Novel ini menggunakan POV 1 (Lydia). Apabila ada yang mengatakan arti keluarga adalah motivator terbaik, tempat memberikan ketenangan, tempat bersandar paling nyaman. Nyatanya itu semua tidak di dapatkan oleh Lydia. Ia terpaksa mengambil keputusan bekerja menjadi pembantu. Bukan karena dia kekurangan uang, hanya saja Lydia merasa bahwa rumah masa kecilnya sudah tidak senyaman dulu.
Lydia adalah anak sulung dari tiga bersodara, usianya kini sudah 36tahun, tiga adik perempunya sudah menikah. Hanya ia sendiri yang belum menemukan jodohnya. Gunjingan dari tetangganya terus ia dengar hingga ia tidak kerasa lagi tinggal dikampung halamannya dan juga keluarga. Mirisnya lagi bukan hanya tetangga, tetapi ketiga adiknya pun seolah memusuhi dirinya dengan alasan ia akan merebut suami mereka. Rumah dan lingkungan yang dulu nyaman, kini menjadi tempat yang ingin ia hindari.
Mampukah Lydia mendapatkan arti keluarga yang sesungguhnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ocybasoaci, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tawaran dari Aarav
Aku melihat jam di ponselku, di mana saat ini jam sudah menunjukan pukul sebelas malam, yang itu tandanya satu jam lagi menujukan dini hari, tetapi mataku justru tidak bisa terpejam. Aku benar-benar masih teringat ucapan majikan aku tadi saat kita makan malam bersama. Padahal biasanya kalau perutku kenyang dan aku dalam keadaan cape aku akan cepat terlelap, tetapi tidak malam ini, di mana justru rasa mengantukku hilang menguai entah ke mana.
Pikiranku terus terjebak di obrolan dua jam yang lalu bersama majikan aku. Setiap kata yang ke luar dari bibirnya masih terngiang ngiang dalam ingatanku.
"Kalau gitu, gimana kalau kita nikah saja!" Itu adalah ucapan Aarav yang membuat aku terus saja terjebak dan tidak bisa tidur. Saat itu aku beberapa kali mengerjapkan kedua mataku, tidak percaya dan juga kaget kenapa Aarav bisa berpikir ingin menikahi aku. Sedangkan kita baru kenal.
Untuk beberapa saat aku mematung, mencerna ucapan Aarav. Apa menikah dalam pikiran dia segampang ini? Baru kenal, tetapi langsung mengajak nikah? Dia saja belum kenal aku secara lebih dalam dan juga belum tahu seluk beluk aku dan keluargaku. Dalam batinku aku masih tidak menyangka kalau Aarav akan mengajakku menikah secepat ini.
"Maaf Mas, pengertian nikah menurut Anda seperti apa? Kenapa Anda dengan cepat memutuskan menikah? Bukankah Anda pernah mengalami kegagalan dalam biduk pernikahan dan seharusnya Anda berhati-hati karena takutnya nanti akan ada kegagalan untuk ke dua atau tiga kalinya." Aku mencoba menanggapi ucapan majikan aku, meskipun jujur dalam batiku aku tidak menyukai cara Aarav yang menurut aku terlalu sembrono, grasak grusuk.
Bagaimana aku tidak berpikir kalau majikan aku grasak-grusuk, karena keteledoranya membuat kerja sama yang rumit. Kita harus memikirkan jangka panjangnya dan justru majikan aku sendiri di buat pusing dengan rencana dirinya di awal itu. Aku pun tidak pernah menyangka akan terjebak dalam permainan ini.
Untuk sesaat aku bisa melihat kalau Aarav juga berpikir sebelum menjawab pertanyaan dari aku.
"Nikah itu ibadah. Ibadah yang mulia dan suci, menikah juga merupakan ibadah terpanjang," jawab Aarav dengan suara yang terdengar lirih.
Aku mengangguk membenarkan ucapan Aarav. "Yah saya setuju menikah adalah ibadah terpanjang, pernikahan sejatinya bukan hanya menyatukan dua insan untuk membangun biduk rumah tangga saja, apa niat Mas untuk menikah sudah sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah? Menikah itu bukan hanya sehari, atau kalau sudah bosan dan tidak ada kecocokan bisa cerai seenaknya. Memang cerai diperbolehkan oleh Allah, tapi itu juga perbuatan yang paling di benci Allah dan disukai oleh setan. Jujur saya sangat mendambakan ada laki-laki yang datang ke keluarga saya untuk melamar dan dia adalah laki-laki single, tapi kalau tujuan Anda ingin menikah dengan saya hanya karena niat yang kurang baik, dan juga kurang persiapan dan keyakinan, saya lihat justru seperti sebuah permainan arti nikah ini. Apalagi kita kenal juga baru satu hari. Pasti Mas kelum tahu bagaimana sifat saya atau sebaliknya saya belum tahu sifat Anda. Jangan sampai seperti membeli kucing dalam karung. Saya ingin menikah itu sekali seumur hidup." Aku mejabarkan lebih detail cara pandang aku mengenai pernikahan.
Dan aku juga melihat sepertinya kalau majikan aku diam dan berpikir cukup lama dia tidak membalas ucapan aku, dan aku pun hampir meninggalkanya untuk istirahat, tetapi aku mengurungkanya karena ternyata obrolan masih berlanjut.
"Lalu apa itu tandanya kamu tidak mau menikah dengan aku. Aku pun merasa aku terjebak dengan sandiwara aku sendiri," ucap Aarav dengan suara yang lirih.
"Saya bukan tidak mau menikah dengan Anda Mas, tapi alangkah baiknya kita saling kenal dulu satu atau dua bulan, karena saya bukanlah wanita yang baik. Saya meiliki sifat keras kepala dan juga membangkang, banyak sifat buruk yang saya miliki dan saya tidak mau Anda menyesal menikahi saya, dan berujung perceraian. Saya ingin kalau sudah menikah maka mari saling perbaiki sifat buruk bersama, dan saling melengkapi agar kita terus bahagia hingga maut memisahkan kita. dan soal mantan istri Anda, tanpa kita berpura-pura mesra atau apalah itu saya yakin dia akan tahu sendiri, karena kebaikan tidak harus di pamerkan akan tahu juga, begitupun keburukan." Aku kembali membuat Aarav harus berpikir keras.
"Jujur aku pun dengan Siska berpacaran cukup lama tiga tahu, dan aku pun ingin terus bersama dia saat itu, tapi dia yang menghianati cinta aku, dan kalau bukan penghianatan cinta aku pun akan memaklumi kesalahan dia." Aarav membagikan sepenggal kisah tentang perjalanan cintanya dengan Siska.
"Aku rasa bisa dijadikan pelajaran dari kisah Anda dan Mbak Siska, klau selingkuh itu sangat membekas sakitnya. Aku rasa sudah dulu Mas obrolanya karena sudah hampir pukul sepuluh. Kita lanjut bicarakan lain kesempatan." Kita pun berpisah masuk ke kamar masing-masing.
Aku kembali menatap jam di dinding kamarku sekarang sudah jam dua belas. kedua mataku makin sulit untuk terpejam. Aku memutuskan berjalan ke samping jendela dan menatap indahnya malam dari balik jendela, di mana tadi sore aku menyaksikan indahnya senja. Kali ini dari tempat yang sama aku menatap indahnya langit malam bertabur bintang. Malam ini sangat cerah. Tapi kenapa aku merasakan kalau malam ini sangat mendung dan bahkan tidak bisa tertidur memikirkan ucapan Aarav beberapa jam yang lalu.
Apa Aarav di kamarnya juga merasakan hal yang sama tidak bisa tidur karena memikirkan ucapan aku? Atau dia sudah pulas ke alam mimpi?
Aku sekarang tengah merasakan kebimbangan, entah maksud Tuhan apa mendatangkan Aarav secara tiba-tiba dalam hidupku. Apakah dia adalah jodoh yang selama ini aku minta, atau justru dia hanya hadir untuk menambah masalahku saja.
Jujur aku terlalu takut untuk menikah, selain usia yang sudah tidak mudah lagi, aku pun takut ada kegagalan dan akan ada gunjingan yang lain yang aku terima. Sama halnya seperti sebelumnya aku takut nanti ketika bertemu seseorang ditempat umum maka masalah hidupku menjadi topik yang paling asik untuk di bahas, tanpa mereka sadari aku yang mereka bahas memeiliki batas kesabaran.
Aku terus mentap gelapnya malam dengan pikiran yang terbang membayangkan sesuatu yang belum tentu terjadi. Yah, lucu memang hidupku selalu saja takut melangkah padahal belum tentu yang aku takutkan terjadi. Sebegitu dalamnya rasa traumaku menjadi bahan olok-olokan warga hingga yang belum tentu terjadi aku takutkan lebih dulu.
"Ya Tuhan aku selalu percaya bahwa jodoh pasti akan mendekat, aku ingin kalau memang Aarav adalah jodohku maka mudahkan segala urusannya, dan jadikan pilihan dari Engkau adalah terakhirku, dan juga jodoh dunia akhiraku"