Di ulang tahun pernikahannya yang kedua, Lalita baru mengetahui kenyataan menyakitkan jika suaminya selama ini tidak pernah mencintainya, melainkan mencintai sang kakak, Larisa. Pernikahan yang selama ini dia anggap sempurna, ternyata hanya dia saja yang merasa bahagia di dalamnya, sedangkan suaminya tidak sama sekali. Cincin pernikahan yang yang disematkan lelaki itu padanya dua tahun yang lalu, ternyata sejak awal hanya sebuah cincin yang rusak yang tak memiliki arti dan kesakralan sedikit pun.
Apa alasan suami Lalita menikahi dirinya, padahal yang dicintainya adalah Larisa? Lalu akankah Laita mempertahankan rumah tangganya setelah tahu semua kebenarannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiwie Sizo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebenarnya, Kenapa Dia?
Setelah selesai menata semua barang-barang pribadinya di kamar lantai bawah, Lalita pun mandi dan beristirahat sejenak. Mulai sekarang, kamar itu akan menjadi kamar pribadinya selama dia masih berada di rumah ini. Di kamar ini juga dia akan memikirkan dengan benar mengenai langkah apa yang akan dia ambil ke depannya.
"Nyonya." Bu Risnah memanggil sembari mengetuk pintu kamar, membuat lamunan Lalita terbuyar seketika.
"Iya, Bu," sahut Lalita sembari beringsut dari atas tempat tidur.
"Kwetiau gorengnya sudah siap, Nyonya. Mau makan di meja makan atau di kamar?" tanya Bu Risnah.
"Bawa kemari saja, Bu. Sekalian bawakan juga puding dan orange juice," sahut Lalita lagi.
"Baik, Nyonya." Bu Risnah mengiyakan, lalu tak terdengar lagi suaranya.
Selang beberapa saat, pelayan paruh baya itu kembali mengetuk pintu kamar Lalita. Kali ini, Lalita langsung membukakannya dan mengambil alih nampan yang dibawa oleh Bu Risnah.
"Terima kasih, Bu," ujar Lalita.
Bu Risnah mengiyakan sembari pamit undur diri. Segera Lalita kembali menutup pintu kamarnya dan meletakkan nampan yang ada di tangannya di atas nakas. Dia lalu mencuci tangannya dan menyantap dengan lahap kwetiau goreng yang dimasak dengan campuran berbagai jenis hidangan laut itu. Seperti halnya tadi siang saat dirinya makan burger, kali ini pun Lalita ingin makan kwetiau goreng tampaknya karena keinginan sang calon anak.
Lalita merasa beruntung karena dia tak kesulitan makan sama sekali, meski sedang dalam masa mengidam. Nafsu makannya malah tergolong sangat bagus untuk ukuran perempuan hamil muda yang sedang banyak pikiran. Selama nutrisi terpenuhi dengan baik, sepertinya tak akan ada masalah dengan calon anak yang dia kandung.
Setelah selesai makan, Lalita mengeluarkan sebuah kotak yang berukuran cukup besar. Di dalam kotak tersebut, terdapat kertas dan pensil sebagai alat menggambar serta beberapa gambar desain pakaian yang pernah dibuat oleh Lalita. Sudah lama dia tak menyentuh benda-benda tersebut, tepatnya sejak dia menikah dengan Erick dua tahun yang lalu.
Sejak dulu, Lalita memang memiliki hobi mendesain busana. Gaun-gaun yang digunakannya kala itu juga banyak yang didesain oleh dirinya sendiri. Dia pernah bercita-cita menjadi seorang desainer hebat. Karena itu, dia pernah berencana untuk mendalami ilmu desain busana di luar negeri.
Namun, semua rencana dan impiannya itu kemudian Lalita kubur dalam-dalam saat tiba-tiba saja Erick datang melamarnya. Seperti mendapatkan durian runtuh, Lalita begitu bahagia karena berpikir jika lelaki yang selama ini dicintainya itu ternyata juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Tanpa pikir panjang, dia menerima lamaran Erick. Semua impian dan cita-citanya terlupakan begitu saja. Setelah menikah, dia tak ingin berjauhan dengan suaminya itu, apalagi kalau sampai pergi ke luar negeri.
Tak ada lagi keinginan untuk menjadi seorang desainer pakaian yang hebat. Satu-satunya yang ada dalam benak Lalita hanyalah bagaimana caranya menjadi istri yang baik untuk Erick, itu saja. Lelaki itu benar-benar telah mengalihkan dunianya.
Lalita menatap ke arah gambar buatannya sembari menghela nafas panjang. Kini dia menyesali semua kebodohannya itu. Menjadikan Erick sebagai satu-satunya pusat dunianya adalah kesalahan terbesar yang pernah dia buat. Bagaimana mungkin dia sampai melupakan minat dan bakatnya karena seseorang yang bahkan tak pernah sekalipun mencintainya.
Sembari tersenyum miring karena mengejek kekonyolannya sendiri, Lalita memgambil sebuah brosur yang terselip dia antara lembaran kertas desain miliknya. Brosur yang dulu pernah membuatnya ingin pergi ke Paris untuk mempelajari secara ilmu tata busana, langsung di tempat yang menjadi kiblat mode dunia. Jika sekarang dia ingin melanjutkan meraih impiannya itu, apakah masih belum terlalu terlambat?
Setelah tertegun selama beberapa saat, Lalita pun memasukkan kembali kertas-kertas yang dilihatnya tadi ke dalam wadahnya semula, lalu menyimpan benda tersebut di salah satu sudut lemari. Dia tak boleh terlalu lama tenggelam dalam kesedihan dan kekecawaan. Demi calon anak yang saat ini berada dalam kandungannya, dia harus kuat dan mulai menyusun rencana masa depan. Dan hal pertama yang harus dia lakukan adalah mengakhiri pernikahan yang pernah disebut Erick sebagai pernikahan terkutuk ini.
Erick, Larisa, mamanya dan papanya. Mereka semua adalah orang-orang yang paling Lalita sayangi, tapi mereka juga yang telah menorehkan luka di hati perempuan itu. Mungkin terdengar kekanakan, tapi Lalita ingin sekali pergi menjauh dari mereka semua, kalau bisa menghilang dan tak ditemukan lagi. Entah apa alasan mereka semua melakukan hal itu terhadapnya, tapi yang jelas, dirinya kini benar-benar merasa kecewa.
Sementara itu, Erick yang seharian mendapatkan tekanan dari Arfan, kini pulang ke rumah dengan wajah lelah yang tak bisa ditutupi. Dia melangkah ke kamar atas dengan langkah setengah lesu, lalu masuk ke dalam kamarnya dengan enggan. Bertemu dengan Lalita dalam keadaan seperti ini biasanya akan membuatnya merasa semakin tak nyaman, tapi tak mungkin sekali kalau dia tidak pulang. Lalita pasti akan heboh.
Belum selesai pemikiran Erick tentang Lalita, lelaki itu seketika terhenyak saat melihat kamarnya bersama sang istri telah berubah penampilan. Tak ada lagi satu pun pernak-pernik milik Lalita di sana. Meja rias yang biasanya penuh dengan berbagai macam produk perawatan kulit milik istrinya itu, kini juga tampak kosong melompong, hanya menyisakan sebotol parfum dan sebotol deodorant miliknya saja.
Buru-buru Erick membuka lemari. Dia semakin terkejut saat mendapati semua pakaian Lalita juga sudah tidak ada di tempatnya.
"Pergi kemana dia?" gumam Erick sembari kembali keluar dari kamar tersebut.
"Lita, Lita!" Erick memanggil istrinya itu sembari menuruni tangga menunggu lantai bawah.
"Lalita, di mana kamu?" tanya Erick lagi. Perasaannya menjadi risau seketika.
Mendengar suara Erick, Bu Risnah pun buru-buru mendekat.
"Ada apa, Tuan?" tanya Bu Risnah.
"Di mana Lita?" tanya Erick tanpa bisa menutupi wajah galaunya.
"Nyonya ada, Tuan. Sedang beristirahat di kamar. Sepertinya sudah tidur karena kelelahan," sahut Bu Risnah.
"Sedang beristirahat di kamar? Jangan bohong, Bu. Saya baru saja dari kamar. Dia tidak ada di sana, bahkan barang-barangnya pun tidak ada semua."
"Oh, itu ...." Bu Risnah tampak sedikit bingung menjelaskannya pada Erick.
"Dia pergi dengan membawa semua barang-barangnya?" tanya Erick lagi tak sabar.
"Bukan, Tuan. Nyonya tidak pergi kemana-mana. Hanya saja, tadi Nyonya meminta saya memindahkan semua barang-barangnya ke kamar tamu. Nyonya bilang, mulai hari ini, Nyonya akan menempati kamar itu," ujar Bu Risnah akhirnya.
"Apa?" Erick mengerutkan keningnya keheranan.
"Saya juga tidak mengerti kenapa Nyonya tiba-tiba begitu. Tadi saja, saat saya bertanya mau menyiapkan makan malam apa untuk Tuan, Nyonya bilang tidak usah. Padahal, biasanya Nyonya selalu memasak untuk Tuan, biarpun Tuan sering pulang larut dan sudah makan di luar." Bu Risnah kembali menambahkan, membuat Erick semakin terlihat heran.
Berawal dari meninggalkan pesta anniversary yang dia siapkan sendiri, sikap Lalita tiba-tiba saja berubah. Tentu saja Erick bingung sekaligus risau dibuatnya.
"Sebenarnya kenapa dia?" gumam Erick akhinya pada dirinya sendiri.
Bersambung ....
Mak othor kereeen /Good//Good//Good//Good//Good/