Enzio Alexander Pratama, pria 28 tahun dengan kekayaan dan status yang membuat iri banyak orang, ternyata menyimpan rahasia kelam—ia impoten.
Sebuah kecelakaan tragis di masa lalu merampas kehidupan normalnya, dan kini, tuntutan kedua orangtuanya untuk segera menikah membuat lelaki itu semakin tertekan.
Di tengah kebencian Enzio terhadap gadis-gadis miskin yang dianggapnya kampungan, muncul lah sosok Anna seorang anak pelayan yang berpenampilan dekil, ceroboh, dan jauh dari kata elegan.
Namun, kehadirannya yang tak terduga berhasil menggoyahkan tembok dingin yang dibangun Enzio apalagi setelah tahu kalau Anna adalah bagian dari masa lalunya dulu.
Bahkan, Anna adalah satu-satunya yang mampu membangkitkan gairah yang lama hilang dalam dirinya.
Apakah ini hanya kebetulan, atau takdir tengah memainkan perannya? Ketika ego, harga diri, dan cinta bertabrakan, mampukah Enzio menerima kenyataan bahwa cinta sejati sering kali datang dari tempat yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. DuaPuluhSembilan
Ibu Sumi berdiri di ruang tengah dengan wajah merah padam, matanya menatap tajam ke arah Anna yang berdiri di hadapannya dengan ekspresi datar.
“Anna! Bagaimana bisa kamu membiarkan tuan muda pergi begitu saja?! Pesta pernikahan akan dilaksanakan lusa! Setidaknya dia bisa tinggal lebih lama agar bisa menyaksikannya!” bentaknya penuh emosi.
Anna hanya menghela nafas panjang, tidak tertarik untuk berdebat. Ia tahu, percuma saja menjelaskan sesuatu kepada Ibu Sumi jika wanita itu sudah dalam kondisi seperti ini.
“Enzio punya urusan yang lebih penting, Bu. Aku tidak bisa menahannya lebih lama,” jawabnya tenang.
“Lebih penting? Apa yang lebih penting dari keluarga kita?! Dia datang karena perintah orang tuanya, bukan? Seharusnya ada disini, melihat acara pernikahan besok!”
Anna tidak menjawab. Ia hanya menundukkan kepala, menahan diri agar tidak membalas perkataan Ibu Sumi dengan nada tinggi.
“Sudahlah, Bu. Enzio sudah pergi, mau dipermasalahkan juga percuma,” ujarnya sebelum berbalik dan berjalan menuju kamarnya, membiarkan Ibu Sumi mengoceh sendirian.
Begitu sampai di dalam kamar, Anna menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur. Kepalanya terasa berat. Ia tidak ingin membahas soal Enzio, tidak ingin memikirkan apapun yang berhubungan dengan pria itu.
Tak lama kemudian, pintu kamar diketuk pelan. Sebelum Anna sempat menjawab, seseorang masuk dengan hati-hati.
“Mba? Aku masuk ya?”
Anna menoleh. Bunga, adik angkatnya, melangkah masuk dengan ekspresi cemas. Gadis itu membawa secangkir teh hangat, lalu duduk di tepi tempat tidur.
“Aku bawakan teh, Mba. Biar tenang,” katanya lembut sambil menyodorkan cangkir itu.
Anna menatapnya sejenak, lalu menerima teh itu tanpa berkata apa-apa. Ia menghirup aromanya, lalu menyesapnya perlahan. Hangatnya sedikit meredakan ketegangan yang ia rasakan.
Bunga tersenyum kecil. “Ibu memang seperti itu, Mba. Dia terlalu peduli, makanya kadang jadi marah-marah. Tapi dia sebenarnya hanya ingin semuanya berjalan dengan baik.”
Anna menghela napas. “Mba tahu, Bunga. Mba cuma lelah.”
Bunga menatapnya penuh perhatian. “Mba terlalu banyak memikirkan orang lain. Coba sesekali pikirkan diri Mba sendiri. Mba bahagia nggak ada di sini?”
Pertanyaan itu membuat Anna terdiam. Ia tidak langsung menjawab.
Bunga menepuk lembut tangan Anna. “Kalau ada yang mengganggu pikiran Mba Anna, aku selalu ada buat Mba. Aku tahu Mba Anna orangnya kuat, tapi bukan berarti Mba harus menanggung semuanya sendirian.”
Anna tersenyum tipis. Kehangatan yang diberikan Bunga membuatnya merasa sedikit lebih baik.
“Terima kasih, Bunga. Aku beruntung punya adik sepertimu,” katanya lirih.
Bunga tersenyum lebar. “Selalu, Mba! Aku akan selalu ada buat Mba.”
Anna menyesap tehnya lagi, berusaha menenangkan pikirannya. Meskipun beban di hatinya belum sepenuhnya hilang, setidaknya ia tahu bahwa ia tidak sendiri.
“Apa boleh aku mengatakan sesuatu Mba?” ucap Bunga malu-malu.
“Tentu saja boleh,” jawab Anna.
Bunga mendekati Anna dan berbisik. Anna terkejut mendengar ucapan adik angkatnya itu.
“Apa?” pekiknya.
___________
Hari yang ditunggu akhirnya tiba. Rumah Ibu Sumi dipenuhi dengan para tamu yang datang untuk menghadiri pernikahan putrinya.
Seluruh warga desa berkumpul, berdesakan ingin menyaksikan acara sakral ini. Suasana riuh dengan suara orang-orang yang berbincang dan memberikan selamat pada keluarga mempelai.
Pak penghulu sudah tiba. Kini, mereka hanya tinggal menunggu kedatangan mempelai pria. Dan tak lama kemudian, Arman muncul bersama kedua orangtuanya.
Pria itu tampak gagah dalam balutan baju pengantin. Dia duduk dengan tenang di hadapan penghulu, siap untuk mengucapkan ijab kabul.
Lalu, seorang gadis dengan wajah tertutup cadar keluar dari dalam rumah. Dia melangkah pelan, duduk di samping Arman dengan anggun.
Pak penghulu menatap mereka berdua. “Apakah semuanya sudah siap?” tanyanya.
Arman mengangguk mantap. Gadis di sampingnya juga ikut mengangguk pelan.
Maka, acara pun dimulai.
Pak penghulu mulai membacakan ijab kabul dengan khidmat. Namun, tepat ketika Arman hendak menjawab pintu rumah terbuka dengan keras.
Semua orang menoleh dengan kaget. Dan di sana, berdiri Enzio dengan napas memburu.
“Hentikan pernikahan ini!”
Suasana hening seketika. Semua mata kini tertumpu pada pria tampan yang baru saja datang dengan ekspresi panik.
Ibu Sumi bangkit dari tempat duduknya, terkejut.
“Tuan Enzio?!”
Namun, Enzio tidak menggubris siapa pun. Tatapannya tajam tertuju pada mempelai wanita. Tanpa berpikir panjang, dia maju dan berdiri di hadapan penghulu.
“Aku tidak terima pernikahan ini! Anna tidak boleh menikah dengan pria lain!”
Semua orang tercengang. Beberapa ibu-ibu mulai berbisik-bisik, sementara para pria melihat ke arah Enzio dengan tatapan bingung.
Arman mengernyitkan dahi.
“Apa maksud kamu?” tanyanya.
Ibu Sumi buru-buru maju dan berdiri di hadapan Enzio. “Tuan Enzio, sepertinya ada kesalahpahaman di sini!” ucapnya.
Enzio mengerutkan alis. “Apa maksud Ibu?”
Ibu Sumi menarik napas panjang. “Yang menikah hari ini bukan Anna… tapi Bunga, adik angkatnya!”
Enzio membelalak.
“Apa? Bukan Anna?” Dia buru-buru menoleh ke arah mempelai wanita, matanya membesar.
Astaga. Benar saja, meskipun memakai cadar, gadis itu bukan Anna!
Semua tamu mulai tertawa kecil.
Beberapa orang bahkan mengerutkan dahi, bingung kenapa Enzio bisa melakukan kesalahan sebesar ini.
Enzio merasa wajahnya panas. Ini benar-benar memalukan.
“Sial…”gumamnya.
Sementara itu, dari dalam rumah, Anna yang mendengar suara ribut-ribut segera keluar untuk melihat apa yang terjadi.
Dan saat dia melihat Enzio berdiri di tengah-tengah acara pernikahan dengan wajah merah padam.
“Astaga, Zio! Apa yang kamu lakukan di sini?!”
Enzio menoleh cepat. “Anna!”
Tanpa pikir panjang, Anna melangkah cepat ke arahnya dan menarik tangannya kasar.
“Ayo ikut aku!”
Sebelum Enzio bisa berkata apa-apa, Anna sudah menariknya keluar rumah dengan paksa.
Pak penghulu menghela napas panjang sambil geleng-geleng kepala.
“Mari kita lanjutkan ijab kabulnya.”
________
Anna berdiri dengan tangan di pinggang, menatap Enzio tajam.
“Apa-apaan ini?!” bentaknya.
Enzio menggaruk belakang kepalanya, masih malu dengan kesalahannya.
“Aku pikir kamu yang akan menikah dengan Arman,” jawabnya pelan.
Anna mendengus keras. “Dan kamu pikir kamu bisa masuk seenaknya dan menghentikan pernikahanku?”
Enzio mengangkat bahu santai. “Kalau itu memang pernikahanmu, ya tentu saja. Aku akan melakukannya!”
“Enzio, kamu gila!”
Enzio menatap Anna dengan intens. “Aku hanya tidak mau kehilanganmu.”
Anna terkejut. Nadanya begitu serius, begitu dalam. Namun, Anna tidak ingin luluh begitu saja.
“Kamu sadar sudah mempermalukan dirimu sendiri, kan?” tanyanya sinis.
Enzio menyeringai. “Setidaknya aku tidak kehilanganmu.”
Anna memijat pelipisnya. “Zio, aku tidak tahu harus tertawa atau menangis melihat kelakuanmu.”
Enzio mendekat, membuat Anna mundur selangkah. “Kamu harusnya tersentuh.”
Anna memutar bola mata. “Tersentuh karena kamu salah orang?”
Enzio tertawa kecil, lalu mengangkat bahunya. “Aku sudah terlanjur panik. Kamu membuatku khawatir.”
Anna menghela napas. Namun, di dalam hatinya, dia tidak bisa menyangkal. Tindakan bodoh Enzio ini membuatnya tersenyum kecil.
Dan meskipun dia kesal, Dia juga merasa sedikit bahagia. Karena pada akhirnya. Enzio tetap datang untuknya.
“Anna.” Panggilnya pelan.
“Apa!” serunya kesal.
“Ayo menikah!”
🤣🤣 Kasihan Zio kena prank