Rey Clifford, tuan muda yang terusir dari keluarganya terpaksa menjadi gelandangan hingga dipungut dan direkrut kedalam pasukan tentara. Siapa sangka bahwa di ketentaraan, nasibnya berubah drastis. dari yang tidak pandai menggunakan senjata, sampai menjadi dewa perang bintang lima termuda di negaranya. setelah peperangan usai, dia kembali dari perbatasan dan di sinilah kisahnya bermula.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edane Sintink, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alkisah bermula di sini
Jangan lupa di subscribe novel ini gaes.
Cerita ini adalah fiksi. Jika ada tempat, kejadian dalam cerita, atau nama yang sama, itu hanyalah kebetulan belaka. Author tidak bermaksud untuk menyinggung siapapun. Bijak lah dalam memilih bacaan yang sesuai dengan keinginan anda, jika tidak suka, boleh di skip tanpa menghujat. Author bukan anti kritik jika itu membangun. belajar membedakan antara Kritikan dan hujatan.
...Selamat membaca...
...Kota Altra....
"Anak ini tidak pantas berada di dalam keluarga Clifford. Dia hanya sampah. Tinggalkan Villa Clifford kami! Dasar sampah," teriak seorang wanita sambil menendang bokong seorang anak sampai terjatuh.
"Pergi dari sini. Atau hari-harimu akan sangat menyedihkan?!" seorang anak lelaki di samping wanita itu juga ikut memarahinya.
Seorang anak tampak sedang menangis dan menjadi bahan bullying oleh anak-anak yang sebaya dengannya.
Semenjak kedua orang tuanya menghilang dua tahun yang lalu, ditambah lagi dengan meninggalnya sang Kakek, hari-harinya semakin buruk. Selalu ada saja perlakuan yang tidak menyenangkan yang dia terima.
Anak ini bernama Rey. Dia adalah seorang anak yang penuh bakat dan digadang-gadang sebagai calon utama yang akan dinobatkan sebagai kepala keluarga Clifford kelak.
Hari-harinya dipenuhi dengan kebahagiaan. Karena dia sangat dibanggakan, disayang, bahkan di didik dengan ketat oleh orang tuanya.
Sebagai seorang Tuan muda yang akan mewarisi kekayaan miliaran dollar atas aset yang dimiliki oleh keluarganya, Rey memang benar-benar dipersiapkan dalam berbagai keterampilan baik itu di bidang bisnis, ilmu beladiri, pengobatan, bahkan di bidang kesenian. Sudah tidak terhitung berapa ramai guru yang dipekerjakan oleh orang tuanya untuk mendidiknya baik itu ilmu beladiri, pengobatan, kesenian dan bahkan dunia bisnis.
Orang tuanya benar-benar menaruh perhatian terhadap putra satu-satunya ini. Singkat cerita, Rey adalah anak yang paling menonjol diantara anak-anak lainnya di keluarga Clifford. Apa lagi dia adalah putra langsung dari keluarga induk. Namun, semenjak orang tuanya meninggal dunia dalam kecelakaan, Rey akhirnya disingkirkan dengan paksa oleh sepupu-sepupunya dari keluarga Clifford cabang yang memang telah lama merencanakan untuk mengambil alih keluarga inti beserta aset-asetnya. Hingga pada suatu hari, Rey benar-benar terusir seperti seekor anjing. Dia dipukuli, kemudian ditendang keluar dari Villa milik orang tuanya sendiri.
Rey menatap dengan sayu ke arah Villa megah dari kejauhan. Disampingnya berdiri seorang lelaki tua. Jika bukan karena lelaki tua itu, kemungkinan dia sudah terbunuh tadi malam. Beruntung lelaki tua itu mencium gelagat yang tidak baik dan melarikannya meninggalkan kamarnya dari jalan rahasia.
Dengan berbekal pakaian yang hanya ada pada tubuhnya saat ini, anak itu menyeret langkahnya meninggalkan Villa dengan diiringi tatapan sedih dari lelaki tua itu.
Kemana dia akan pergi? Dia tidak memiliki apapun. Tidak punya tempat tujuan, tidak punya rumah, bahkan pakaian yang dia pakai pun hanya yang melekat pada tubuhnya saja. Singkat cerita, dia kini terlempar sebatang kara dijalanan.
Masih terngiang ditelinga nya pesan lelaki tua yang tidak lain adalah kepala pelayan keluarga bahwa dia harus bisa melalui semua ini, dan kembali suatu saat nanti untuk menuntut hak dan tahtanya di dalam keluarga sebagai pewaris langsung dari keluarga induk yang sah atas seluruh keluarga beserta aset yang dimilikinya.
Rey terus menyeret langkah kakinya meninggalkan villa keluarga Clifford sampai ke pinggiran kota sebelum satu suara menyapanya.
"Kak. Mengapa kau menangis?" Seorang gadis kecil tampak berdiri didepannya dengan memegang sebungkus roti.
Rey buru-buru mengusap air matanya, lalu menatap kewajah gadis itu. Dia memaksa untuk tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya.
"Siapa namamu kak? Lalu, mengapa kau menangis di sini?" Gadis kecil itu terus bertanya sembari memberikan sebungkus roti ditangannya kepada Rey. Mata indah bulat bagaikan rembulan terang memperhatikan dirinya dengan tatapan penuh simpati.
"Nama ku, Rey. Aku tidak menangis. Tadi mataku kemasukan debu," jawab Rey berbohong. Baginya, dia tidak ingin menunjukkan kelemahan atau dia akan dianggap cengeng oleh gadis kecil itu.
"Diana.., sedang apa kau di situ?" Tanya seorang wanita paruh baya sambil menghampiri putrinya. "Anak ini, mengapa kau menangis sendirian di sini? Kemana orang tuamu?"
Rey menatap wajah wanita itu, kemudian menjawab. "Ayahku sudah meninggal. Begitu pula dengan ibu ku. Sekarang aku hanya sebatang kara, yatim piatu," jawab Rey. Dia juga sebenarnya tidak tau apakah ayahnya sudah meninggal atau belum. Tapi, mengingat tidak pernah ada kabar, semua orang beranggapan bahwa ayahnya sudah meninggal karena sebuah kecelakaan.
"Kasihan. Lalu, di mana kau tinggal? Apakah kau mempunyai rumah?"
Rey menggelengkan kepalanya. Dia juga bingung dimana malam ini dia harus tinggal.
"Bu. Mengapa tidak kita ajak saja kakak ini pergi bersama dengan kita ke tempat baru?" Tanya gadis kecil itu kepada ibunya.
"Ah.., ini. Bagaimana kita bisa mengajaknya untuk pergi bersama dengan kita? Kita pun masih belum tau kemana kita akan pergi. Ayah mu telah meninggal dunia. Kita juga diusir oleh keluarga nenek mu. Bagaimana kita bisa mengajak seseorang sedangkan kita juga masih belum tau tujuan kita," keluh si ibu. Bukannya dia tidak mau mengajak Rey untuk mengikuti mereka. Hanya saja, dia masih belum memikirkan kemana dia akan pergi. Dirinya dulunya adalah seorang anak yatim di panti asuhan. Setelah dia dewasa, dia berkenalan dengan seorang pemuda yang tampan serta berkecukupan. Sejak saat itu, merekapun memutuskan untuk menikah dan dikaruniai seorang putri yaitu Dianna. Hanya saja, baru tiga hari yang lalu suaminya meninggal. Karena anak yang dia lahirkan adalah seorang putri dan bukan putra, maka dia diusir oleh keluarga suaminya.
"Terimakasih adik kecil. Saya tidak akan memberatkan kalian. Semoga ibu dan adik selamat dalam perjalanan. Saya pergi dulu," kata Rey beranjak untuk pergi.
"Kak. Tunggu!" Dianna mencegah Rey dan segera mengejarnya.
"Adik kecil. Ada apa?" Tanya Rey menundukkan kepalanya untuk menatap wajah gadis kecil itu.
"Kak. Maafkan ibuku yang tidak mengizinkan mu untuk ikut," kata gadis kecil itu merasa bersalah.
Rey sedikit tersentuh atas niat baik dari gadis kecil ini. bagaimanapun,. mereka baru saja kenal. bagaimana mungkin bisa sebegitu baiknya. "Adik kecil. Tidak apa-apa. Kalau ada umur yang panjang, di lain waktu kita akan bertemu lagi," kata Rey berusaha menghibur gadis kecil itu.
"Berusahalah untuk hidup dengan baik," kata Dianna. Dia lalu meloloskan seuntai kalung yang memiliki liontin giok berwarna merah dari lehernya, kemudian memberikannya kepada Rey. "Kak, ketika kau kelaparan dan tidak mempunyai uang untuk membeli sesuatu, kau bisa menjual kalung ini. Walaupun hanya berharga kurang dari seribu dollar, tapi itu cukup untuk mu bertahan lebih dari satu bulan jika kakak tidak boros,"
"Adik kecil. Terimakasih. Aku tidak akan melupakan kebaikanmu ini," kata Rey sembari membelai rambut gadis kecil itu. Kemudian dia pun melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu tanpa tujuan. Hanya saja, dalam hatinya dia berjanji kelak dia akan mencari gadis kecil itu untuk membalas budi.
*********
Delapan tahun kemudian.
"Jendral. Peperangan telah usai. Negara kita juga tidak dalam ancaman. Sepenuhnya, kita telah memenangkan peperangan ini," lapor seorang lelaki berperawakan tinggi kekar. Tampak pada pundaknya, tersemat dua bintang berwarna emas.
Seorang pemuda berusia sekitar dua puluhan tahun mengurut dagunya. Dia mencermati setiap kata yang diucapkan oleh lelaki tegap dengan seragam tentara tersebut. "Bagaimana dengan pangeran? Apakah ada perintah untuk kita?"
"Menjawab anda, Jendral. Untuk saat ini, tidak ada perintah apapun dari yang mulia Pangeran. Mungkin saat ini Pangeran sedang berada di ibukota kerajaan untuk mengurus hal-hal yang menyangkut tahta. Tuan juga tau bahwa pangeran, dia walaupun sangat cinta kepada tanah air, namun juga sangat berambisi. Untuk mewujudkan impian memakmurkan negara, hanya pemimpin yang berjiwa luhur saja yang mampu melakukannya. Dan menurut saya, yang Mulia Pangeran harus merebut tahta demi mewujudkan cita-citanya. Jika tidak, bencana yang lebih besar lagi akan terjadi dan melebihi peperangan ketika orang yang tidak tepat mengambil posisi sebagai Kaisar" jawab lelaki pemilik dua bintang dipundaknya itu.
"Hmmm... Sepertinya tenaga kita sudah tidak dibutuhkan lagi. Peperangan sudah usai. Negara sudah berada diluar zona krisis. Pasukan zirah hitam dan Brigade Wolf mungkin harus menyebar dan mulai menyebarkan baktinya ditempat lain. Ingat! Walaupun beberapa waktu yang lalu kita terbiasa merenggut nyawa para tentara musuh, namun kali ini berbeda. Aku terlalu lelah membunuh. Sudah waktunya Resimen ini aku bubarkan!" Kata pemuda itu dengan mata berkaca-kaca.
Di dalam pasukan tentara ini, ada dua kelompok yang sangat terkenal yaitu, pasukan Zirah hitam sebagai pasukan yang bertarung jarak dekat, dan pasukan perintis yang diberi gelar Wolf Army. kedua pasukan ini berjumlah tidaklah ramai, mungkin sekitar tujuh ribu prajurit. tapi untuk kualitas tempur mereka, sudah tidak perlu diragukan lagi.
"Tuan. Mengapa anda?"
"Sudahlah. Kalian kumpulkan semua orang dari kita. Aku, Rey Clifford sebagai pimpinan tertinggi dalam kesatuan pasukan Zirah hitam di camp ini akan memberikan perintah terakhir kepada kalian!" Kata pemuda bernama Rey yang tidak lain adalah Jendral besar itu memerintahkan. Dia tidak lagi memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk berargumen. Sebaliknya, dia mengibaskan tangannya kepada bawahannya tersebut untuk melaksanakan perintah.
Di luar tenda perang Jenderal, hampir sekitar tujuh ribu orang sedang berbaris rapi dan siap menunggu perintah.
Mereka adalah tentara yang baru saja selesai berperang dan tergabung dalam organisasi tentara yang mendapatkan gelar sebagai pasukan zirah hitam. Awalnya mereka berjumlah sekitar sepuluh ribu orang. Namun, kejamnya peperangan telah merenggut tiga ribu jiwa dari sepuluh ribu orang sebelumnya. Dan kini, ketujuh ribu pasukan zirah hitam tersebut sedang menatap ke satu arah. Yaitu, Rey Clifford sebagai pemimpin tertinggi mereka.
"Kalian semua, para prajurit kebanggaan ku. Aku tau bahwa peperangan ini telah memaksa kalian untuk terpisah jauh dari keluarga, dari sahabat, dari orang-orang yang kalian cintai. Ketika itu, tidak ada pilihan bagi kita selain menerjunkan diri kedalam kancah peperangan. Karena, jika ingin selamat dari sebuah peperangan, maka kita sendiri harus ikut berperang. Membunuh atau terbunuh memang tidak bisa dielakkan. Hanya saja, kematian seperti apa? Apakah sebagai pengecut, atau sebagai ksatria.
Percayalah kalian wahai sauda-saudaraku! Tidak ada yang menginginkan peperangan terjadi. Kita hanyalah ujung mata tombak yang siap mengikuti perintah. Namun, kini semuanya sudah berakhir dan peperangan sudah usai.
Walaupun peperangan memang telah usai dan kita keluar sebagai pemenang, Tapi perjuangan masih tetap berlanjut. Perjuangan menebar kebaikan setelah melalui badai. Aku yakin kalian telah lama merindukan keluarga dan orang-orang yang kalian cintai. Oleh karena itu, Aku, selaku pimpinan tertinggi dalam pasukan zirah hitam ini secara resmi membubarkan pasukan ini dan kalian boleh kembali ke pelukan hangat keluarga dan orang-orang yang kalian cintai. Ingat! Perjuangan tidak hanya di Medan peperangan. Perjuangan sesungguhnya adalah, mempertahankan apa yang telah kita raih. Karena, mempertahankan lebih sulit daripada meraih.
Akhir kata dariku, terimakasih banyak karena kalian telah mempercayakan diri kalian kepadaku dan berdiri dibelakang ku selama ini. Kalianlah alasan mengapa aku tidak takut akan peluru. Dapat ku katakan, bahwa aku yang sebelumnya adalah gelandangan telah ditampung dan di didik bersama dengan kalian. Bukan hanya itu, kalian pula telah mempercayakan kepada gelandangan ini untuk memimpin kalian. Itu jauh lebih berat ketika aku harus mengorbankan nyawa beberapa diantara kalian. Tiga ribu orang mati dalam peperangan sementara aku masih hidup dan berdiri di depan kalian. Aku malu. Benar-benar sangat malu," Rey mengusap matanya yang berair. Baru kali ini dia menangis. Suatu ketika, sebutir peluru menghantam pundaknya. Namun, jangankan menangis, mengernyit pun tidak. Pernah juga dia melakukan pertarungan satu lawan satu dengan pemimpin tentara dari negara lawan. Ketika itu dia terluka parah walaupun dia berhasil membunuh jendral dari pihak musuh tersebut. Akan tetapi dia kuat dan tidak mengeluh. Namun, ketika dia mengingat ribuan nyawa saudaranya gugur, dia menjadi cengeng dan mulai menangis. Penyesalan itu terus menghantuinya. Karena, perintah untuk berperang ketika itu keluar dari mulutnya sendiri dan hasilnya, walaupun mampu membantai seluruh lawan, tapi kerugian di pihaknya benar-benar besar.
"Tuan..?!" Suara bergemuruh terdengar ketika tujuh ribu pasukan tersebut serentak meneriakkan kata-kata 'Tuan'
Rey mengangkat tangannya menginstruksikan agar mereka tidak bicara. Namun mereka bukannya diam, malah serempak berlutut sehingga sekali lagi suara lutut terbanting di tanah menggema di udara.
Rey menatap ke arah anak buahnya, kemudian menghela nafas berat. "Keputusan ini aku buat bukan tanpa alasan. Jika kalian menolak, kalian bisa memilih untuk terus menjadi tentara di kekaisaran. Aku akan meminta Pangeran untuk menerima kalian, dan memastikan bahwa jabatan yang akan kalian terima tidaklah rendah. Itu yang pertama. Yang ke dua, walaupun kalian nantinya adalah petani, pebisnis, kontraktor, investor, atau apapun profesi yang kalian geluti, sekali serigala, tetap serigala. Ketika perintah datang, walaupun dengan sebelah kaki, kalian harus kembali ke dalam pasukan. Mengerti?!"
"Tuan. Apakah anda benar-benar akan membubarkan pasukan ini? Bagaimanapun, kita telah menjalin ikatan persaudaraan yang sangat kuat. Bahkan, kami tidak pernah merasakan kedekatan hubungan satu sama lain seperti ini yang melebihi hubungan saudara kandung. Akankah setelah anda membubarkan pasukan, kami masih bisa melihat anda lagi dimasa yang akan datang?"
Rey menggelengkan kepalanya. Dia juga tidak tau kemana dia akan pergi. Setelah terusir dari Villa Clifford, rumah yang dia tempati selama ini adalah Camp tentara. Delapan tahun dia bersahabat dengan Medan tempur. Apa lagi rumah yang dia miliki jika bukan camp tentara.
"Seperti yang aku katakan tadi. Sekali serigala, tetap serigala. Walau apapun profesi kalian setelah ini. Kita akan terus berhubungan walaupun telah terpisah. Dan pada waktunya tenaga kalian dibutuhkan, seseorang akan menemui kalian. Ingat! Ketika perintah datang, tidak ada alasan penolakan. Menolak perintah penugasan berarti, mati!"
"Kami bersumpah bahwa sekali kami berada dalam pasukan serigala, selamanya kami adalah serigala. Dan kami akan menantikan anda mengirim seseorang untuk menemui kami dan kami akan mematuhi perintah walau apapun kondisinya,"
"Bagus! Sekarang, Serigala Timur, serigala Barat, serigala Selatan, serigala Utara dan serigala Api, kalian adalah pemimpin regu bagi dua ribu pasukan. Aku akan memberikan perintah terakhir kepada kalian. Silahkan memasuki tendaku, dan sisanya, kalian membubarkan diri. Bergaullah dengan masyarakat dan jangan membuat hal-hal yang dapat merugikan. Jika ada diantara kalian yang menginginkan pekerjaan sebagai tentara dan aparat penegak hukum, kalian tunggu didepan tenda Serigala api!" setelah selesai mengucapkan kata-kata tadi, Rey langsung memasuki tenda miliknya dengan diikuti oleh lima orang kepala kelompok. Sedangkan sisanya, sudah membubarkan diri dan kembali ke tenda masing-masing untuk mengemas barang-barang mereka dan mulai hari ini, lembaran hidup baru bagi mereka akan bermula.