"Bagaimana mungkin Yudha, kau memilih Tari daripada aku istri yang sudah bersamamu lebih dulu, kau bilang kau mencintaiku" Riana menatap Yudha dengan mata yang telah bergelinang air mata.
"Jangan membuatku tertawa Riana, Kalau aku bisa, aku ingin mencabut semua ingatan tentangmu di hidupku" Yudha berbalik dan meninggalkan Riana yang terdiam di tempatnya menatap punggung pria itu yang mulai menghilang dari pandangan nya.
Apa yang telah terjadi hingga cinta yang di miliki Yudha untuk Riana menguap tidak berbekas?
Dan, sebenarnya apa yang sudah di perbuat oleh Riana?
Dan apa yang membuat persahabatan Tari dan Riana hancur?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwiey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Words "I Love You"
Yudha masih berdiri di tempatnya, matanya menatap lurus ke arah Tari yang duduk di sofa di hadapannya. Tangannya mengepal menahan amarah.
“Apa saja yang sudah terjadi sebelum aku datang?”
Tari menegakkan punggung nya, menghela napas panjang, kesal dengan Yudha yang bertanya hal yang sudah ia jawab sebelumnya. “Kan aku sudah bilang nggak ada yang terjadi, nggak perlu meributkan hal yang sepele. Kau membuat kepala ku sakit sejak tadi.”
Yudha memejamkan mata, mencoba mengatur emosinya "Lalu apa yang dia lakukan dengan tidur di sampingmu?,”
Tari memutar bola matanya. “Aku nggak tau gimana dia bisa tidur deket aku, tapi mungkin dia cuma ketiduran. Nggak terjadi apapun di antara kami.”
Yudha menggeram pelan. “Dan kau menyuruhku untuk jangan mempermasalahkan nya, aku melihat tatapan nya padamu. Bajingan itu menyukaimu,”
Mendengar ucapan Yudha, Tari mendongak menatapnya tajam. “Jangan membuatku marah lebih dari ini, dan kalau kau datang kesini cuma buat marah-marah kek gini, mending kau tutup mulutmu dan pergi dari rumah ku.”
Tubuh Yudha menegang, ia membuka mulutnya untuk membantah, tapi Tari melanjutkan, suaranya semakin tajam.
“Aku memang menyukaimu, tapi itu tidak memberimu izin untuk mengatur apa yang boleh dan tidak boleh aku lalukan.”
Yudha sepenuhnya terdiam, dadanya berdenyut saat mendengar kata-kata tajam dari Tari.
Tari menghela napas panjang, lalu berjalan melewati Yudha menuju meja makan. Pandangannya jatuh pada kantong makanan yang di tangan pria itu, sebelum mendengus kecil.
“Lain kali, pastikan kau tahu keadaannya dulu sebelum bertindak seperti ini,” gumamnya pelan, suaranya terdengar lelah.
Yudha berbalik dan meletakkan makanan yang dibawanya ke atas meja. Tatapannya sendu. “Maaf Tari… Aku hanya nggak suka lihat dia di sini.”
Tari menoleh, menatapnya dalam diam sejenak. Ekspresinya melembut. “Aku tahu.” Ia menarik napas dalam. “Kau nggak harus percaya padanya, tapi setidaknya… percayalah padaku.”
Yudha menatapnya lama, sebelum akhirnya mengembuskan napas panjang dan melangkah mendekat. Perlahan, ia merengkuh Tari ke dalam pelukannya, memeluknya dengan erat.
“Aku percaya padamu,” bisiknya lirih.
Tari membalas pelukan itu lebih erat. Ia menghirup dalam-dalam aroma yang begitu dirindukannya. Dalam dekapan itu, ia merasa tenang, perasaan nya menjadi lebih baik. Perutnya yang terasa kaku pun mulai membaik, mungkin ini respon anak di kandungan nya.
“Kau sudah makan?” tanyanya pelan.
Hening sejenak.
“Aku sudah sarapan tadi pagi, untuk selanjutnya aku ingin makan bersamamu.”
Tari perlahan melepaskan pelukannya lebih dulu, menatap Yudha dengan lembut.
“Aku lelah, ayo temani aku istirahat di kamar.”
Yudha menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk. Ia mengikuti Tari dengan berpegangan tangan berjalan menuju kamar.
Tari melepaskan genggaman tangannya dan Perlahan merebahkan tubuhnya di tempat tidur, dan tanpa banyak kata, Yudha ikut merebahkan dirinya di sampingnya.
Hening menyelimuti mereka untuk beberapa saat.
Tari menyampingkan tubuhnya, “Kau ingat saat pertama kali kita bertemu?”
Yudha yang sejak tadi tidak melepaskan pandangan dari Tari tersenyum lembut. Ia terkekeh kecil. “Tentu saja aku ingat, bagaimana mungkin aku lupa dengan wanita yang menatapku seolah menatap kuman,”
Tari ikut tersenyum kecil, lalu beralih menatap langit-langit kamarnya. “Saat itu aku benar-benar merasa bahwa kau akan mengambil Riana dariku. Tapi sekarang malah aku yang mengambilmu dari Riana, kalau dipikir-pikir sangat ironis bukan.”
Yudha menghela napas, menatap wajah Tari dengan lembut. “Nggak seperti itu, tidak ada yang merebut siapa dari siapa.”
Tari tersenyum kecil mendengar nya. ”Hei, aku sudah berpikir, kata-katamu selalu terdengar melankolis. Aku ingin memasukkan nya kedalam novel terbaruku,"
Yudha terkejut dan tertawa kecil, "Lalu apa kau juga akan memasukkan namaku kedalamnya?,"
Mata Tari membelalak, "Yud! Ide bagus, aku akan memasukkan namamu kedalam novelku,"
"Lakukan lah hal yang membuatmu senang Tari," Balas Yudha tersenyum lembut, tangannya terangkat meraih pipi Tari dan mengusapnya pelan.
"Dari semua nya, pipi mu lah yang semakin membengkak,"
Tari menatap tajam pada Yudha yang tersenyum senang karena berhasil menggoda nya, "Berhenti," Ujarnya sambil menampar bahu Yudha dengan kuat.
Yudha meringis kecil karenanya, ia kemudian bergerak, menyesuaikan posisi wajahnya berhadapan dengan wajah Tari. Ia ingin menatap lekat tiap inci darinya. Ia mengulurkan tangannya, mengusap rambut pendek Tari dengan lembut.
“Aku nggak sabar untuk melihat anak kita,”
Tari tersenyum tipis dengan ekspresi wajah sendu, lalu mengangkat tangannya, membiarkan jemarinya menyentuh perutnya yang masih rata. “Aku harap bisa melihatnya kali ini.”
Yudha ikut menatap perut Tari, kemudian meletakkan tangannya di atasnya. "Aku mendengar cerita tentangmu dari Riana, jangan tersinggung. Tapi apa Ade adalah mantan pacar yang disebutkan nya?,"
Mata Tari membelalak, tidak menyangka dengan apa yang didengar nya. "Kau tau tentang masa laluku?"
Yudha menggenggam tangannya, mengecupnya singkat sebelum tersenyum kecil. “Aku tau, tapi aku tak tau jika pria itu adalah Ade. Jika aku tau, sejak awal aku bertemu dengannya, aku akan melakukan segalanya untuk membuatnya jauh darimu.”
Tari menghela napas panjang, menatap Yudha dengan ekspresi yang sulit diartikan.
“Kau mau aku menceritakannya?,” ucapnya pelan.
Yudha menggenggam tangannya lebih erat. "Ceritakan jika kau siap, aku tidak akan memaksamu."
Tari menarik napas dalam sebelum mulai berbicara. Ekspresi nya terlihat sendu. “Aku dan Ade… memang pernah berpacaran saat kami sekolah dulu. Dan bisa dibilang dia juga cinta pertamaku.”
Yudha diam, membiarkan Tari melanjutkan.
“Aku bertemu dengannya di awal tahun SMK. Dia orang yang sangat baik karena itu tak mungkin aku tidak menyukainya.”
Tari menunduk, matanya menatap tangannya yang kini bertaut dengan tangan Yudha.
“Lalu setelah kurang lebih 2 tahun kami berpacaran, mulai banyak rumor buruk tentang dia. Tapi aku menghiraukannya, memang di dunia ini siapa yang mempunyai sifat yang sempurna. Lalu karena semakin mencintainya, aku akan selalu memaafkannya bahkan aku menyerahkan semuanya padanya.”
Yudha terdiam sepenuhnya, mendengar cerita dari Tari membuatnya yakin bahwa dulunya bahwa ... Dadanya berdenyut, saat pemikiran itu muncul di kepalanya. “Tidak ada yang salah dengan itu, apa saja bisa dilakukan seseorang demi cinta.”
Yudha merasakan jemari Tari sedikit gemetar dalam genggamannya. Ia menggenggam tangan itu lebih erat lagi.
“Kemudian, tak lama aku hamil.”
Yudha terdiam. Napasnya seolah tertahan di tenggorokan nya.
Tari menghela napas panjang sebelum melanjutkan, suaranya semakin pelan. “Jika orang lain akan ketakutan dan panik, beda halnya denganku. Aku bahagia karena kupikir bisa memiliki keluarga yang aku inginkan bersama Ade.”
Suara Tari terdengar bergetar, tangan nya meraih Yudha mendekat dan memeluknya dengan erat. Menenggelamkan wajahnya pada leher suaminya.
“Aku mendadak pingsan dan saat aku bangun, yang aku tau ternyata aku mengalami keguguran. Saat itu aku merasa dunia runtuh menimpaku. Dan beberapa bulan setelahnya nenekku meninggal dunia. Ade... Pria itu... Saat aku sangatlah membutuhkan nya dia tak pernah menemaniku, dan akhir nya dia memutuskan ku tanpa alasan yang masuk akal.”
Air mata Tari perlahan mengalir. "Dan sejak itu aku tak pernah lagi bertemu dengannya hingga saat ini. Saat itu orang yang membantuku untuk berdiri adalah Riana, dia satu-satunya orang yang ada disampingku saat itu. Karena itu aku sangatlah tidak rela jika harus kehilangan dia Yudha."
"Nyutt" Perasaannya terluka, Yudha merasakan sakit di dadanya.
Air mata Yudha mulai menetes. 'Apa ini yang selama ini kau rasakan Tari?,'
“Perlahan aku bangkit dengan banyak bantuan dari Riana, karena itu aku merasa bersyukur dan berterimakasih karenanya.”
Tari menghela napas dan melepaskan pelukannya, menatap Yudha dengan mata yang berlinang air mata. Tari tersenyum simpul melihat Yudha yang ikut meneteskan air mata bersamanya. “Seiring waktu berjalan dan kau tau sendiri lanjutannya. Cerita selanjutnya adalah saat pertama kali kita berdua bertemu.”
Yudha menatapnya dalam-dalam, tangannya terangkat untuk menyentuh wajah Tari dengan lembut.
“Selain Riana, aku juga ada disini sekarang. Dan sebentar lagi akan hadir anak kita,” bisiknya pelan.
Tari menatap Yudha dengan tatapan cinta, ia mengangguk pelan, lalu menyandarkan kepalanya di dada pria itu.
Yudha kembali memeluknya erat, berharap Tari mengetahui seberapa besar cinta yang dimilikinya untuknya.
“Aku mencintaimu,"
Matanya membelalak, Yudha tersenyum senang mendengarnya. Perasaan nya terasa membuncah. Ia mengecup puncak kepalanya dengan lembut. “Butuh waktu yang lama dan banyaknya kata-kata mutiara untuk mendengarnya darimu.”
Tari tertawa kecil karenanya, ia memejamkan matanya, menikmati tiap kecupan cinta yang di berikan Yudha untuknya.