Aluna Aurelia Pradipta memimpikan keindahan dalam rumah tangga ketika menikah dengan Hariz Devandra, laki-laki yang amat ia cintai dan mencintainya. Nyatanya keindahan itu hanyalah sebuah asa saat keluarga Hariz campur tangan dengan kehidupan rumah tangganya.
Mampukan Aluna bertahan atau memilih untuk pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon echa wartuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Curhatan Aluna
"Kabur dari rumah?" Aluna sedikit terkejut mendengar perkataan Arleta.
"Dia marah karena kami berniat menjodohkannya dengan rekan bisnis kami. Sebenarnya ini bukan keinginan kami, itu keinginan omanya," ungkap Arleta.
"Kalian sudah mencarinya?" tanya Aluna.
"Setiap hari," jawab Arleta. "Tetapi dia itu cerdik. Dia bisa membuat orang yang kami kirim berada di pihaknya. Itulah yang membuat kami susah menemukannya," jawab Arleta. "Dia sebenarnya bukan anak nakal, tapi dia hanya tidak terlalu menganggap serius hubungan percintaan. Apalagi perjodohan. Dia paling membenci itu," sambungnya.
"Tante tenang saja. Mungkin dia ingin mencari jati dirinya terlebih dahulu dan belum menemukan perempuan yang cocok menurut dia," ujar Aluna mencoba memberikan dukungan pada Arleta.
"Ya mungkin kamu benar. Dia mengatakan akan kembali jika dia sudah ingin kembali. Tapi sekarang menurutku lebih baik dia memang keluar rumah dahulu sampai omanya kembali ke Amerika. Jujur Tante juga pusing setiap hari beliau mengoceh," ucap Arleta diikuti tawa kecilnya.
"Ya, Tante. Tidak mungkin juga dia akan pergi selamanya dari Anda," imbuh Arleta.
"Ya kamu benar," ucap Arleta. Arleta meraih tangan Aluna lantas menggenggamnya. "Ck, Aluna … andai saja aku bertemu denganmu sebelum kamu menikah," keluh Arleta.
"Tante …," cicit Aluna.
Obrolan berlanjut ke hal-hal lain, hingga tidak terasa waktu sudah menujukkan pukul lima sore. Keduanya memutuskan untuk pulang. Mereka merasa tidak rela pertemuan mereka harus berakhir secepat itu.
"Baiklah, Aluna ayo kita pulang." Arleta berdiri diikuti oleh Aluna. "Sayang sekali padahal Tante masih ingin mengobrol denganmu. Tapi waktu membuatnya harus berakhir."
"Terima kasih sebelumnya sudah mengundangku," ucap Aluna.
"Tante harap lain kali kita bisa bertemu lagi," harap Arleta.
"Tentu saja," sahut Aluna.
"Untuk makan malam nanti saya bicarakan dengan suami saya dulu," ucap Arleta. "Jika kami menemukan waktu luang Tante akan menghubungi kamu."
"Baiklah, Tante." Aluna mengangguk hormat kepada Arleta.
"Ayo." Arleta menggandeng tangan Aluna. Mereka seperti kayaknya ibu dan anak.
Obrolan masih berlanjut sepanjang jalan menuju pintu keluar coffee shop itu, sesekali keduanya membalas sapaan pengunjung lain juga para pegawai di tempat itu. Sampailah mereka di depan pintu masuk coffee shop. Mobil yang menjemput Arleta sudah tiba. Mereka pun berpisah di tempat itu.
"Sampai jumpa, Aluna." Arleta melambaikan tangannya ke arah Aluna dari dalam mobil.
Aluna mengangguk dan juga membalas lambaian tangan Arleta. Pandangan Aluna masih mengarah pada mobil yang membawa Arleta sampai mobil itu jauh dari pandangannya.
"Elgar ke mana?" gumam Aluna.
Aluna mengambil ponselnya yang ada di dalam tas. Ia berniat untuk menghubungi Elgar, tetapi sebelum Aluna melakukan itu pandangannya melihat mobilnya sedang melaju ke arahnya.
Mobil itu berhenti tepat di hadapannya. Keluarlah Elgar dari dalamnya. Laki-laki itu berjalan memutar ke sisi lain untuk menghampiri Aluna.
"Maaf, Aluna aku terlambat. Tadi aku mencari makan dulu," ucap Elgar saat sudah berada di dekat Aluna.
"Tidak apa. Ayo kita langsung pulang," ajak Aluna.
"Hmmm." Elgar bergumam untu merespon perkataan Aluna.
Elgar lantas membukakan pintu untuk Aluna. Setelah itu Elgar berjalan dengan berlari kecil ke sisi lain. Dari dalam mobil Aluna memerhatikan setiap gerakan Elgar, entah mengapa sopirnya itu mirip seseorang. Karena keseriusannya membuat Aluna sampai tidak menyadari jika Elgar sudah berada di dalam mobil.
Awalnya Elgar juga tidak menyadari jika dirinya sedang diperhatikan oleh Aluna. Namun matanya tidak sengaja melihat ke arah kaca spion. Dari sana terlihat jelas jika Aluna sedang memerhatikan dirinya.
"Ada apa? Kenapa memperhatikan aku seperti itu?" tanya Elgar. Pandangannya masih melihat ke arah kaca spion.
Aluna yang mendengar suara Elgar langsung tersadar. Lamunannya juga seketika buyar.
"Ehem!" Aluna berdehem untuk meredam rasa malu sebab ketahuan oleh Elgar sedang memperhatikan memerhatikan dirinya.
"Ada apa?" tanya ulang Elgar.
Aluna mempertemukan pandangannya dengan Elgar melalui kaca spion di depannya kemudian duduk bertopang dagu.
"Aku perhatian kamu mirip seseorang," aku Aluna.
"Mirip dengan siapa?" tanya Elgar sembari menyalakan mesin mobil.
"Emmmm … aku tidak yakin," jawab Aluna ragu.
"Ada-ada saja." Elgar menarik gigi lantas menginjak pedal gas setelah itu mobil melaju meninggalkan area coffee shop. "Apa tampangku pasaran hingga kamu mengira ada seseorang yang mirip denganku." Elgar menggeleng pelan diikutin tawa kecilnya, tetapi ada tarikan napas lega setelahnya, saat Aluna tidak lagi memerhatikan dirinya.
Hening mengambil alih suasana di antara Aluna dan Elgar. Tidak ada obrolan sama sekali. Keduanya hanya diam dan berkutat dengan pemikiran masing-masing.
Elgar yang sedang mengemudi sesekali mencuri pandang pada Aluna dari kaca spion di hadapannya. Bosnya itu duduk bersandar dengan memeluk bantal kecil dengan pandangannya mengarah ke luar mobil. Elgar bisa melihat betapa lelahnya bosnya. Terlihat jelas dari raut wajahnya, juga beberapa kali Aluna menarik napas berat.
"Ada apa, Aluna?" tanya Elgar. "Kamu terlihat lelah dan juga seperti sedang memikirkan sesuatu?" imbuh Elgar.
Aluna yang sedang melihat ke samping menoleh sekilas ke arah Elgar.
"Bukan sesuatu, tapi banyak hal yang sedang aku pikirkan, Elgar," aku Aluna.
"Kalau tidak keberatan kamu bisa membaginya satu padaku?" tawar Elgar.
"Aku tidak ingin membebani dirimu dengan masalahmu," tolak Aluna.
"Kamu saja tidak mengatakannya apa masalahmu padaku, bagimana kamu bisa beranggapan itu akan membebani diriku," ucap Elgar mencoba membujuk Aluna untuk mengatakan apa masalahnya.
Aluna diam, ia memberikan jeda untuk merespon perkataan Elgar.
"Tapi … kalau kamu tidak mau, aku tidak akan memaksa," ucap Elgar.
"Mas Hariz mengatakan memiliki masalah dengan bisnisnya. Dia mengatakan jika Bramantyo grup bisa bekerja sama dengan perusahaannya maka masalahnya bisa selesai," ucap Aluna. "Mas Hariz memintaku untuk mengatur makan malam bersama tante Arleta dan juga om Adrian. Mas Hariz ingin mengutarakan keinginannya untuk bekerjasama dengan Bramantyo grup. Tapi aku tidak yakin mereka akan menyanggupinya, mereka itu sangat sibuk. Dan juga … bagaimana jika Bramantyo grup menolak untuk bekerjasama dengan perusahaan mas Hariz."
"Lakukan saja. Mau tidak mereka bekerja sama dengan suamimu itu hak mereka, 'kan?" tutur Elgar.
"Ya," ucap Aluna lirih, tetapi masih bisa didengar oleh Elgar.
"Hanya itu masalahmu?" tanya Elgar. "Itu hanya masalah sepele," sambung Elgar.
"Bukan cuma itu." Aluna kembali melihat ke arah luar memerhatikan jalanan yang mereka lalui.
"Apa masalah berat yang sedang kamu pikirkan saat ini?" Elgar melihat Aluna dari kaca spion di hadapannya.
Aluna menoleh ke arah Elgar sembari mengela napas berat lantas kembali melihat ke samping.
"Kemarin malam ada telepon masuk ke ponsel mas Hariz dari seseorang bernama Camelia. Aku menerimanya, tapi orang itu tidak bicara. Aku memberitahu mad Hariz, tapi … reaksi mas Hariz itu sangat mengejutkan aku. Dia mengatakan itu dari rekan bisnisnya. Aku mencoba untuk percaya, tapi hatiku susah untuk percaya," aku Aluna.
"Jadi … kamu ingin mencari tahu siapa Camelia itu?" tebak Elgar.
"Ya. Untuk memastikan kecurigaanku salah," ucap Aluna.
"Kamu punya sesuatu yang berhubungan dengan Camelia? Mungkin aku bisa membantumu," tanya Elgar.
"Aku mengambil nomor ponsel Camelia dari ponsel mas Hariz. Aku akan kirimkan padamu," ucap Aluna.
Aluna mengambil ponsel miliknya lantas mengirim nomor Camelia ke nomor Elgar. "Sudah."
Elgar mengambil ponselnya lantas membuka pesan dari Aluna.
"Ini masalah kecil. Aku akan mencari tahu siapa orang itu," ucap Elgar disambut anggukkan oleh Aluna. "Kamu curiga suamimu berselingkuh?" tanya Elgar.
"Hmmm. Hubungan kami sudah kembali baik. Rasanya aku belum siap jika itu sampai terjadi. Aku ingin melupakan dan mencoba untuk percaya padanya. Tapi … sisi hatiku yang lain tidak mau menerimanya," aku Aluna.
Pasti Elgar pemilik hotel itu, dan dia menyukai Aluna. Syukurlah Luna belum punya anak dengan Hariz. Saya yakin setelah terbongkar kebusukan Hariz, perusahaannya akan hancur.
Thoor jika perceraian Aluna dan Hariz, cepet, atas bantuan Elgar, tak kasih nilai 5 bintang