NovelToon NovelToon
Adara'S Daily

Adara'S Daily

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Dosen / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Persahabatan / Romansa
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Alunara Jingga

Tentang keseharian seorang gadis biasa dan teman-temannya. Tentang luka.
Tentang penantian panjang, asa dan rahasia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alunara Jingga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rafflesia Zollingeriana Kds

Pukul 15.45, setelah sholat Ashar, kami langsung berangkat menuju Stasiun Malang. Sesampai disana, kami segera menuju titik kumpul yang telah disepakati. Aku pertama kali bertemu Adit hari ini, ia adalah seorang mahasiswa tingkat akhir program studi biologi. Dan tujuan kami sebenarnya hari ini adalah tak lain untuk menemani Adit menyelesaikan penelitiannya untuk tugas akhir.

Ia memutuskan untuk meneliti keseharian Monyet Ekor Panjang yang ada di Taman Nasional. Dari Adit pula, kami tahu bahwa di Taman Nasional Meru Betiri saat ini tengah ada tiga bunga Rafflesia Zollingeriana Kds atau bunga padmosari yang tengah menanti untuk mekar.

Jenis rafflesia ini endemik Taman Nasional Meru Betiri. Aku memang sangat penasaran dengan bunga satu ini. Yang aku tahu, rafflesia ini memang banyak jenisnya, salah satunya si Zollingeriana ini. Dibandingkan dengan Rafflesia Arnoldii, Zollingeriana termasuk rafflesia berukuran kecil, dimana jika ia mekar sempurna, diameternya hanya kisaran 20-26 cm. Panjang cuping atau knopnya antara 15 dan 18 sentimeter dengan lebar 10-15 sentimeter. Bunga itu berwarna merah bata dengan bintik putih. Lubang diafragmanya berukuran antara 6 dan 8 sentimeter.

Jumlah populasinya memang terbatas, untuk itulah, Padmosari ini termasuk jenis flora yang dilindungi. Dan masa mekarnya juga tidak lama, maksimal satu minggu kemudian membusuk. Namun proses untuk mekar sempurna ini tidaklah sebentar, butuh waktu bertahun-tahun lamanya. Karena itulah aku memutuskan untuk melihat secara langsung proses mekarnya yang diperkirakan sekitar 1 minggu lagi.

Pukul 16.40, kami sudah ada di kereta Tawang Alun menuju Rambipuji, Jember. Untuk mengisi sela waktu, aku membuka aplikasi pesan berlogo hijau setelah menyempatkan diri membuka blokiran empat nomor ponsel lelaki kardus, sesuai permintaan Mas Dwi, ku lihat ada balasan darinya. Sesaat sebelum naik tadi, aku sempat berkabar padanya.

Firdaus Dwi

Kamu mau kemana sebenarnya?

Adara

Sekitaran sini aja, Mas. Ga jauh kok.

Firdaus Dwi

Jangan jauh-jauh, Ay. Inget pulang!

Adara

Pulang kemana? Aya kan ga punya rumah, mas.

Firdaus Dwi

Ini cewek satu demen banget bikin emosi. Besok lu pulang gue beliin rumah satu ya, biar ga kemana mana.

Adara

Hassekk, beneran ya, kalo boong Mas Uwik jadi burique!!!

Firdaus Dwi

Asem! Hensem gini disumpahin burik. Kalo beneran kamu yang harus tanggung jawab!

Adara

Caranya? Yakali dibeliin sikat yang dari kawat.

Firdaus Dwi

Kamu musti jadi jodoh Mas!

Adara

😆😆😆

Nawaitu jangan lupa mas, biar di Aamiin in malaikat!

Firdaus Dwi

Ogah banget jadi burik, Aamiin nya pas pembagian jodoh aja deh😁

Adara

Itu lagi, apa ngga bosen?

Firdaus Dwi

Bosen kenapa? Usaha terus dong biar goals.

Adara

Bisaaa yaaa?

Firdaus Dwi

Bisa, apa kurang serius?

Adara

Bisa serius gitu? Kan biasanya juga ngebanyol.

Firdaus Dwi

Si Juleha, gue serius. Jadi selama ini dikiranya becandaan?

Adara

Ho’oh, kan udah biasa, dari dulu juga kelen semua ngomong gitu.

Jangan takut ga dapet jodoh, masih ada aku.

Jangan sembarangan terima cowok, kalo masih lebih baik kita!

Ara kalo ada yang ganggu, bilang aja, kita selalu ada kok.

Ara, nikah yuk!!

Dari kalimat diatas, yang paling sering kelen ucapin tuh yang terakhir. Gimana Aya bisa percaya? Dasar alligator emang!

Firdaus Dwi

Tapi saya serius, Ay. Saya kalo udah ngomongin masa depan, masa masih ngebanyol? Ayolah, Ay, kamu cerdas. Ga mungkin ga bisa bedain!

Aku menatap balasan terakhir dari Dwi. Tak tahu harus membalas apa, aku tahu dia tengah dalam mode serius, senggol bacok! Aku sendiri tak tahu harus bereaksi seperti apa, sejujurnya, aku nyaman dengannya, hanya saja, jika ingat malam terakhir bersama mama, aku merasa ia hanya ingin memenuhi apa yang mama katakan saat itu. Tanpa rasa, hanya ingin melindungi. Pening, aku memasukkan ponselku dan bergabung dengan Vita dan Adit.

"Dit, itu beneran ada tiga bunganya?" tanyaku memulai obrolan.

"Iya, mbak. Baru ketahuan seminggu yang lalu, sekitar seminggu lagi bakal mekar sempurna," jawabnya.

"Kamu penelitiannya udah sampe mana?"

"Tinggal hasil akhir, mbak. Kemarin ke kampus juga karna udah ada kesimpulan, tapi ini balik lagi biar yakin aja, lagian juga dosennya udah ok."

"Hati-hati, dosen bisa aja bilang oke, tapi tetep kalo liat celah dikit bakal diteror pas ujiannya. Hahaha ...."

"Eh, iya? Beneran gitu?"

"Ngga semua dosen sih, jarang ada dosen pembimbing rese, biasanya penguji yang rada rewel. Tapi jarang bukan berarti ga ada ya. Bagus juga kamu balik lagi biar makin meyakinkan, lagipula ini hasil penelitian kamu sendiri kok, bukan dikerjain orang lain, pasti bisa lah," hiburku pada Adit yang sepertinya tengah terkejut.

Vita sudah pindah alam sedari tadi, aku mendengkus.

"Kenapa, mbak?" Adit yang mendengar bertanya.

"Iki lho, si Vita. Pelor banget, nemu bantal langsung molor aja."

"Ya dia kan emang gitu, makanya muka dia udah kaya bantal. Lumayan juga empat jam di kereta, ga ikutan tidur?"

"Ngga ah, masih pengen sadar aja. Kamu ga bawa team?"

"Ada, mereka udah stay disana dari kemarin. Katanya ada peneliti dari Bandung juga, mungkin mess nya barengan."

Aku seketika ingat Reyhan, mungkin ini rombongan yang dimaksud Adit. Aku memeriksa ponsel, hendak menghubunginya, namun aku lihat ada telpon masuk dari Ryan, aku membuka blokiran kontak mereka sesuai permintaan Mas Dwi.

"Assalamualaikum, kamu apa kabar, Ra?" sapanya, aku menjawab salamnya seraya tersenyum.

"Alhamdulillah, aku baik. Kamu?"

"Baik juga, Ra. Araa, maaf yaa, gara-gara kita, kamu malah pergi."

"Ngga apa kok, udah biasa. Kalian ngelakuin itu juga ada alasannya kan? Aku udah biasa kok di salahin," cibirku, sungguh, sebenarnya aku sudah memaafkan mereka, hanya saja, sepertinya mereka ini perlu diberi sedikit shock therapy.

"Jangan gitulah, Ra... Ngga maksud mojokin kamu, tapi tau sendiri kita kaya gimana, rusuh."

"Iyaa, aku udah biasa, Yan. Aku kan emang selalu salah."

"Astaga, aku frustasi kalo nelpon gini, mending ngomong langsung depen kamu." Aku dengar Ryan mendesah, bisa ku bayangkan, seberapa kusut mukanya kali ini. Bertahun tumbuh bersama, membuatku hafal, bagaimana raut dan ekspresi mereka.

"Udahlah, kamu mau ngomong apa? Aku sibuk nih."

"Maaf, intinya aku minta maaf, ngewakili yang lain."

"Udah? Iye aku maafin. Dah ya."

"Adara... Astagaaa, kamu masih belum maafin. Aku musti apa?"

"Gausah ngapa-ngapain, hidup yang bener aja. Biar aku ilang dulu, jangan ganggu, percuma juga kalian nelpon, besok hp ku ga nerima sinyal. Biar kalian bisa idup tenang disana."

"Eh, kok ngomong gitu?! Jangan gitu lah, ini baru dua hari kamu ga ada kabar aja udah pada panik."

"Bohong banget, padahal tadi pagi si Ian gegayaan ke Matahari nyari celana, sok bilang panik."

"Ih, si Firdaus bangke emang! Bocor banget," dumelnya.

"Tuh buktinya, aku mau stay disini, biar kalian ga ada yang ganggu. Aman sentosa tanpa aku."

"Besok aku sama Ima kesana ya, kirim alamat aja."

"Nggak ah, males aja jadi obat nyamuk orang hanimun. Aku tau kamu luar dalem ya! Udah jangan ubah destinasi, lanjut bae ke Bunaken! Aku pecat kamu jadi temen kalo sampe nyusul!"

"Jahat emang! Yaudah, aku ga nyusul, tapi cepet balik. Kangen duet bareng kamu."

"Heleh, iya, tunggu aja tiga bulan lagi, dateng aja pas acara nikahanku bareng Byan!"

"Semprul! Byan nikah sama Rahma ya! Jangan mulai!"

"Bacot! Bukannya itu yang kemarin bikin ribut? Anggep aja, Byan nikahnya sama aku, bukan Rahma."

"Yekali, yang ada si Firdaus bakal depresi!"

"Lha kok ngamok?! Aku matiin nih!" Aku memutuskan sambungan telpon dan menggunakan mode silent. Biar tahu rasa, emang enak dicuekin.

Tapi pikiranku masih belum sepenuhnya tenang. Entah, aku masih memikirkan seseorang yang jauh di Lombok sana. Mencoba menepis, aku melanjutkan obrolan via chat dengan Reyhan, untuk sekedar membunuh bosan.

Sejujurnya, terbersit rasa bersalah pada Mas Dwi, obrolan yang tak pernah tuntas, menggantung. Dan sungguh, aku tahu itu sangat menyiksa. Apa aku keterlaluan ya?

Kasian juga Mas Uwik digantungin bertahun-tahun. Sabar bener, apa bisa nunggu lebih lama lagi? Ini sebenarnya gue nyari apa sih?! Di deketi ngga mau, ditinggalin apa lagi. Munafik banget rasanya. Tapi gimana, aku sama Mas Uwik tuh kaya jauuuuhh banget bedanya, kemungkinan Nimas-Nimas yang lain bakal tetep ada. Bakal musuhin aku pas tahu aku deket sama Mas Dwi. Satu Nimas aja udah bikin pening, rencana yang dia susun bareng Andi ternyata karena cemburu, Mas Dwi lebih dekat denganku daripada dia yang menjadi pacarnya. Ya bukan salahku, salahin Dwi lah. Dah tau punya pacar, bukannya di sayang sayang malah dicuekin. Giliran ada masalah, aku yang kena. Tahu deh, pusing pala princess! Aku bermonolog tanpa bisa di cegah.

1
Anjan
gitu dong, ngaku!
Anjan
Slice of life nya dapat banget, humornya juga dapet. Semangat, Kakak author!
Anjan
enteng kali si jule
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!