Berry Aguelira adalah seorang wanita pembunuh bayaran yang sudah berumur 35 tahun.
Berry ingin pensiun dari pekerjaan gelap nya karena dia ingin menikmati sisa hidup nya untuk kegiatan normal. Seperti mencari kekasih dan menikah lalu hidup bahagia bersama anak-anak nya nanti.
Namun siapa sangka, keinginan sederhana nya itu harus hancur ketika musuh-musuh nya datang dan membunuh nya karena balas dendam.
Berry pun mati di tangan mereka tapi bukan nya mati dengan tenang. Wanita itu malah bertransmigrasi ke tubuh seorang anak SMA. Yang ternyata adalah seorang figuran dalam sebuah novel.
Berry pikir ini adalah kesempatan nya untuk menikmati hidup yang ia mau tapi sekali lagi ternyata dia salah. Tubuh figuran yang ia tempati ternyata memiliki banyak sekali masalah yang tidak dapat Berry bayangkan.
Apa yang harus dilakukan oleh seorang mantan pembunuh bayaran ditubuh seorang gadis SMA? Mampukah Berry menjalani hidup dengan baik atau malah menyerah??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hilnaarifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Karla berjalan pelan menyusuri lorong sekolah. Kemarin orang tua nya tidak banyak memarahinya hanya beberapa kata makian dan mereka pun melepaskan nya begitu saja.
Jika bukan karena benturan Alice. Dia sudah pasti habis saat itu juga yah meski begitu, murid-murid lain masih menyimpan spekulasi buruk terhadap nya.
Lihat saja tatapan menghakimi mereka yang di layangkan kepada nya sejak dia menginjakkan kaki di sekolah tadi.
"Lo masih punya muka buat datang ke sekolah ya, Kar? Nggak ada rasa bersalahnya ya Lo padahal udah buat Ruby masuk rumah sakit"Ucap seorang gadis ber-make up tebal di sana.
Teman-teman gadis itu mengangguk setuju dan mencerca Karla dengan kata-kata tajam mereka.
Karla sendiri hanya memutar mata malas, "Buat apa gue merasa bersalah? Toh, gue dan Ruby memang musuhkan. Salah nya karena jadi orang lemah"Jawab Karla dengan sinis.
Apa mereka pikir dia akan diam saja ketika di ganggu seperti ini? Dia itu pengganggu bukan yang di ganggu.
Gadis ber-make up tebal itu mendengus, "Nggak tahu diri banget sih lo. Pantas saja si Darrel nggak pernah mau sama lo, Ruby lebih jauh di atas lo"Hina gadis itu pada Karla.
Dia dan teman-teman nya pun tertawa karena sudah mengejek Karla.
Mereka semua berada di lantai satu. Gadis-gadis yang mengejek Karla, mereka seangkatan hanya perbedaan kelas mereka terlalu mencolok.
Jika Karla berada di kelas unggulan, gadis-gadis ini hanya berada di kelas terakhir atau bisa di sebut kelas buangan.
Menempatkan mereka di lantai satu, semua berandal berada disana. Meski begitu merekat tetap anak-anak orang kaya.
Bug
Sebuah sepatu melayang dan terkena wajah gadis ber-make up tebal tadi. Membuat cetakan kotoran yang jelas di wajahnya yang penuh dengan bedak, dari ujung ada Alice yang berlari mendekati mereka.
"Eh, maaf ya... Ini sepatu ku, dia memang suka sekali terbang sendiri ke orang yang berisik"Kata Alice dengan tidak bersalahnya, dia mengambil sepatu cantik nya dan segera memakai nya.
Karla terkejut namun dia juga terkekeh pelan. Sebelum gadis ber-make up tebal itu marah, Alice sudah lebih dulu berlari kembali.
"Aku pergi dulu ya, dadah..."
"Sialan! Sini nggak lo?!"Teriak gadis itu marah. Dia melihat Alice melambaikan tangan nya dan segera menaiki tangga menuju lantai dua.
Karla tersenyum miring, dia pun berjalan melewati gadis-gadis itu.
"Gimana, enak dapat sepatu terbang nya?"Ucap Karla mengejek gadis itu yang hanya bisa memaki nya saja.
Di sisi lain,
"Sepatu ku bisa terbang jauh juga ya?"Gumam Alice bingung. Dia segera masuk ke kelas nya dan duduk di pojok sambil memakai earphone, seperti biasa.
Meski kemarin dia dan teman-teman sekelasnya sempat berbaikan, dia tidak ingin terlalu banyak membuat kontak dengan mereka.
Dia cukup sendiri.
Dan mereka juga tidak mengganggu Alice lagi. Kelas itu berjalan seperti biasa nya. Terkadang, ada beberapa hal yang masih mengganggu pikiran Alice.
Pertama dari semua tokoh dalam novel, kenapa harus tubuh gadis ini yang jiwa nya
masuki?
Kedua, teka-teki tentang orang tua kandung gadis ini. Dari ingatan yang ia dapat waktu itu, ayah Alice di gadang sebagai pemain gitar handal atau terkenal.
Apa dia seorang penyanyi? Komposer musik? Atau gitaris band terkenal?
Tidak ada yang pasti karena para penggosip itu hanya mengucapkan nya dengan kata-kata halus dan dia tidak terlalu paham.
Kenapa Alice bisa ada di panti asuhan? Apa yang membuat nya menjadi yatim piatu, apakah ayah kandung nya meninggal? Dan dimana ibu nya?
Lalu, bagaimana dengan akhir kehidupan nya sekarang, apa dia akan terus tinggal di dunia novel ini atau dia akan pergi ke akhirat?
Lalu, dimana Alice yang asli? Apa gadis itu tidak sadar kalau tubuh nya telah di ambil alih oleh jiwa asing yang datang dari anta berantah mana?
Semua pemikiran ini membuatnya lelah. Kenapa dia tidak masuk ke tubuh istri pengusaha kaya saja? Itu lebih baik dari pada tubuh anak SMA yang punya banyak teka-teki di hidupnya.
Alur novel ini pun sudah terlanjur berantakan. Mau berpegang di mana lagi dia dan Karla tidak terlalu sering lagi mengejar Darrel. Berbeda di dalam cerita hampir setiap hari dia berusaha menempel kan diri nya pada Darrel.
Mungkin gadis itu juga sudah sadar kalau Darrel memang tidak untuk nya. Satu lagi
pertanyaan, siapa pemuda yang mencintai Ruby dalam diam?
Dia bahkan merelakan gadis itu untuk Darrel yang pernah menyakiti Ruby. Dia juga membantu dan menjaga Ruby selalu mengawasi gadis itu.
Tapi, sampai saat ini dia belum ada melihat tanda-tanda pemuda seperti yang ada di dalam cerita.
Semua tampak normal mungkin, dia akan
muncul jika perempuan masa lalu Darrel datang.
Masalah nya, kapan gadis itu datang? Alur
cerita sudah berantakan, tidak menutup kemungkinan kalau tokoh yang satu ini akan hadir lebih cepat atau tidak pernah sama sekali.
Hmm, jika dia datang. Betapa senang nya Alice karena bisa melihat Ruby kesusahan. Haha...
***
Gama berada di dalam ruangan OSIS. Dia sibuk memandang benda kecil yang ada di tangannya sedari tadi sampai teman atau bisa disebut wakil ketua OSIS, Dian Andara, mulai muak.
"Tinggal lo kasih tuh gantung kunci sama cewek lo, kok susah amat sih? Heran gue dari tadi lo pantengin terus tuh barang"Ucap Dian mengomel.
Gama melirik teman nya datar, "Berisik." kata nya dingin.
Dian berdecak, dia menyerahkan kertas-kertas di tangan nya pada Gama.
"Nih... absen dari setiap ekskul. Gue dapat kabar, salah satu murid ekskul musik nggak pernah datang buat latihan lagi akhir-akhir ini"Ucap nya.
Gama mengambil kertas absen itu dan membaca nya sebentar.
"Nama nya Alice. Dari kelas 11 IPA 3, si pemain Selo yang sering ikut perlombaan, dia sering absen. Sampai-sampai, pengajar nya datangin gue sambil marah-marah, sawan tuh orang"Lanjut Dian mengomel lagi. Kali ini dia sibuk mengurus catatan murid yang suka bolos dan melanggar peraturan sekolah.
Terkadang, dia berpikir, kenapa dia mau masuk OSIS? Ini pekerjaan yang sulit dan juga merepotkan.
Gama melihat absen ekskul musik, memang benar nama Alice tercantum sering absen dari setiap pertemuan. Dia baru tahu gadis itu ikut ekskul musik.
Gama tersenyum tipis, dia punya alasan untuk memarahi gadis itu lagi ah senangnya membuat orang kesal.
Dian menatap julid pada Gama. Tangan nya bahkan membeku di udara ketika melihat pemuda di samping nya sedang tersenyum bak orang gila.
"Lo kenapa, dah? Jangan gila ya, pekerjaan kita masih banyak"Ucap Dian sinis.
Dia pun melanjutkan pekerjaannya, pemuda itu menggelengkan kepala nya heran melihat tingkah aneh Gama yang akhir-akhir ini sering sekali tersenyum secara tiba-tiba.
Wajah Gama kembali dingin. Dia mendengus dan merapikan kertas-kertas tadi, pemuda itu berdiri dari duduknya.
"Gue mau datangin gadis ini, sisa nya lo
urus dulu"Ujar Gama berdiri sambil membawa sebuah kertas yang berisi absen ekskul musik.
Dian mengangguk paham, "Ya udah, lo pergi aja"Jawab nya singkat. Dia sedang sibuk mengetik sesuatu di laptop nya.
Gama pun berjalan keluar dari ruangan OSIS dengan santai. Di sepanjang jalan, beberapa murid terutama perempuan menyapa nya dengan genit. Gama, itu bisa di bilang salah satu cowok populer di sekolah nya selain memiliki wajah tampan rupawan jabatan sebagai ketua OSIS yang dingin dan tegas pun semakin membuat nya terkenal.
Bahkan sekolah lain mengenal pemuda itu. Banyak yang memuja nya dan menginginkan pemuda itu untuk menjadi kekasih mereka.
Namun sayang sampai saat ini tidak ada
tanda-tanda kalau pemuda itu sedang dekat dengan seseorang.
Dia juga jarang bergaul dengan orang lain bahkan untuk teman sekelas nya mereka juga tidak terlalu sering berkomunikasi dengan Gama.
Ngomong-ngomong, dia satu kelas dengan Ruby dan Darrel. Memang kelas unggul yang menyatukan serbuk berlian.
"Dimana Alice?"Suara dingin Gama terdengar dari pintu kelas.
Semuanya memperhatikan pemuda itu, ketua kelas si gadis berkacamata pun menjawab.
"Dia tidak disini, coba lihat di kantin. Mungkin dia sedang istirahat disana."
Gama mengangguk paham dan berterimakasih pada gadis tadi. Pemuda kembali berjalan menuju kantin, kenapa dia perlu repot-repot untuk menemui Alice ya? Ah, sudah lah.
Saat sudah sampai di kantin. Dia menatap sekeliling dan mencari sosok Alice ternyata gadis itu berada di tengah kantin, tumben sekali.
Biasanya, dia akan memilih bagian pojok dan menyendiri disana. Gama ingin kembali melangkah namun dia tiba-tiba berhenti ketika melihat Darrel mendatangi gadis itu sambil membawa nampan yang berisi makanan.
Di ikuti teman-teman pemuda itu yang ikut duduk di meja yang sama dengan Alice.
Wajah Gama mendingin tanpa sadar dia meremas benda yang ada di tangan nya.
Disana Alice tersenyum, "Makasih"Kata nya sambil menerima piring berisi nasi goreng kesukaan nya.
Darrel mengangguk, dia pun mulai menikmati makanan nya. Alice dan yang lain mengikuti Darrel.
"Kalian nggak jenguk Ruby? Aku pikir kalian cukup dekat"Ucap Alice basa basi sela-sela makan nya.
Esa menggeleng, "Teman-teman nya kan ada disana untuk apa kami repot-repot menjenguk nya"Jawab pemuda itu sedikit sarkas.
Darrel melirik Esa datar yang mana membuat pemuda itu menaikkan alis nya menantang.
Noah, menghela nafas pelan, "Kami tidak dekat dengan Ruby. Hanya menghargai Darrel yang mendekati gadis itu saja."
Ini pertama kali nya dia melihat pemuda berkaca mata itu berbicara. Em... suara nya cukup seksi.
Alice mengangguk paham. Dia pikir, tokoh protagonis seperti Ruby akan sangat di sukai banyak orang terlebih lagi dia bukan perempuan yang lemah.
Tapi ternyata dia salah, Ruby tidak sepopuler itu untuk di sukai oleh setiap tokoh di dalam cerita ini.
"Ngomong-ngomong bagaimana dengan geng motor kalian? Bukan nya kemarin kalian di tipu sama musuh kalian ya?"Ucap Alice dengan polos.
Dia menggigit kerupuk yang ada di piring nya dengan ganas. Semua nya terdiam menatap Alice dan juga Darrel.
Pemuda itu terbatuk-batuk karena salah
menelan makanan nya yang belum sempat dia kunyah.
"Apa ada cerita yang tidak kita tahu?"Ucap Esa tersenyum tipis pada Darrel yang berusaha mencari minum, Alice yang melihat nya segera membuka botol air minum nya yang masih baru dan memberikan nya kepada pemuda itu.
Segera Darrel mengambil nya dan meminum air itu dengan rakus.
"Kau belum bercerita pada mereka kalau kau hampir saja mati karena geng musuh mu?"Lanjut Alice lagi dengan bingung, dia mengira pemuda ini sudah mengatakan semua nya pada teman-teman geng nya yang lain.
Darrel menggeleng, "Gue memang nggak ngasih tahu mereka dan tidak berniat untuk menceritakan nya. Terima kasih karena sudah mengatakan itu pada mereka"Kata pemuda itu sarkas.
Alice menyengir tidak bersalah. Bukan salah nya, siapa suruh pemuda ini tidak menjelaskan kepada teman-teman nya sebagai orang yang baik, dia hanya mengatakan apa ada nya.
"Jadi, sekarang apa?"Tanya Noah memandang Darrel menuntut jawaban dari pemuda itu. Darrel pun menghela nafas pasrah dan mulai menceritakan semua nya dari awal hingga dia bertemu dengan Alice kemarin yang membantu nya menghajar geng musuh mereka.
Alice merasa ada yang mengawasi nya, dia pun mengedarkan pandangan nya ke seluruh kantin dan mendapati Gama yang masih berdiri di pintu masuk kantin sambil menatap nya dingin.
Ada apa dengan penmuda itu? Dia menatap Alice seakan-akan dia sedang ketahuan selingkuh.
Alice tersenyum senang dan melambaikan tangan nya pada Gama tapi pemuda itu malah melongos pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun. Alice menjadi bingung aneh sekali, pikir nya.
Dia pun hanya mengangkat bahu acuh dan melangkah makan nya. Dia melihat Darrel dan teman-teman nya yang ternyata sedang menatap nya tercengang.
Okey, sekarang apa?
Ahaha... dia seperti nya di kelilingi oleh orang-orang aneh ya.
"Kalian kenapa?"Tanya Alice pelan. Gadis itu menarik piring makanan nya menjauh dari mereka padahal belum tentu para pemuda itu ingin mengambil makanan Alice.
Ditri menggelengkan kepala nya, "Nggak ada apa-apa. Cuman, gue sama yang lain merasa lo hebat bisa menolong Darrel dari anak geng sebelah"Ucap pemuda itu dengan santai agar tidak membuat Alice takut melihat tampang aneh mereka.
"Oh, ahaha... ha..."
Alice tertawa dengan canggung, tangan nya masih sibuk mencoba menyembunyikan makanan nya dari para pemuda itu.
Siapa yang tahu, bisa saja salah satu dari
mereka memang berniat untuk mengambil makanan nya, kan?
Esa yang melihat itu mendengus. "Gue nggak selera makan, makanan bekas orang lain"Ucapnya sinis.
Mulut pemuda ini memang begitu pedas jika Alice tidak memiliki jiwa yang lebih tua, dia pasti akan melempar pemuda ini dengan piringnya karena kesal.
"Aku hanya tidak sengaja melihat nya hampir mati. Jiwa baik ku tidak tahan jadi ya, aku menolong nya. Dari pada aku harus menjadi saksi pembunuhan"Jawab Alice kesal.
Dia dengan cepat menghabiskan nasi goreng nya agar tidak ada yang mengambil itu dari nya.
Yang lain hanya mengangguk paham namun mereka sedang merencanakan sebuah pembalasan untuk para anak buah geng motor sebelah yang menyentuh Darrel.
Semua nya kembali menikmati makanan mereka dengan tenang.
Di lain sisi,
Dian terkejut ketika tiba-tiba Gama datang keruangan mereka sambil membuka pintu dengan kasar. Pemuda itu melempar kertas yang dia bawa ke atas meja Dian.
"Lo kenapa sih?"Tanyanya heran. Jarang-jarang dia melihat Gama terlihat marah seperti ini.
Gama tidak menjawab, dia hanya bergumam saja dari tadi, "Si sialan itu, tidak bisakah dia membiarkan ku bahagia sekali saja?"
"Kenapa harus gadis itu?"
"Gue nggak akan diam aja, awas aja lo."
Itulah yang Dian dengan sebelum Gama masuk ke ruang pribadi nya dan mengunci pintu dari dalam.
Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Tuh anak Kenapa ya?"
Ah sudah lah, dia lelah memikirkan tentang Gama yang mulai kumat penyakit gila nya.
Lebih baik dia melanjutkan pekerjaan nya, "Nih berkas kenapa nggak siap-siap sih dari tadi?!"Kesal nya menatap laptop nya.
***
"Kalian lihat, siapa perempuan yang menolong pemuda bajingan itu kemarin?"Ucap seorang pemuda pada teman-temannya yang sedang berkumpul di sebuah ruangan.
"Gue nggak lihat wajah nya. Tapi seperti nya mereka satu sekolah. Gue sempet melihat seragam yang dia pakai, mirip sama seragam Dominic"Jawab salah satu pemuda di sana.
Pemuda pertama, Bagas Abinaya. Ketua geng motor Jupiter, musuh bebuyutan Darrel dan kelompoknya.
Sedangkan pemuda yang kedua, dia wakil dari Bagas, Guntur Kusuma.
"Gue mau, kalian cari tahu siapa tuh cewek. Berani-beraninya dia menghalangi rencana kita"Ucap Bagas kesal. Mereka semua hanya mengangguk pada perintah sang ketua.
"Gas, gue dengar Ruby masuk rumah sakit kemarin"Ujar Guntur mengalihkan pembicaraan.
Bagas berhenti merokok, dia menatap wakil nya bertanya. "Kenapa?"
"Karla. Perempuan yang ngejar-ngejar Darrel, gosip nya dia bully Ruby di toilet sekolah kejadian cukup jadi bahan perbincangan antar sekolah"Jawab Guntur.
Bagas menghisap rokok nya dan membuang asap nya dengan pelan, "Perlu kita kasih pelajaran juga buat dia? Cewek yang lo incar sampai masuk rumah sakit cuman gara-gara dia"Lanjut Guntur memprovokasi teman nya.
Bagas melirik anggota geng nya yang seperti nya mendukung ucapan dari sang wakil.
Dia terkekeh sinis, "Bilang aja Lo mau dapat mainan baru, sialan"Balas pemuda itu.
Guntur tertawa kecil, "Lo tahu aja rencana gue jadi gimana, balas dendam?"Tanya Guntur sekali lagi.
Bagas melambaikan tangan nya, "Terserah lo pada ambil aja dia kalau kalian mau."
Mendengar ucapan ketua mereka, Guntur dan yang lainnya bersorak senang. Bagas menggelengkan kepala nya melihat teman-teman biadab nya yang sangat suka memainkan seorang gadis.
Di tempat lain,
Seorang pria tua turun dari mobil nya di ikuti oleh para penjaga nya. Dia melihat sekeliling, sebuah rumah sederhana namun memiliki taman yang sangat luas.
Keadaan sekitar pun tampak tidak di
rawat dengan baik, dia berjalan melewati taman itu yang di penuhi dengan daun-daun yang berguguran.
Seorang butler yang terlihat cukup tua sedang berdiri di pintu menyambut kedatangan pria tadi.
"Tuan." kata nya sambil menunduk pelan.
Pria tua itu mengangguk, "Apa dia di dalam?"Tanya nya pada butler tadi.
"Ya Tuan, beliau memang berada di dalam"Jawab nya dengan sopan. Pria tua itu mengangguk dan kembali berjalan masuk ke dalam rumah.
Berbeda dengan di luar, keadaan di dalam rumah lebih terlihat baik dan terawat. Meski banyak barang-barang yang tertutup kain putih kerena tidak pernah di gunakan.
Suara alunan musik ringan terdengar memenuhi seisi rumah, terlihat ada seorang pria yang sedang duduk di sebuah kursi dekat dengan perapian.
Di atas perapian itu, ada sebuah foto besar yang menampilkan tiga orang, dua di antara nya adalah sepasang pria dan wanita yang tersenyum bahagia sambil menggendong seorang bayi perempuan.
Mereka menatap kamera dengan kebahagiaan yang terpancar. Pria tua itu berdiri agak jauh dari kurus yang di duduki pria lain.
Di sekitar banyak alat-alat musik dari yang berbentuk lama hingga modern, menjadi
pajangan dalam ruangan itu.
"Apa kabar, nak? Sudah lama ayah tidak mengunjungi mu, kan"Ucap pria tua itu dengan pelan pada seseorang yang duduk di kursi depan nya.
Tidak ada jawaban sama sekali. Hanya suara musik klasik dan bau kayu terbakar di perapian lah yang menjawab.
Pria tua itu tidak menyerah, "Seperti nya,
kau terlihat lebih baik"Lanjutnya lagi.
Api berderak melahap setiap kayu yang di masukan ke dalam oleh butler tua itu. Butler itu menggelengkan kepala nya pada pria tua itu.
Itu tidak berhasil tidak ada tanggapan dari
seseorang yang duduk di kursi itu. Pria tua itu hanya tersenyum tipis, dia melihat ke arah foto yang ada di atas perapian tersebut.
"Kau tahu, ayah datang kesini membawa berita baik untuk mu"Kata pria tua itu masih tidak menyerah untuk mengambil perhatian orang yang duduk di kursi tersebut. Belum ada pergerakan dari balik kursi.
"Ayah menemukan peri kecil mu"Ucap nya dengan gembira.
Sesaat ruangan itu tampak sunyi sebelum terdapat sebuah pergerakan dari balik kursi tidak lama seorang pria berbalik.
"Dia sangat mirip dengan ibunya. Ahaha... mata mereka sangat cantik, kau tahu?"Lanjut pria tua itu sambil tersenyum menatap putra tertua nya yang kini juga sedang menatap nya kosong.
"Kau pasti senang melihat nya, nak"
Pria tua itu menitik kan air mata ketika melihat putranya menangis. Ya, kedua pria ini menangis bukan karena sedih melainkan tangis kebahagiaan.
Pencarian mereka selama ini akhirnya berakhir. Dia tidak akan melihat putra nya terpuruk lagi dalam penyesalan yang tiada akhir.
^^
tp yg baca ko dikit y..
yooo ramaikan hahhlah
semangat kk