bekerja, besok dia sudah harus kembali bekerja seperti biasanya. Arneta sadar jika hidup harus terus berjalan. Dia juga tidak boleh terlalu larut dalam kesedihan. Terlebih ada tanggung jawab yang harus ia kerjakan sebagai seorang istri dan pekerja di perusahaan Tuan Keenan.
Sehari sebelum menjalani aktivitas seperti biasanya kembali, Arneta sudah kembali ke rumah Elvano. Kepulangannya ke sana dijemput oleh Elvano. Entah mengapa pria itu berbaik hati mau menjemputnya pulang ke rumah mereka.
"Aku menjemputmu atas perintas dari Papa!" Baru saja menginjakkan kaki di dalam rumah. El sudah mengatakan hal seperti itu. Sepertinya dia tidak mau bila Arneta salah paham dengan kebaikannya.
Pertanyaan yang tadi bersarang di benak Arneta akhirnya terjawab. Dia hanya mengangguk pelan sebagai respon atas perkataan El. Dia juga tidak berharap banyak agar pria itu bisa bersikap baik kepada dirinya.
Entah mengapa, El merasa tidak suka bila Arneta bersika acuh seperti itu kepada dirinya. El merasa, jika dirinyalah yang harus bersikap acuh pada Arneta. Bukannya Arneta yang bersikap acuh kepada dirinya.
Seperti yang sudah berlalu. Tidak banyak interaksi di antara mereka jika berada di dalam. Keduanya sibuk di dalam kamar masing-masing dan baru melakukan interaksi jika bertemu di dapur atau ruangan makan.
Tidak seperti biasanya, kali ini Arneta menyiapkan makan malam untuk suaminya. Walau pun El tidak memintanya bahkan sempat melarang agar dirinya mengurs El. Namun, Arneta tetap melakukannya. Dia ingat pesan terakhir ibunya saat itu dan ingin melakukannya.
"Arneta, walau pun El belum bisa bersikap baik kepada kamu. Tapi Ibu berharap kamu bisa menjadi istri yang baik untuk dia. Perlakukanlah dia seperti suami pada umumnya. Layani dia dengan ikhlas walau dia tidak memintanya."
Begitulah pesan-pesan terakhir dari Bu Maria. Arneta berpikir jika saat itu ibunya sudah menyadari jika dirinya akan pergi meninggalkan dunia sehingga begitu banyak pesan yang ibunya sampaikan kepada dirinya.
"Aku memasak makanan buat makan malam. Kalau kamu bersedia, kamu bisa memakannya. Aku sudah menghidangkannya di atas meja makan." Saat bertemu dengan El di anak tangga, Arneta mengatakan hal tersebut. Kemudian, dia kembali melanjutkan langkah menuju kamarnya berada.
El menatap datar pada Arneta yang sudah berlalu dari hadapannya. Dia sama sekali tidak memberikan tanggapan atas perkataan wanita itu. Entah mengapa dia tidak memiliki tenaga untuk membalas perkataan Arneta dengan sinis seperti yang biasa ia lakukan pada Arneta.
Setelah menapaki kaki di lantai bawah, entah mengapa El merasa mendapatkan dorongan untuk melangkah ke arah ruang makan. Dia ingin melihat hasil masakan Arneta atau sekedar memastikan jika wanita itu benar sudah membuatkan makanan untuk dirinya.
"Buat apa dia melakukan ini semua. Bukannya aku sudah bilang agar tidak perlu mengurusku?" Gumam El. Walau pun mulutnya berkata demikian, namun hati El berkata lain. Dia menginginkan makanan tersebut untuk mengisi perutnya yang kebetulan terasa kosong saat ini.
Niat hati tadinya ingin memesan makanan dari luar untuk mengisi perut, berganti dengan memakan hasil masakan Arneta. Walau pun masakan Arneta tidaklah semewah makanan yang biasanya ia makan. Namun, rasa masakannya cukup lezat di lidah El.
"Aku memakannya karena lapar. Bukannya karena aku menginginkannya." Begitulah pemikiran El setelah menghabiskan sepiring nasi beserta lauk pauk yang dimasak oleh Arneta.
Keesokan paginya. Arneta kembali menyiapkan sarapan untuk El sebelum berangkat bekerja. Walau pun sudah melakukan kewajibannya dengan baik. Namun, Arneta tetap tidak berpamitan pada El sebelum pergi bekerja. Maklum saja, dia tidak bisa melakukannya karena pintu kamar El masih tertutup rapat di saat Arneta hendak pergi bekerja.
"Apa kondisi kamu sudah baik-baik saja, Neta?" Tuan Keenan bertanya saat ia bertemu dengan Arneta di kantor. Tuan Keenan merasa lega karena wajah Arneta tak lagi pucat seperti beberapa hari yang lalu. Arneta juga sudah nampak semangat untuk melanjutkan hidup pasca kepergian ibunyaz
Arneta mengulas senyum untuk memperlihatkan jika dirinya baik-baik saja walau pun sebenarnya dia masih terluka.
"Syukurlah kalau kamu udah baik-baik saja." Kata Tuan Keenan kemudian. Arneta kembali tersenyum menanggapinya. Kemudian, dia kembali melakukan aktivitas di kanto sebagai seorang sekretaris walau pun sesekali masih teringat dengan kepergian ibunya.
Di tengah aktivitasnya yang sedang bekerja pagi itu, entah mengapa Arneta tiba-tiba saja berpikir untuk mengakhiri hubungan rumah tangganya dengan Elvano. "Sekarang ibu sudah tidak ada. Jadi buat apa lagi aku melanjutkan pernikahan ini. Toh Elvano tidak menyukaiku bahkan sangat membenciku." Kata Arneta dalam hati.
Walau pun perkataan tersebut sempat terbesit di benaknya. Namun, tak membuat Arneta langsung mengungkapkan apa yang dia inginkan saat ini. Terlebih, Arneta masih sadar diri untuk tidak melupakan kebaikan Tuan Keenan begitu saja. Dia juga tidak ingin dibilang tidak tahu diri karena meminta bercerai dari El setelah dia tidak lagi membutuhkan bantuan dari Tuan Keenan.
"Aku gak tau harus bagaimana sekarang." Pulang dari kantor sore itu, Arneta justru tak langsung pulang. Dia justru singgah di sebuah taman dan mengeluh di sana. Begitu banyak hal yang dipikirkan oleh Arneta saat ini. Tentang keinginannya yang ingin berpisah, ditambah keinginan dari mendiang ibunya yang ingin dirinya hanya menikah satu kali dalam hidupnya.
"Apakah jika aku mempertahankan rumah tangga ini hidupku bisa bahagia untuk ke depannya?" Pertanyaan itu berkecamuk di dalam benak Arneta. Rasanya sulit sekali untuk bisa mewujudkan hal tersebut. Apa lagi suaminya tidak mencintainya, membencinya dan sangat sulit untuk menerimanya sebagai seorang istri.
Di saat Arneta sedang dilanda gundah gulanan di taman. Di sisi lain, El terlihat tengah berbincang dengan Oma Sukma di kediaman Tante Lia. Siang tadi, El mendapatkan pesan dari Oma Sukma yang memintanya untuk berkunjung sehingga El bisa berada di rumah Tante Lia saat ini.
"Jadi bagaimana, El. Apa kamu udah mikirin perkataan Oma kemarin?" Tanya Oma Sukma.
El terdiam beberapa. Kali ini dia merasa sulit untuk menjawab pertanyaan Oma Sukma. "Aku belum bisa menceraikannya dalam waktu dekat ini, Oma. Dia masih berduka. Rasanya akan jahat sekali bila aku kembali menoreh luka di hatinya yang belum sembuh karena menceraikan dirinya."
Oma Sukma melotot mendengar perkataan cucunya baru saja. "Apa kamu lagi demam, El?" Oma Sukma memastikan. Karena sikap El terlihat berbeda saat ini.
"Maksud Oma?" El menatap bingung pada Oma Sukma. Dia tidak mengerti maksud pertanyaan Oma Sukma.
"Kenapa sekarang kamu jadi memikirkan perasaannya? Bukannya kamu tidak menyukainya bahkan membencinya?"
***
serta ditunggu karya selanjutnya lopeupull 😘😘😘