Mempunyai paras cantik, harta berlimpah dan otak yang cerdas tidak membuat Alsava Mabella atau gadis yang kerap di sapa Alsa itu hidup dengan bahagia.
Banyak yang tidak tahu kehidupan Alsa yang sesungguhnya. Mereka hanya tahu Alsa dari luarnya saja.
Sampai akhirnya kehidupannya perlahan berubah. Setelah kedua orang tuanya memutuskan untuk menikahkannya di usianya yang terbilang masih sangat muda itu dengan lelaki yang sangat di kenalinya di sekolah.
Lelaki tampan dan juga memiliki otak yang cerdas seperti Alsa. Bahkan Dia juga menjadi idola di kalangan siswi di sekolahnya.
Mau menolak? Jelas Alsa tidak akan bisa. Bukan karena dia memiliki rasa, tetapi keputusan kedua orang tuanya adalah mutlak.
Follow ig riria_raffasya ✌️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riria Raffasya Alfharizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Kuno
Kedua orang tua Alsa masuk ke kamar Alsa. Lalu menatap Alsa yang duduk di tengah-tengah sahabatnya.
Terdengar hembusan napas kasar dari Mami Eva yang masih menatap Alsa. "Sayang boleh kita bicara sebentar?" tanya Momi Eva pelan.
Momi Eva tahu hubungan diantara dirinya dan Alsa memang kurang dekat, dan bahkan bisa dikatakan kurang baik. Itu semua karena kedua orang tua Alsa yang sudah sering meninggalkan anak semata wayang mereka untuk urusan bisnis.
Tidak ada jawaban dari Alsa. Membuat Icha dan Kiana saling pandang, lalu mengangguk. "Aku dan Icha akan keluar Tante," jawab mereka yang mendapat anggukan kepala dari Tante Eva seraya tersenyum.
"Terimakasih ya, hanya sebentar saja," jawab Mami Eva lagi dengan penuh hati-hati.
Baik Icha dan Kiana sama-sama menganggukan kepalanya. Lalu keluar dari kamar Alsa.
Sedangkan Alsa masih duduk di tempatnya. Matanya menatap lurus ke depan. Tanpa menatap kedua orang tuanya sama sekali.
Mami Eva mendekat, duduk di sebelah Alsa. "Sayang ada yang harus Mami sampaikan ke kamu, dan ini penting." Ucap Mami Eva pelan.
"Langsung saja Mi, kita tidak punya banyak waktu lagi," ucap Papi Dion membuat Alsa menatap ke arah Papinya dengan tajam.
Selalu saja hanya pekerjaan yang mereka pentingkan. Mungkin bagi kedua orang tua Alsa anak tidaklah terlalu penting. Dan itu sangatlah menyakitkan untuk Alsa. Selama bertahun-tahu dia hidup dengan kurangnya kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Mami Eva kembali menghembuskan napas kasarnya. Menatap putri kecilnya yang kini sudah tumbuh menjadi remaja yang sangat cantik dan pintar. Dan Mami Eva sadari dia memang tidak begitu tahu tentang tumbuh kembang anaknya sejak kecil.
"Al, Mami sama Papi beberapa hari harus berangkat ke canada untuk bisnis dan-" ucapan Mami Eva terhenti.
"Katakan saja Mi, ada yang ingin Alsa sampaikan juga," potong Alsa dengan nada suara yang sudah berbeda.
Sedari tadi Alsa menahan sesak di dadanya. Maminya kini begitu dekat dengan dirinya, tetapi seakan ada jarak diantara mereka.
Bahkan Alsa terkadang merasa asing dengan kedua orang tuanya sendiri.
"Alsa Mami kamu sama Papi di canada akan memakan waktu yang cukup lama, karena bisnis di sana ternyata berkembang sangat pesat, kami harus memeriksa semua-" lagi-lagi ucapan Papi Dion terhenti karena Alsa.
"Katakan langsung Pi, jangan berbelit," ucapan Alsa membuat Papi Dion seketika ingin marah.
Tetapi karena Mami Eva yang menggeleng pelan sebagai tanda agar tidak memarahi Alsa. Papi Dion mengurungkan niatnya untuk memarahi Alsava.
"Kamu memang perlu pembimbing agar bisa sopan dengan orang tua!" ucap Papi Dion membuat Alsa tersenyum kecut.
Bagaimana Alsa bisa sopa jika kedua orang tuanya saja tidak pernah mengajarkannya? bahkan sejak dini Alsa tidak pernah sekalipun ditemani saat belajar atau mengerjakan PR.
"Sudah Pi, jangan mulai itu semua memang salah kita!" jelas Mami Eva yang tidak ingin mendengar pertengkaran diantara anak dan suaminya.
"Alsa nanti kamu ikut Papi dan Mami makan di luar ya Nak?" jelas Mami Eva yang lebih terdengar seperti permintaan.
Untuk mengatakan secara langsung dengan putri semata wayangnya. Mami Eva sangatlah sulit, Tidak tega rasanya melihat Alsa sekarang.
"Nggak bisa, aku mau menginap di rumah Kia." Jawab Alsa menolak.
"Kamu akan Papi jodohkan, dan kamu harus ikut!" bentak Papi Alsa tanpa basa-basi.
Alsa tersentak mendengar kata perjodohan. Bagaimana bisa kedua orang tuanya menentukan hidupnya sedangkan Alsa saja sama sekali tidak di urus oleh mereka? Tidak. Alsa akan menolak rencana gila dari kedua orang tuanya.
Mami Eva melihat Alsa yang masih terdiam, tangannya terulur untuk memeluk anaknya. Tetapi Alsa sudah lebih dulu berdiri dari duduknya.
Alsa menatap kedua orang tuanya secara bergantian. "Ini untuk kalian, datanglah kalau masih menganggap aku sebagai anak." Ucap Alsa seraya meletakan kertas yang tadi di atas meja belajarnya.
Mendengar ucapan Alsa membuat hati Mami Eva teriris, bukan karena sakit hati atas ucapan Alsa tadi. Tetapi Dia sangat paham dengan keadaan Alsa. Mau bagimana pun Alsa ialah anaknya. Dia bisa merasakan apa yang Alsa rasakan. Termasuk rasa kesepiannya selama ini tanpa kasih sayang kedua orang tuanya.
Alsa melangkahkan kakinya. Tetapi sebelum keluar Alsa kembali berucap. "Sebaiknya jangan mengatur hidupku, aku akan menjalani hidup semauku, seperti dari kecil sampai sekarang, hidup bebas tanpa ada yang mengatur dan memperdulikanku." Ucap Alsa dengan nada suara yang sudah bergetar.
Seketika air mata yang sedari tadi dia tahan luluh begitu saja. Alsa berlari dari kamarnya. Keluar untuk pergi jauh dari kedua orang tuanya.
"Alsa!! Jangan kurang ajar kamu dengan orang tua, kami orang tuamu! kami yang berhak mengatur hidupmu!!" Teriak Papi Dion dari kamar Alsa.
Alsa tetap melangkahkan kakinya menuruni anak tangga. Rasa kecewa dan sakit hati kini bercampur menjadi satu. Kedua orang tuanya tidak ada yang pernah mengerti akan dirinya.
Sedangkan Mami Eva hanya bisa menangis melihat pertengkaran yang terjadi diantara anak dan suaminya. Mami Eva tidak bisa melakukan apa-apa, selain Mereka sama-sama memiliki sifat keras kepala. Mami Eva juga bisa dikatakan tidak begitu dekat dengan anak semata wayangnya.
"Al lo nggak papa?" tanya Kia khawatir melihat Alsa yang menangis.
"Alsa kok lo nangis?" tanya Icha seraya menghampiri Alsa.
"Ayo cabut, gue nggak tahan berada di neraka ini," ucap Alsa membuat kedua sahabatnya saling pandang bingung.
Mereka memang samar-samar mendengar teriakan Papi Dion tadi. Tetapi mereka belum paham apa permasalahannya. Terkecuali keberangkatan kedua orang tua Alsa mungkin yang membuat Alsa dan orang tuanya bertengkar.
Didalam mobil. Alsa masih diam, dia lebih memilih untuk melihat pemandangan luar dari kaca mobil.
Ting
Satu pesan yang masuk kedalam ponselnya. Tetapi tidak dia buka, jangankan buka mengambil ponselnya yang masih berada di dalam saku saja rasanya enggan.
Alsa teringat dengan kata-kata papinya yang akan menjodohkannya. Mengingat itu membuat Alsa tersenyum miring. "Konyol," gumam Alsa lalu kembali menatap pemandangan jalanan.
Di Kantor.
Gerald duduk di sofa depan ruang kerja Ayahnya. Tangannya sedang memijit pelipisnya mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Ayahnya.
"Tidak usah dipikirkan, Ayah dan Bundamu nanti yang akan mengurus semuanya." Ucap Ayah Hendy melihat anak semata wayangnya berwajah murung.
Gerald tidak menjawab. Dia pusing memikirkan rencana perjodohan kedua orang tuanya, dikira Gerald tidak bisa mendapatkan seorang gadis apa? Padahal diluar sana banyak yang mengantri untuk menjadi kekasihnya.
Belum juga masalah dengan Ayana kelar. Orang tuanya sudah menambah masalah lagi untuknya.
Ting
Bunyi pesan masuk dari ponselnya. Gerald seketika melotot melihat isi pesan itu.
Gerald beranjak dari duduknya. Lalu mengambil almamater osisnya yang tadi disampirkan di sandaran sofa. Berniat untuk pergi dari Kantor Ayahnya.
"Mau kemana?" tanya Ayah Hendy melihat Gerald berjalan keluar.
Gerald menoleh, menatap Ayahnya tanpa menjawab. Dia sedang malas berbicara dengan Ayahnya yang berpikiran sangat konyol untuk menjodohkannya.
"Ingat nanti malam kamu harus datang, tidak ada penolakan." Ucap Ayah Hendi tegas.