Saphira Aluna, gadis berusia 18 tahun yang belum lama ini telah menyelesaikan pendidikannya di bangku sekolah menengah atas.
Luna harus menelan pil pahit, ketika detik-detik kelulusannya Ia mendapat kabar duka. Kedua orang tua Luna mendapat musibah kecelakaan tunggal, keduanya pun di kabarkan tewas di tempat.
Luna begitu terpuruk, terlebih Ia harus mengubur mimpinya untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.
Luna kini menjadi tulang punggung, Ia harus menghidupi adik satu-satunya yang masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah menengah pertama.
Hidup yang pas-pasan membuat Luna mau tak mau harus memutar otak agar bisa terus mencukupi kebutuhannya, Luna kini tengah bekerja di sebuah Yayasan Pelita Kasih dimana Ia menjadi seorang baby sitter.
Luna kira hidup pahitnya akan segera berakhir, namun masalah demi masalah datang menghampirinya. Hingga pada waktu Ia mendapatkan anak asuh, Luna malah terjebak dalam sebuah kejadian yang membuatnya terpaksa menikah dengan majikannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ina Ambarini (Mrs.IA), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jiwa Besar Seorang Nuka
Di sekolah Nuka, Nuka sudah keluar dari kelas. Ia hendak pulang ke rumah majikannya lagi, namun Nuka bingung bagaimana cara Ia pulang.
Di saku bajunya, Nuka hanya memiliki uang sepuluh ribu.
"Kalau Aku pulang naik angkot, ongkosnya cukup gak, ya?" Nuka masih mematung di tempatnya, Nuka berdiam diri di bawah pohon samping gerbang sekolahnya.
Nuka tahu arah jalan pulang, namun Ia tak tahu ongkos dari sekolah menuju rumah majikannya membutuhkan uang berapa banyak.
Nuka melihat ke arah langit, tampak awan hitam telah bergerombol.
"Ya udah deh, Aku jalan kaki dulu. Aku naiknya kalau nanti udah turun hujan aja, mudah-mudahan uangku cukup."
Nuka pun berjalan kaki, Ia menikmati perjalanannya seorang diri.
Hampir lima belas menit Nuka berjalan, Kakinya mulai terasa sakit.
Nuka memutuskan untuk berhenti sejenak, sekilas Nuka melirik ke bawah. Ia memperhatikan sepatunya yang lusuh, Nuka melihat alas sepatunya yang mulai menipis.
"Hemm, kuat ya sepatu. Kamu harus bertahan, sampai Kak Luna punya uang buat beli sepatu baru!" Gumam Nuka.
Nuka melanjutkan kembali perjalanannya, Ia berjalan dengan hati-hati agar sepatunya tak semakin bertambah rusak.
Di tempat lain, Khafi mendapat telepon dari Selina yang mengabarkan bahwa kedua anaknya belum pulang dari sekolah.
Selina dan Khafi tak sempat meminta nomor ponsel Luna, sehingga Mereka tak dapat menghubungi Luna dan menanyakan keberadaan ketiganya.
Khafi berprofesi sebagai arstitek, dan Ia juga memiliki bisnis di bidang properti. Khafi memiliki bisnis berupa perumahan elit di beberapa kota besar di Indonesia, Khafi pun menjual jasanya sebagai arsitek dan setiap desain yang di gambarnya tak pernah mengecewakan.
Di usinya saat ini, Khafi begitu sukses. Hal itulah yang membuat para wanita tertarik padanya, namun nyatanya Khafi adalah seorang pria yang setia pada satu wanita, yaitu Selina.
Ketika mendengar sang istri mengidap penyakit yang mematikan, saat itulah Khafi begitu hancur.
Serangkaian pengobatan Khafi usahakan untuk kesembuhan istri tercinta, Khafi bahkan memutuskan untuk tak mengambil banyak pekerjaan agar dapat memiliki waktu lebih lama bersama istrinya.
Mendengar kedua anaknya belum juga pulang dari sekolah, Khafi segera pulang dan bermaksud untuk mendatangi sekolah kedua anaknya.
Khafi merasa khawatir, tak biasanya kedua anaknya pulang terlambat.
Saat masih di antar jemput oleh supir, kedua anaknya selalu pulang tepat waktu.
Namun ketika bersama Luna, kedua anaknya untuk pertama kalinya terlambat pulang ke rumah.
Hal itu sempat membuat Khafi kesal, namun Ia memutuskan untuk mencari tahu terlebih dulu apa yang membuat kedua anaknya pulang terlambat.
Ditengah perjalanan, Khafi menajamkan penglihatannya. Ia melihat sosok yang tak asing baginya, Khafi meminggirkan mobilnya dan melihat ke arah belakang.
"Itu kayak adiknya Luna. Kenapa Dia jalan kaki?" Khafi membuka jendela mobilnya, dan bermaksud untuk memanggil Nuka.
"Nuka!" Panggil Khafi ketika Nuka berjalan di samping mobilnya.
Nuka menoleh, dan melihat Khafi yang berada didalam mobil.
"Oh, Pak Khafi." Nuka berjalan mendekati jendela mobil Khafi.
"Kamu kenapa jalan kaki?" Tanya Khafi.
Nuka sempat terdiam, lalu Ia terlihat tersenyum pada Khafi.
"Nggak apa-apa, Pak. Lagi pengen jalan kaki saja," jawab Nuka, Ia menutupi alasan yang sebenarnya.
Khafi tak menimpal, lalu Ia meminta Nuka untuk masuk ke dalam mobilnya.
"Masuk! Pulang sama Saya!" Pinta Khafi.
Nuka tampak senang, namun Ia masih merasa sungkan.
"Tapi apa gak merepotkan Bapak?" Tanya Nuka.
"Nggak. Cepat masuk!" Pinta Khafi.
Nuka mengangguk, Ia merasa beruntung karena bertemu dengan majikannya.
"Alhamdulillah," ucap Nuka saat sudah berada di dalam mobil.
Khafi memperhatikan keringat di kening Nuka, Ia juga tak sengaja melihat sepatu Nuka yang terlihat jebol di bagian depannya.
Khafi melanjutkan kembali perjalanannya, Ia juga mencoba untuk kembali bertanya pada Nuka.
"Kamu kenapa jalan kaki?" Tanya Khafi lagi.
"Emm, nggak kenapa-kenapa, Pak. Iseng aja," dalih Nuka.
"Kamu bohong, Nuka. Masih kecil jangan di biasakan berbohong, apalagi sama orang yang lebih tua dari Kamu!" Seru Khafi, Ia yakin bahwa Nuka berbohong padanya.
"Emm, iya maaf, Pak. Sebenarnya, Nuka jalan kaki karena takut ongkos buat naik angkotnya kurang. Nuka gak tahu ongkos dari sekolah ke depan perumahan Bapak berapa, Nuka cuma punya uang sepuluh ribu." Nuka menjelaskan, tak tampak raut kesedihan di tunjukkan oleh Nuka.
"Anak ini, Dia gak keliatan sedih. Berjiwa besar!" Seru Khafi dalam hatinya.
"Oh, memangnya Kakak Kamu gak ngasih uang?" Tanya Khafi.
"Ada, Pak. Sepuluh ribu ini dari Kak Luna, katanya Uang Kak Luna tinggal dua ratus ribu lagi. Kalau Aku bawa uang banyak, takut gak cukup uangnya sampai gajian. Kasihan Kak Luna juga," jawab Nuka apa adanya.
Khafi terdiam, entah mengapa tiba-tiba Ia teringat pada masa lalunya bersama kedua orang tuanya.
Dulu, orang tua Khafi pun bukanlah dari kalangan berada. Khafi dan kedua orang tuanya sama-sama berjuang dari titik terendah, hingga Khafi dapat menyelesaikan pendidikannya di universitas.
Khafi juga sempat mengalami, apa yang dialami oleh Nuka saat ini.
Hal itu membuat Khafi terenyuh, Ia melihat sosok dirinya pada diri Nuka.
"Belajar yang rajin! Raih cita-citamu, biar bisa bahagiain Kakak Kamu!" Pinta Khafi.
Nuka tersenyum, Ia menganggukkan kepalanya dengan yakin.
"Iya, Pak. Nuka juga udah janji sama Bapak, Ibu, sama Kak Luna juga. Nuka bakal belajar dengan rajin, biar nanti Nuka bisa mengangkat derajat Kakak Nuka. Kak Luna adalah malaikat bagi Nuka, Dia begitu pentung buat Nuka.
Dan Bapak tahu, kenapa Nuka berhemat?" Tanya Nuka, Ia mulai merasa tak canggung berbicara dengan majikannya.
"Kenapa emangnya?" Tanya Khafi yang terlihat mulai bisa berbaur dengan Nuka.
"Karena Nuka mau kasih hadiah sama Kak Luna, tiga hari lagi Kak Luna ulang tahun, Pak. Mudah-mudahan Nuka bisa kasih hadiah," tutur Nuka.
"Emm, emangnya Kamu mau kasih apa sama Kakak Kamu?" Tanya Khafi.
"Dari dulu Kak Luna pengen banget hp yang bagus, karena sekarang Kak Luna cuma pakai hp jadul yang cuma bisa kirim pesan sama telepon aja." Nuka menjawab sembari tertawa kecil.
Khafi pun tampak ikut tertawa, Ia melihat jiwa besar pada diri Nuka.
"Kamu punya hp, gak?" Tanya Khafi.
Nuka menggelengkan kepalanya, namun lagi-lagi tak tampak raut sedih di wajah Nuka.
"Kalau Kak Luna aja gak punya hp bagus, masa Nuka punya. Bapak nih bisa aja kalau nanya," ujar Nuka.
Khafi tertawa, tiba-tiba saja Ia terpikir sesuatu.
Khafi membelokkan mobilnya menuju sebuah pusat perbelanjaan, Nuka pun terkejut.
"Loh, Pak. Ini kan Mall, ya? Kok Kita ke sini?" Tanya Nuka yang dalam hatinya Ia sangat ingin masuk ke dalam Mall seperti teman-temannya.