Terlahir dari keluarga berada dan putri bungsu satu satunya, tidak menjamin hidup Sabira Rajendra bahagia.
Justru gadis cantik yang berusia 18 th itu sangat di benci oleh keluarganya.
Karena sebelum kelahiran Sabira, keluarga Rajendra mempunyai anak angkat perempuan, yang sangat pintar mengambil hati keluarga Rajendra.
Sabira di usir oleh keluarganya karena kesalahan yang tidak pernah dia perbuat.
Penasaran dengan kisah Sabira, yukkkk..... ikuti cerita nya..... 😁😁😁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon devi oktavia_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
"Sabira.... Jam segini loe dari mana? kenapa baru pulang, dan loe mengendap endap seperti maling, apa yang loe lakuin anak tak berguna! " bentak Kaifan melihat kedatangan Sabira yang mengendap endap melewati pintu belakang yang terhubung dengan dapur.
Sabira kaget, namun kembali berusaha menormalkan keterkejutannya.
Pada akhirnya Sabira berdiri dengan tenang.
"Aku baru pulang sekolah." sahut Sabira tenang.
"Sekolah macam apa yang pulang sampai malam haa, loe jangan bohong Bira, loe pikir gue bisa loe tipu, mau jadi anak berandalan, atau perempuan murahan loe di luar sana! " kata kata Kaifan sangat menusuk hati Sabira.
Mata cantik Sabira lansung menutup mendengar ucapan abang pertamanya itu.
"Apa pun yang aku ucapkan tidak akan pernah abang percaya, yang abang tau aku hanya pembangkang, berandalan, perusak, atau apa lah, tapi sebelum abang bicara lebih baik abang cari tau dulu."
"Apa bang perduli dengan yang aku lakukan, bagaimana sekolah ku, apa yang terjadi di sekolah, aku anak bodoh atau anak berprestasi, abang tau aku sakit atau tidak, mana abang perduli sama aku, aku kan cuma pembawa sial buat abang."
Plak....
Satu tamparan keras melayang ke pipi mulus Sabira, saking kerasnya tamparan Kaifan itu, hingga kepala Sabira sampai berpaling dengan kencang ke arang kira, dan pipi sebelah kanan lansung memerah dan sedikit bengkak, darah segar keluar dari sudut bibir Sabira.
Sabira tersenyum pahit menatap abangnya penuh kecewa dan tangan kanannya ngusap darah yang berada di bibir.
Kaifan sendiri terkaget dan merasa perih di hati namun ego terlalu tinggi dia menatap sinis sang adik, walau hatinya bertentangan.
"Terimakasih abang, bikin banyak tanda di tubuh ku ini, dan suatu saat nanti tanda ini akan menjadi alasan aku untuk membencimu seumur hidup ku." ucap Sabira tajam, hatinya sungguh sakit dengan perlakuan dan kata kata abangnya itu.
Duarrr...
Bagai tersambar petir jantung Kaifan mendengar ucapan adiknya itu, ada getaran aneh di dadanya sehingga dadanya terasa sesak, adiknya membencinya.
Sabira membalikan badan, dan berjalan keluar dari dapur dan naik ke lantai atas menuju kamarnya.
"Ah.. Sial, ini sakit." lirih Sabira menatap pipinya di depan kaca.
"Sialan tuh orang, selalu saja berkata menyakitkan, dan berbuat kasar." lirih Sabira, mengambil kompresan yang memang sudah tersedia di kamar itu.
Saking seringnya mendapat luka, Sabira sudah menyiapkan berbagai obat dan kompresan di dalam kamarnya, tepatnya bi Tuti yang menyiapkan, secara diam diam, karena pelayan di larang masuk rumah klau sudah memasuki jam 8 malam, akan datang klau ada perintah dari majikan mereka.
Tau Sabira yang sering mendapat luka, bi Tuti diam diam menyediakan kompresan dan obat obatan untuk Sabira, karena dia tidak bisa mengobati Sabira, karena Aura pasti akan melarang siapa pun untuk membantu Sabira.
Bukan hanya obat obatan yang di sediakan bi Tuti, tapi juga beberapa makana dan minuman bi Tuti sediakan, karena dia tau nonanya jarang berkumpul dengan keluarganya dia lebih suka menahan lapar, dari pada bergabung bersama keluarganya.
"Bibi yang terbaik, selalu siap siaga dengan ku, makasih bibi." ucap Sabira menatap semua obat obatan dan makanan yang tersedia di dalam lemari kecil, yang di samarkan.
Sabira mengabaikan rasa sakit dan lelahnya, sehabis bertanding tadi, dia mengeluarkan Piagam dan mendali emas dari tasnya.
"Nenek, kakek. Bira menambah koleksi Bira." lirih Sabira dengan bibir tersenyum dan mata berkaca kaca memandang Piagam dan mendali atas kemenangan dirinya saat lomba memanah tadi.
Sementara uang hadiah setiap kemenangan dari lombanya, Sabira selalu menabung uangnya, tanpa keluarganya tau, tabungan Sabira sudah sampai miliaran rupiah, dari banyaknya dia mengikuti lomba dan hasil dia menjual karyanya, secara diam diam.
Memang Diam diam Sabira suka menggambar dan mendesain rumah dan Hotel, entah kenapa dia suka sekali membuatnya.
Dengan keisengannya waktu itu, dia bertemu seorang pengusaha yang tanpa sengaja melihat gambar Sabira, yang sedang menikmati kopi di sebuah kafe, pengusaha yang duduk bersebelahan di samping meja Sabira yang sedang menunggu pesanannya datang, Sabira iseng iseng membuka buku gambarnya dan membolak balik hasil karyanya.
Pengusaha tersebut tertarik dengan gambar Sabira, dia lansung duduk dan mengajak Sabira bicara.
Dan menawar beberapa karya Sabira itu dengan harga tinggi, tanpa buang buang waktu, Sabira menyetujuinya dan tidak segan segan pengusaha itu meminta Sabira menjadi salah satu designernya.
Sabira menolaknya, karena tidak ingin terikat kontrak kerja, karena dia masih sekolah, namun pengusaha itu tidak mau kehilangan Sabira, dia membujuk Sabira dengan segala bujuk rayunya, dan akhirnya Sabira mengalah, dia menjadi pekerja lepas di perusahaan itu, tanpa mau terikat kontrak kerja.
Sabira beberapa minggu sekali akan mengirim hasil desainnya keperusahaan itu, Sabira di bayar dengan harga tinggi oleh pengusaha tersebut.
Tidak terasa Sabira sudah menjalani pekerjaanya selama setahun lebih, tentu saja Sabira sudah mempunyai pundi pundi uang yang tidak sedikit, dan di tambah dengan harta peninggalan kakek neneknya, belum lagi dari hadiah dari menang lomba.
Maka dari itu Sabira tidak pernah mempermasalahkan, jatah bulanannya yang sering di pangkas oleh Aura, karena dia punya uang sendiri, bahkan jauh lebih banyak dari yang orang tuanya berikan.
*****
Ting....
Suara pesan masuk di HP Sabira.
Sabira tersenyum memandang hpnya, dia tau siapa yang mengirim pesan.
[ Bira sudah sampai rumah, bi ] balas Sabira.
Ya, yang mengirim pesan adalah Bi Tuti, yang melihat lampu kamar Sabira yang sudah menyala.
[ Ya, seperti biasa, Bira dapat stempel lima jari ]
[ Bira baik baik aja, semua bisa di tangani, bibi tenang aja, jangan khawatir, makasih snacknya bi, kebetulan tadi Bira belum sempat makan malam, bibi yang terbaik.]
[ Baiklah... Bira bersihin diri dulu, habis itu makan, dan lansung tidur, makasih bibi, Bira sayang bibi 😘😘😘 ]
Setelah membalas pesan dari bi Tuti, Sabira bergegas masuk ke dalam kamar mandi, untuk membersihkan badannya.
Jangan tanya, orang tuanya di mana, mereka jarang sekali menanyakan keadaan Sabira, entah apa yang terjadi dengan orang tuanya, sampai tidak memberi perhatian kepada darah dagingnya sendiri, justru lebih perhatian kepada kepada anak pungut yang penuh drama itu.
Senyum Sabira kembali terkembang sempurna, setelah membuka kotak makanan, ternyata ada makanan kesukaan Sabira yang di buatkan oleh bi Tuti.
"Bibi yang terbaik." kekeh Sabira menyuap makanan kesukaannya itu dengan sangat lahap.
Bersambung....
Haiii... Jangan lupa like komen dan vote... 😘😘😘
ᴄᴘᴛ ʟᴀʜ ᴋᴀᴜ ʙᴋᴛ ᴋɴ