Hilya Nadhira, ia tidak pernah menyangka bahwa kebaikannya menolong seorang pria berakhir menjadi sebuah hubungan pernikahan.
Pria yang jelas tidak diketahui asal usulnya bahkan kehilangan ingatannya itu, kini hidup satu atap dengannya dengan status suami.
" Gimana kalau dia udah inget dan pergi meninggalkanmu, bukannya kamu akan jadi janda nduk?"
" Ndak apa Bu'e, bukankah itu hanya sekedar status. Hilya ndak pernah berpikir jauh. Jika memang Mas udah inget dan mau pergi itu hak dia."
Siapa sebenarnya pria yang jadi suami Hilya ini?
Mengapa dia bisa hilang ingatan? Dan apakah benar dia akan meninggalkan Hilya jika ingatannya sudah kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
STOK 33: Pertama Yang Selanjutnya
Sentuhan, cecapan, desahaan dan eranggan memenuhi kamar milik Tara sore hari itu. Doa yang dipanjatkan masing-masing oleh Tara maupun Hilya mengantarkan mereka pada sebuah kenikmatan dunia yang halal.
Meskipun sudah menggunakan pendingin ruangan, tapi peluh yang keluar membuat tubuh keduanya sama-sama basah.
" Sedikit sakit ya, maaf," ucap Tara di sela-sela ia menggerakkan tubuhnya.
" Memang itu wajar kan Mas, kan ini baru pertama. Ughh."
Memang sakit rasanya saat benda milik Tara menembus bagian bawah miliknya, Hilya bahkan harus mencengkeram erat punggung sang suami. Akan tetapi, rasa sakit itu sekarang berubah menjadi rasa yang lain dimana keduanya mulai merasa nyaman.
" Huuuh, a-akuu belum bisa berhenti sayang."
" Lakukan Mas, aku akan ngikutin kamu."
Tara tersenyum lebar, lampu hijau sudah di dapat. Ia pun kembali memulai dari awal lagi. Mencumbui istrinya, menciumi setiap jengkal tubuh istrinya, menghisap apa yang bisa ia hisap sehingga istrinya bisa merasakan nikmatnya hal tersebut dan suara indah keluar dari bibir mungilnya.
Ini adalah pertama bagi keduanya, hubungan suami istri yang memang Tara tunda hingga hari ini. Ia pikir akan menunggu lebih lama lagi tapi ternyata Hilya sudah siap.
Hilya melenguh ketika Tara kembali menyatukan tubuh mereka. Kadang lambat dan terkadang menjadi lebih cepat.
" Maass, ughhh."
" Hosh hosh, sebentar lagi sayang. Ayo lakukan bersama, ughhh."
Mereka berdua mengakhiri hal tersebut setelah bersama-sama mendapatkan puncaknya. Tentu Tara tidak ingin merasa puas sendiri. Ini adalah hubungan dua orang, maka dari itu keduanya harus mendapatkannya. Itu baru namanya menikmati hal yang halal bersama. Jika hanya dia yang puas sendiri maka itu namanya egois, jadi Tara sebisa mungkin untuk memuaskan istrinya juga.
Tubuh Hilya yang terlihat lelah, berakhir dengan digendong oleh Tara ke kamar mandi. Mereka secepatnya mandi karena sebentar lagi sudah akan magrib.
" Maaf ya, aku agak kurang kontrol. Apa sakit?"
" Hem? Nggak apa Mas. Ya sedikit sih."
Sebenarnya bukan itu yang saat ini Hilya pikirkan. Dia lebih khawatir bagaimana nanti bertemu dengan keluarga Tara. Ia yakin cara jalannya pasti sedikit aneh. Bagian diantara dua pahanya itu tidak dipungkiri memang sakit. Apalagi suami nya tadi tidak hanya sekali melakukannya. Pasti untuk berjalan akan terasa tidak nyaman.
" Makan di kamar aja, aku tahu kamu lagi mikirin apa?"
" Eeh, ndak usah Mas. Ndak enak sama Ayah Bunda."
Tara tersenyum, hal itu pasti lah Hilya rasakan. Tapi Tara juga yakin bahwa kedua orang tuanya tidak akan mempermasalahkan hal yang kecil. Lagi pula Hilya juga baru hari ini sampai, ia bisa menggunakan alasan bahwa istrinya itu lelah. Tapi ia juga bisa mengatakan hal yang sebenarnya. Pasalnya mereka sudah menikah ini, maka melakukan hubungan suami istri adalah hal yang sah-sah saja.
Dengan rasa malu, Hilya benar-benar makan malam di kamar. Entah apa yang suaminya itu katakan kepada kedua orang tuanya, sehingga Kaluna mendatangi kamar dan bertanya apakah Hilya baik-baik saja.
" Jangan kebangetan Bang, istrimu masih capek jadi yang wajar-wajar aja."
" Eiii Bund, ini mah wajah kali. Ya namanya first time kan nggak lancar jaya macam jalan tol."
Tambah memerah saja wajah Hilya saat Tara berkata seperti itu. Ia benar-benar baru tahu jika Tara adalah pribadi yang seperi itu. Kesan awal yang ia tangkap dari suaminya dulu adalah dingin dan kaku. Tapi semua itu luntur sekarang.
" Ya udah Hilya, sekarang istirahat aja ya. Kamu nggak perlu malu atau risau soal makan malam bersama. Lagi pula Visha juga belum pulang tuh. Pasti lagi sibuk di kampus, jadi nikmati waktumu sebaik mungkin."
" Te-terimakasih Bunda."
Kaluna tersenyum ke arah sang menantu tapi menatap tajam kepada putranya. Ia tentu tahu alasan mengapa Tara membawa makan malam Hilya ke kamar. Maka dari itu dia memperingatkan putranya sepeti itu.
" Mas, kamu ngomong apa sama Bunda? aku kan malu."
" Eh, nggak ngomong apa-apa tuh. Aku cuma bilang Hilya kecapekan jadi nggak bisa ikut makan malam bareng. Udah gitu aja."
Hilya mengusap wajahnya kasar, tapi mau bagiamana memang seperti iru kenyataanya. Dan dari ucapan sang ibu mertua bisa dipastikan bahwa dia tahu apa yang terjadi dengan anak dan menantunya.
Makan malam usai, Hilya terlihat sudah terlelap di samping Tara. Wajahnya terlihat begitu lelah. Mungkin karena menempuh perjalanan jauh yang lama tidak dilakukannya. Ditambah tadi tara juga minta lebih banyak jatah.
Cup
Tara mengecup singkat kening Hilya. Ia lalu turun dari ranjang untuk melanjutkan pekerjaan yang tertunda. Tara kembali menelaah hasil lukisan miliknya yang ia kerjakan saat masih kecil itu. Dulu ia tidak pernah berpikir bahwa ada sesuatu yang lain dalam lukisan tersebut. Tapi setelah lukisan itu diburu kedua anak dari sang pemesan walaupun belum 100% benar, maka ia memiliki keyakinan bahwa lukisan itu pasti menyimpan sebuah rahasia.
Drtzzz
Ponsel miliknya bergetar, sebuah pesan masuk yang membuat senyuman terbentuk di bibirnya.
" Kemari ponakan imut ku, obat yang kamu minta udah siap."
Ya, itu adalah pesan dari Brisia. Tara tidak menyangka bahwa obat penawar yang baru tadi pagi dia minta kini sudah rampung dibuat. Jam menunjukkan pukul 11 malam, dan ini malah bagus untuknya keluar.
Tok tok tok
Tara mengetuk kamar Kaluna dan Yasa. Ia sudah mengenakan atribut untuk keluar rumah.
" Mau kemana bang," tanya Kaluna yang sudah berdiri di depan pintu kamar.
" Bund, aku mau keluar bentar. Ada urusan, bisa minta tolong temani Hilya. Abang khawatir kalau dia kebingungan saat bangun nanti."
Kaluna mengangguk, ia tidak bertanya lagi kemana tujuan Tara karena memang terkadang anak lelakinya itu akan pergi sewaktu-waktu. Dan benar, Hilya belum tahu kebiasaan Tara tersebut. Jadi permintaan Tara kepada Kaluna adalah hal yang tepat dilakukan.
" Oke, hati-hati. Besok jelaskan ke istrimu ya, biar dia nggak bingung kalau kamu tiba-tiba nggak ada. Dia bisa jadi khawatir."
" Ya Bund, makasih ya."
Tara bergegas pergi, dia tidak akan menggunakan mobil malam ini. Dia memilih memakai motornya agar lebih cepat sampai ke tempat Brisia.
Brumm
Tara memacu laju motornya dengan sedikit lebih cepat. meskipun kota ini tetap ramai meskipun malam namun, lumayan sudah lenggang untuk jam-jam seperti itu. Jadi Tara sedikit bebas untuk membawa motornya.
" Sedikit lagi, sedikit lagi aku akan tahu apa yang kalian mau."
TBC