Demi menyekolahkan dang adik ke jenjang yang lebih tinggi, Cahaya rela merantau ke kota menjadi pembantu sekaligus pengasuh untuk seorang anak kecil yang memiliki luka batin. Untuk menaklukkan anak kecil yang keras kepala sekaligus nakal, Cahaya harus ekstra sabar dan memutar otak untuk mendapatkan hatinya.
Namun, siapa sangka. Sang majikan menaruh hati padanya, akan tetapi tidak mudah bagi mereka berdua bila ingin bersatu, ada tembok penghalang yang tinggi dan juga jalanan terjal serta berliku yang harus mereka lewati.
akankah majikannya berhasil mewujudkan cintanya dan membangunnya? ataukah pupus karena begitu besar rintangannya? simak yuk, guys ceritanya... !
Happy reading 🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pergi bersama
Sagara dan Bima menunggu di ruang tamu, sesekali Sagara melirik jam di pergelangan tangannya sambil menatap kearah dapur. Tidak ada tanda-tanda kemunculan Cahaya disana, kamar Cahaya berada di dekat dapur. Sudah hampir 15 menit lamanya Cahaya tak kunjung keluar, kesabaran Sagara sudah tak tertahankan lagi dan akhirnya ia bangkit dari duduknya.
Begitu hendak melangkahkan kakinya, muncul lah sosok Cahaya yang memakai celana jeans di padukan dengan baju putih yang di balut Cardigan berwarna Mocca. Rambut Cahaya di gerai bebas, ia berjalan sambil memegang masker yang belum ia pasangkan ke wajahnya. Sagara sampai menyipitkan matanya, dia hampir tidak mengenali Cahaya yang biasanya memakai rok dan juga baju lengan pendek yang sudah pudar warnanya.
"Pa, itu Mbak Yaya yah? Kok keliatannya cantik banget ya, gak kayak biasanya?" Tanya Bima beruntun.
"Kayaknya iya, soalnya Papa yang pilihin bajunya." Jawab Sagara agak ragu.
Cahaya menatap heran kearah pria beda generasi itu, mereka tampak bengong melihat penampilannya, bahkan dengan kompak melihat dari ujung kaki sampai ke ujung kepala.
"Ada yang aneh ya?" Tanya Cahaya meringis, dia takut terlihat semakin jelek dengan baju yang di pakainya.
Keduanya kompak menggelengkan kepalanya, mereka berdua pun mengacungkan jempolnya bersamaan. Cahaya malah ikut menaikkan kedua jempol tangannya, dia bingung maksud dari isyarat yang dj berikan Bima dan Sagara.
"Den, udah siap belum?" Tanya Pak Maryono yang sudah berdiri di belakang tubuh Cahaya.
Sagara pun tersentak, dia segera mengajak Bima dan Cahaya keluar dari dalam rumah. Pak Maryono masuk ke dalam mobil, dia menyalakan mobilnya begitu semuanya sudah siap untuk berangkat. Bima duduk di pangkuan Sagara, sedangkan Cahaya duduk tepat di samping Sagara.
"Mama, Mama!" Bima memanggil Cahaya dengan sebutan Mama.
Cahaya langsung menoleh kearah Bima, dia memperlihatkan kepalan tinjunya kearah Bima yang mana membuat bocah itu tertawa lepas.
"Hahahaha... Mama kok marah sih, kan dedek Bima cuman panggil doang." Ledek Bima.
"Udah pernah di lakban tidak mulutnya? Jangan ya dek ya, eh tapi kayaknya boleh di coba." Gemas Cahaya.
"Cieeee... Yang bakalan jadi Mama Bima, huhuhuuuuyyyy..." Bukannya diam atau takut, Bima justru semakin menjadi-jadi. Jangan tanya bagaimana wajah Cahaya, pipinya sudah sangat merah karena salting dan juga kedal bercampur menjadi satu. Bagaimana dia tak kesal, Sagara malah diam tidak melakukan apapun.
Cahaya pun menoel pinggang Bima sampai si empu menggeliat, suara tawa renyah Bima membuat suasana di dalam mobil menjadi ramai. Bima menjulurkan lidahnya kearah Cahaya, sedangkan Cahaya sendiri langsung menggelitiki ketiak dan pinggangnya Bima secara bergantian. Sagara ikut senyum-senyum sendiri melihat kedekatan Bima dan Cahaya, berawal dari drama siang tadi ternyata berbuntut panjang.
*
*
Mahya datang mengunjungi rumah anak pertamanya, seorang Dokter yang selalu menjadi anak kebanggan di keluarganya. Amira menyambut kedatangan ibunya, anaknya pun berseru kala melihat sang nenek berjalan masuk ke dalam rumah.
Mereka semua berkumpul, seketika kekesalan dan juga kemarahan Mahya terhadap Sagara menguap begitu saja berganti menjadi candaan dan juga obrolan yang membuat moodnya kembali ceria. Kasih sayang yang di berikan oleh kedua orangtua terlihat sangat berbeda, sejak kecil Amira selalu di manja dan juga di bangga-banggakan, lain halnya dengan Sagara yang di didik lebih keras dan juga tegas oleh keduanya, mereka memberikan apapun yang Amira inginkan, tapi ketika Sagara yang meminta pastinya ia di tekankan untuk berusaha sendiri. Apa yang di miliki Sagara saat ini juga hasil kerja kerasnya, sejak Sagara sekolah ia kerja part time sampai kuliah pun jalur beasiswa. Hasil kerjanya ia tabung sampai berhasil mendirikan sebuah cafe yang ramai di datangi orang, Sagara adalah pria yang di tuntut mandiri tanpa bantuan sepeser pun dari orangtuanya.
'Laki-laki itu nantinya jadi pemimpin, harus tanggung jawab jangan ngandelin duit orangtua saja!' -Mahya.
'Papa mau kamu berusaha! Kamu pikir apa yang Papa miliki itu hasil malas-malasan? Sekolah yang bener, kalau mau kuliah ya cari beasiswa, kalau kamu mau sukses harus kerja keras. Kalau Amira beda, dia itu perempuan harus di dukung biar nanti jadi wanita yang kuat gak bisa diinjak orang lain.' Akbar.
Saat tahu Sagara sukses dengan cafenya, bukannya membantu membiayai agar usahanya lebih berkembang, justru Akbar dan Mahya dengan bangganya kepada semua orang bahwa hasil tersebut berkat didikan mereka. Sampai saat dimana Sagara berhasil mendapat gelas sarjana, Akbar jatuh sakit dan Sagara lah yang di tekan untuk melanjutkan bisnisnya karena Amira tidak mungkin menggantikan Akbar karena bukan bidangnya. Selama satu tahun Sagara terjun ke perusahaan ayahnya, bsnisnya semakin maju dan banyak yang mengajukan kerjasama.
Begitu Akbar sembuh total, Sagara mengenalkan Relia sebagai kekasihnya dan meminta restu pada kedua orangtuanya untuk menikahinya. Tetapi keduanya menolak dengan alasan Relia bukan berasal dari orang terpandang, sebagai pria sejati Sagara tetap menikahi Relia meskipun tidak mendapat dukungan ataupun restu dari orangtuanya. Mati-matian Sagara membangun usahanya untuk semakin maju, dia membuka cabang di dua kota sampai akhirnya bisa membeli rumah. Awalnya memang dia tinggal di rumah sederhana yang di sewakan, dia tak mau membawa Relia ke rumah utama karena tak mau sang istri sakit hati akan setiap perkataan ibu dan ayahnya, awalnya rumah tangga Sagara pun adem ayem sampai Bima hadir, tapi naas saat Relia meminta izin pergi ke kampung halamannya, berita Tsunami yang menenggelamkan banyak orang sampai di telinga Sagara.
Maka dari itu, Sagara merintis perusahaan yang kini sedang naik berkat kerja kerasnya. Dia akan menyingkirkan kesombongan ayahnya dan memberikan paham pada ibunya, bahwa anak yang di cap sebagai anak aib karena statusnya itu akan bersinar.
Tinggal menunggu waktunya tiba, semuanya akan terbongkar. Kenapa Sagara tidak langsung membeberkan perselingkuhan ayahnya, jawabannya adalah dia ingin Akbar merasakan kebingungan atas apa yang selalu dia banggakan.
Perusahaan Akbar kini mengalami penurunan saham, asisten pribadi Akbar pun tengah ketar-ketir meyakinkan investor agar tidak menarik sahamnya. Akbar yang sedang beradu peluh tidak bisa di hubungi, tangan kanan Sagara lah yang memanfaatkan kesempatan itu.
Aliando dan Matheo yang selalu mendukung Sagara dan menemaninya dalam suka dan duka, kini mereka berdua sedang menjalankan misi dari sahabatnya. Di balik berjalan mulusnya rencana mereka, ada bos kecil yang sudah mempermudah jalannya, dia adalah Raden Bima Mahardika.
kalau gara tau dia ditipu selama ini gimana rasanya ya. gara masih tulus mengingat relia , menyimpan namanya penuh kasih dihatinya, ngga tau aja dia 😄, dia sudah di tipu
relia sekeluarga relia bahagia dengan suami barunya.