Ketika seorang perempuan tidak ingin mempermainkan sebuah pernikahan yang baru seumur jagung, Humairah rela berbagi suami demi mempertahankan seorang pria yang ia cintai agar tetap berada dalam mahligai yang sama.
Aisyah Humairah menerima perjodohan demi balas budi pada orangtua angkatnya, namun siapa sangka pria yang mampu membuatnya jatuh cinta dalam waktu singkat itu ternyata tidaklah seperti dalam bayangannya.
Alif Zayyan Pratama, menerima Humairah sebagai istri pertamanya demi orangtua meski tidak cinta, obsesi terhadap kekasihnya tidak bisa dihilangkan begitu saja hingga ia memberanikan diri mengambil keputusan untuk menikahi Siti Aisyah sebagai istri keduanya.
Akankah Alif adil pada dua
Aisyahnya? atau mungkin diantara dua Aisyah, siapa yang tidak bisa bertahan dalam hubungan segitiga itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wheena the pooh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Humairah menggeliat, ia menguap kecil sebelum mengumpulkan nyawa lalu beranjak dari ranjang oleh suara adzan yang berkumandang dari ponselnya.
Perempuan ini segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum berwudhu demi menjalankan kewajiban subuhnya sebagai muslimah yang taat, meski ia belum sempurna menjadi seorang yang hijrah di jalanNya, namun Humairah bersyukur bisa menjalankan ini karena sebuah didikan orangtua yang berakhlak sejak ia menjadi anak adopsi dari pasangan ibu Aini dan ayah Ihsan.
Setelah menggantung kembali mukenahnya, karena waktu masih cukup panjang menjelang ia ke kantor kembali pada tugas magangnya, ia perlahan membuka laptop menyempatkan diri mengecek kembali ketikannya semalam untuk bahan bab materi skripsinya yang akan dikonsulkan lagi esok lusa.
Mendengar lantunan surah Ar-Rahman dari ponselnya yang sengaja ia putar agar suasana hening disubuh ini tidak terlalu terasa baginya yang kesepian sambil menyeruput secangkir teh hangat yang baru saja ia buat.
Seperti arti dari setiap lantunan ayat suci itu mengingatkan Humairah untuk selalu bersyukur dalam hidupnya meski kenyataan pahit kerap menghampirinya akhir-akhir ini.
Mengingatkan pula ia bahwa diberi kesempatan untuk terbangun dan bernafas disubuh setiap paginya adalah nikmat yang tiada tara, ia hanya berdoa agar mampu menjalani hari dengan hati lapang tentu kembali pada rasa syukurlah yang membuatnya tegak dan tidak goyah seperti ini, tidak mudah menjadi dirinya, tidak mudah pula menghadapi masalah rumit seperti yang Humairah jalankan saat ini.
"Huh kenapa waktu berlalu begitu cepat," rutuk Humairah yang melihat seberkas cahaya terang dari balik jendela kamarnya menandakan hari sudah pagi, itu artinya ia harus segera bersiap untuk tugas magang di kantor suaminya sendiri.
Menutup laptop, menyimpan semua keperluan skripsinya ke dalam sebuah laci yang ia gunakan khusus untuk barang-barang kepentingan kuliahnya.
Humairah menyiapkan sarapannya seorang diri, karena rasa malas menghampiri hingga ia hanya menyiapkan roti isi saja untuk sarapannya pagi ini sebelum memesan taksi online.
Ia mengunyah, lalu terdiam saat menatap sebuah kursi kosong di seberang ia duduk saat ini, hatinya bergetar kala mengingat obrolan mereka beberapa waktu lalu dimana Alif tidak mengelak soal lipstik yang ia temukan dalam jas lelaki itu, dari sanalah semuanya terbuka hingga berujung keputusan untuk berbagi cinta dengan wanita lain.
Humairah tersenyum sungging, lalu ia mengelap sudut matanya yang mulai berair, ia kunyah lagi rotinya sampai habis dan hal itu cukup membuatnya lebih baik.
*****
Di sebuah Bandara, keluar dari pintu kedatangan sepasang suami istri yang baru saja pulang dari liburan bulan madu setelah menikah sepuluh hari yang lalu.
Alif tidak melepas tangan istri keduanya, Aisyah. Mereka tampak mengumbar senyum satu sama lain, meski lelah berada dalam pesawat yang cukup lama namun tidak mengurangi kebahagiaan mereka yang telah usai mengecap manisnya memadu kasih di negara asal Valentino Rossi.
Disatu sisi lain di sebuah ruangan para akuntan berkumpul sebagai rekan kerja, dibantu oleh beberapa anak mahasiswa magang dari kampus ungu. Di sana juga Humairah tengah mengerjakan tugasnya, hari telah menunjukkan pukul 12 siang yang mana semua pekerja tersenyum lebar meregangkan otot pinggang karena duduk lama sedari pagi, sekarang sudah waktunya mereka untuk mengisi kembali tenaga dengan makan siang.
Ada yang membawa bekal sendiri, tetapi lebih banyak pula berjalan menuju ke kantin. Humairah kaget saat Lola menghampirinya.
"Melamun saja, ayo kita makan siang. Aku sangat lapar," rengek Lola pada temannya itu.
Sejenak Humairah berpikir sebelum menjawab, "Aku tidak lapar, sepertinya aku tidak enak badan."
"Apa kau demam?" tanya Lola sambil meraba kening Humairah, lalu ia menggeleng.
"Hmmm tidak panas, jangan berbohong aku tahu kau tidak lapar karena sudah kenyang makan hati, betul?" kilah Lola menatapnya kesal.
Humairah tersenyum juga, "Kau seperti peramal saja, ayo aku akan minum saja dan kau yang makan," ucap Humairah lagi langsung berdiri dari duduknya, ia malas jika Lola membahas itu dan itu lagi yang semakin ia merasa sulit untuk bersikap nyaman jika pikirannya tertuju pada Alif suaminya.
Lola terkekeh, ia merangkul pundak sahabatnya itu mereka berjalan menuju kantin yang mana Aji telah menunggu mereka di sana.
Humairah menopang dagunya dengan satu tangan, ia sejak tadi hanya jadi pemerhati dua sejoli yang kembali berdebat oleh suatu hal yang tidak penting, makan siang Lola dan Aji selalu dibumbui banyak drama dari keduanya.
Mereka berada di meja kantin paling sudut, sesekali Humairah terkekeh geli dengan tingkah dua sahabat kentalnya itu yang sepasang kekasih tapi seperti tom & jerry jika sudah bertemu.
Humairah bersyukur memiliki mereka. Lola dan Aji cukup memberinya energi positif keduanya pandai bercanda dan menghibur hingga ia tidak akan merasa kesepian didalam kesendiriannya.
Humairah kembali menegakkan duduknya secara sempurna ketika ia merasa ponselnya bergetar di atas meja di samping segelas teh es pesanannya tadi.
Lola melihat itu lalu bertanya, "Siapa?"
"Mertuaku, aku terima dulu," jawab Humairah meraih ponselnya.
Lola dan Aji mengangguk, mereka menghentikan pertengkaran karena tidak ingin mengganggu pendengaran Humairah yang sedang menerima telepon.
"Assalamualaikum ma," sapa Humairah setelah panggilan terhubung.
"........."
Raut wajah Humairah berubah seiring berjalannya waktu panggilan itu. Humairah menggeleng pelan lalu menjawab mama mertuanya dengan sopan.
"Tidak ma, mas Alif belum memberitahuku jika akan pulang hari ini, syukurlah jika mereka selamat kembali ke tanah air."
Humairah tersenyum getir saat mendengar kabar dari mertuanya bahwa Alif dan Aisyah telah pulang ke tanah air siang ini, lelaki yang menjadikannya sebagai istri pertama itu sama sekali belum memberi kabar padanya meski hanya lewat pesan WA.
"......."
"Bukan hal yang besar ma, aku akan mengerti mungkin saja mereka lelah dari perjalanan jauh hingga tidak sempat memberi kabar padaku kepulangan mereka siang ini," jawab Humairah lagi pada ucapan mertuanya di seberang telepon.
".........."
Kembali Humairah menarik napas dalam saat mendengar mertuanya mengatakan bahwa Alif dan madunya Aisyah mengunggah beberapa photo mereka yang bersiap di bandara dan berada dalam pesawat sebelum pulang di media sosial mereka.
"Aku baik-baik saja ma, tenanglah....."
Mereka mengakhiri obrolan di telepon, Humairah tidak banyak bicara setelahnya, ia pamit ke toilet pada Aji dan Lola.
Humairah membasuh wajahnya, ia menatap pada cermin toilet yang pernah menjadi kenangan lucunya ketika ia pertama kali bertemu Alif, Humairah tampak menghembuskan napas panjang.
Sungguh menangis rasanya hati Humairah saat ini bahkan hanya sebuah kabarpun Alif tidak menghubunginya, namun seakan mata lelah itu mengerti hingga tidak ada cairan apapun yang keluar darinya, iya Humairah menangis tanpa airmata.