"Ah...ini di kantor! Bagaimana jika ada yang tau! Kalau istrimu---" Suara laknat seorang karyawati bernama Soraya.
"Stt! Tidak akan ada yang tau. Istriku cuma sampah yang bahkan tidak perlu diingat." Bisik Heru yang telah tidak berpakaian.
Binara Mahendra, atau biasa dipanggil Bima, melihat segalanya. Mengintip dari celah pintu. Jemari tangannya mengepal.
Namun perlahan wajahnya tersenyum. Mengetahui perselingkuhan dari suami mantan kekasihnya.
"Sampah mu, adalah harta bagiku..." Gumam Bima menyeringai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meet
Mengendarai motornya, wajahnya tersenyum, cukup banyak pesanan di konveksi. Itu artinya mungkin akan cukup untuk biaya hidup dirinya dan Pino kedepannya.
"Pino mau roti bakar?" Tanya sang ibu.
"Boleh?" Pino bertanya balik. Benar-benar ragu, mengingat kondisi keuangan ibunya.
"Boleh, karena Pino hari ini sudah jadi anak yang baik." Jawab Dira menghentikan motornya di depan pedagang roti bakar. Hanya menatap roti bakar coklat keju itu saja dibuat sudah membuat Pino menelan ludahnya.
"Maaf...ibu jarang membelikan jajan untukmu." Dira mengusap pucuk kepala putranya.
"Tidak apa-apa, asalkan bersama ibu. Tidak apa-apa..." Pino tersenyum antusias.
Begitu bahagia memiliki anak semanis dan sebaik ini. Mengendarai motornya sembari menyanyi, sebungkus roti bakar sudah ada dalam kantong plastik bening, tergantung dimotor. Berharap dapat mengakhiri hari dengan senyuman.
Namun, segala hal tidak selalu berakhir dengan baik. Mobil milik Heru terparkir di depan rumah mereka. Pertanda sang ayah berada di rumah.
Senyuman mengembang di bibir Pino. Turun dari motor dengan cepat, membawa plastik berisikan roti bakar. Seorang anak yang memiliki hati bersih, tidak ada dendam dalam dirinya.
"Ayah sudah pulang! Pino boleh membagi roti bakar dengan ayah kan?" Tanyanya berlari ke dalam.
Sedangkan Dira hanya mengangguk. Wajahnya berusaha tersenyum, anak merupakan kertas putih yang belum tertulis apapun. Bisikan cinta akan menjadikannya lukisan yang indah. Namun, bagaimana jika kertas putih itu dihancurkan oleh kekecewaan.
Berlari ke area dalam rumah. Tawa Pino tiba-tiba terhenti, menatap ke arah ayahnya yang tengah mengecup bibir seorang wanita di ruang tamu.
"Pino! Jangan lari, nanti jatuh!" Dira berjalan menyusul putranya. Tapi hanya sejenak, senyuman di wajahnya memudar.
Terlihat Heru dan Soraya bagaikan baru melepaskan ciumannya.
Hanya isakan kecil terdengar, Pino bergerak ke arah belakang ibunya. Bagaikan menyembunyikan diri dari ayahnya.
"Jika ingin bersenang-senang, jangan di rumah ini." Ucap Dira, bibirnya bergetar. Untuk pertama kalinya melihat wanita ini dari jarak yang dekat. Kekasih suaminya, Dira tahu, tapi hanya berpura-pura tidak tau. Mengira rumah tangganya dapat baik-baik saja.
Namun, lubang kecil pada kapal, telah menjadi lubang besar. Rumah tangganya, akan tenggelam dalam laut, hanya karena dirinya yang tidak mampu bertahan.
Dira mengusap pucuk kepala Pino. Hendak menenangkan putranya. Melangkah menuju kamar tanpa mempedulikan mereka.
Tapi.
"Dira! Aku ingin bicara denganmu."
Kalimat dari Heru membuat Dira menghentikan langkahnya."Aku akan menidurkan Pino dulu. Baru kita bicara."
"Aku tidak bisa menunggu anakmu itu tidur. Karena anak Heru yang ada dalam perutku juga memerlukan istirahat yang banyak untuk tetap sehat." Kata demi kata penuh senyuman dari Soraya.
Dira mengangkat tubuh putranya yang bagaikan menahan suara dalam tangisan. Memeluknya erat."Aku hanya ingin Pino tidur. Maka---" Kalimat Dira disela.
"Soraya sedang hamil muda! Perlu istirahat yang banyak! Kamu seorang ibu! Seharusnya kamu tau!" Bentak Heru meninggikan nada bicaranya.
Dira hanya tersenyum."Saat hamil muda dulu, aku masih harus bekerja di konveksi. Menerima orderan jahit di rumah. Jika aku tidak bekerja, maka kita tidak makan. Apa kamu mengingatnya?"
Heru terdiam sejenak, tertunduk. Tapi, Soraya menggenggam jemari tangannya, bagaikan kekasih yang saling menguatkan.
"Aku dan kamu tentu berbeda. Aku bekerja kantoran, tubuhku lebih lemah darimu. Berbeda dengan kamu yang memang hanya melakukan pekerjaan fisik. Jangan samakan anak kami dengan anakmu." Tegas Soraya.
Dira benar-benar enggan berdebat dengan putranya. Wajahnya tersenyum, mengelus pucuk kepala Pino."Pino sayang, bawa handphone ibu ke kamar ya? Pasang volume sekencang-kencangnya. Pino boleh menonton apa saja."
"Ta...tapi ibu sendiri---" Kalimat Pino disela.
"Nanti kita makan roti bakar bersama-sama. Setelah ibu bicara pada tante Lampir (Soraya)." Ucap Dira lembut.
"Lampir? Kamu mengejekku Mak Lampir?" Tanya Soraya murka.
"Pino pergi ke kamar sekarang ya?" Kembali Dira berucap lembut. Bersamaan dengan sang anak yang memasuki kamarnya.
Seorang ibu yang tidak ingin anaknya mendengar dirinya mengumpat mengeluarkan kata-kata kasar.
Kala pintu kamar Pino tertutup. Maka semuanya dimulai. Dira mulai duduk di hadapan suaminya dan pacar suaminya.
Menyakitkan... mungkin saja, tapi hatinya bagaikan membeku. Sudah belajar menerima kenyataan jika dirinya akan digantikan.
"Dira aku ingin kita berpisah. Kita menikah karena perjodohan, aku tidak pernah bisa mencintaimu. Aku hanya mencintai Soraya. Aku harap kamu mengerti." Heru memulai pembicaraan.
"Kamu membuat Pino dalam kondisi mabuk? Atau dalam kondisi pengaruh obat? Tidak kan? Persetan dengan kalimat tidak cinta. Setidaknya kamu pernah menyentuhku." Kata demi kata pedas bagaikan cabe Carolina Reaper, terucap dari bibir Dira."Dan kamu! Kamu cantik, benar-benar cantik. Jujur saja aku kasihan padamu. Masih ada banyak bos duda kaya. Tapi kenapa kamu dapat dihamili oleh spesies pria seperti ini?" Pertanyaan yang tertuju pada Soraya.
"Kamu hanya istri yang tidak menghargai! Tidak tau kelebihan Heru. Oh! Aku lupa, kamu istri yang tidak dicintai. Hingga tidak tau, suamimu memberikan uang 10 juta perbulan padaku. Itu di luar hadiah nya, jadi apa yang pernah diberikan Heru padamu?" Tanya Soraya tersenyum, merasa telah menang.
Sedangkan wajah Dira masih tanpa ekspresi. Dua orang yang tidak menyadari tangan wanita itu gemetar. Saat dirinya bersusah payah hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah. Wanita ini bersenang-senang dengan Heru. Cukup bagus bukan?
Heru menghela napas, dirinya memang tidak pernah memberikan apapun pada Dira. Hanya cincin pernikahan yang...
Dira melepaskan cincin pernikahan di jemari tangannya, kemudian tersenyum tenang."Ini pemberian ayah mertuaku. Mendiang ayah mertua, ingin aku menjaga Heru dengan baik. Janjiku padanya membuatku bertahan. Dia orang yang baik. Nilai cincin ini mungkin melebihi 200 juta, aku berikan tanggung jawab ini padamu."
"200 juta? Jangan bercanda!" Soraya mengamati, menelan ludahnya, permata di cincin ini memang terlihat seperti berlian.
"Ayah mertua dulu memiliki perusahaan yang tidak begitu besar. Setelah ayah mertua mulai sakit-sakitan, perusahaannya gulung tikar. Sebenarnya aku ingin menggunakan cincin ini, untuk melunasi biaya wisuda Heru dan biaya melahirkan Pino. Tapi mengingat ini tanda janjiku pada ayah mertua untuk menjaga Heru. Maka, cincin ini tidak aku jual. Dulu...aku sudah mulai mencintai Heru. Tapi sekarang tidak lagi. Kamulah yang berhak menyimpannya." Kalimat demi kalimat yang diucapkan Dira penuh senyuman tulus.
Entah kenapa segalanya membuat dada Heru mengganjal, ada rasa sesak yang aneh. Jemari tangannya mengepal. Kembali bertanya."Intinya kamu setuju untuk bercerai?"
"Apa yang dapat dipertahankan dari pernikahan ini?" Tanya Dira padanya.
"Sayang! Terlihat bagus kan?" Soraya menunjukkan cincin berlian di jemari tangannya.
"Kamu tidak mencintaiku? Itu hanya tipu dayamu kan, untuk menarik perhatianku kembali. Kamu akan datang saat hari pernikahan kami dan mengacaukan---" Kalimat Heru disela.
"Aku tidak meminta hal lain. Hanya hak asuh Pino dan..." Dira menghentikan kata-katanya sejenak.
"Dan?" Heru mengernyitkan keningnya.
"Umpatan." Jawab Dira dengan ekspresi wajah yang berubah."Dasar anj*ng kawin sialan! Saat aku makan mie instan di rumah, kamu makan spaghetti dengan anj*ng chihuahua (Soraya). Jujur saja, jika bukan karena dijodohkan dan mantanku ketahuan di tempat tidur dengan wanita lain. Aku tidak akan sudi menikah denganmu! Gayamu saja yang elit! Aslinya Ekonomi sulit!"
"Dira!" Heru membentak, rasa berat di dadanya bagaikan hilang seketika.
"Apa!? Dasar genderuwo! Tidak! Genderuwo lebih berakhlak darimu. Setidaknya meniduri genderuwo akan mendapatkan kekayaan. Nah! Tidur denganmu, hidupku melarat, badanku kurus kering! Dasar sial!"
Suara omelan Dira yang membengkakan telinga. Mungkin itulah yang akan menjadi hal yang membuat Heru kangen nantinya...Eh salah, benci nantinya.
gedek banget sama tu anak
,😡
👍🌹❤️🙏