Ibu Dari Anankku

Mendadak suasana jadi gaduh, aksi penutupan seluruh pintu gerbang membuat orang-orang heboh. Semua sibuk berasumsi, bahkan sebagian lagi terlihat panik. Jangan-jangan ada yang tidak beres di tempat itu.

Apalagi datang beberapa mobil hitam berjajar rapi dan berhenti di sekitar pintu gerbang.

Moza yang kala itu berada di sekitar sana, ia hanya menduga barangkali ada pejabat atau orang penting. Makanya harus steril, ia tak tahu. Ini semua adalah atas titah Naga, semua pintu ditutup untuk mencegah Moza meninggalkan tempat itu. Sayang, Moza tidak tahu apa-apa.

Kini Moza hanya bisa menunggu dengan pasrah. Sama seperti orang-orang di sekitarnya, Moza dan putrinya memilih menunggu sampai dibukanya pintu.

Suara riuh dan heboh kembali terdengar tak kala pewaris Sanrio Group turun dari mobilnya. Banyak decak kagum para pengunjung saat menatap Naga dari dekat.

Pria tampan, mapan dan penuh kharismatik. Barangkali itu adalah gambaran mahluk Adam yang sempurna. Dambaan para wanita. Apalagi di kota kecil itu, jelas wajah Naga paling bersinar di sana.

"Ya ampun, tampan sekali!" seru ibu-ibu yang takjub saat melihat Naga dari jarak dekat. Suaminya sampai masam, BT mengapa istrinya ganjen sekali. Lihat bening sedikit lupa kalau di sebelahnya ada bapaknya anak-anak.

Sementara itu, Moza yang mendengar banyak pujian yang dilontarkan oleh orang-orang pada sosok pria yang belum ia lihat wajahnya. Ia pun sedikit penasaran, setampan apa sih pria itu?

Moza mencoba berjinjit, karena pandangan matanya terhalang oleh orang-orang di depannya.

Begitu melihat orang yang dimaksud dan yang banyak dibicarakan itu. Moza langsung berbalik. Gawat! Moza pun langsung memegang tangan Sendy.

"Sayang, ayo ke sana!"

"Kaki Sendy sakit, Ma!" keluh gadis cilik tersebut. Sejak tadi ia lari-lari, kini ia mengeluh kelelahan.

Tidak mau tertangkap oleh Naga, Moza pun mengendong Sendy dan menjauh dari gerbang.

Ketika Moza sibuk mencari tempat untuk bersembuyi, Naga kini memerintahkan seluruh anak buahnya berpencar. Ia menceritakan ciri-ciri Moza, dan baju apa yang dipakai oleh wanita itu.

Naga memasang mata bak seekor elang, ia menyisir semua pengunjung yang ada di sekitar sana. Dari video terakhir, harusnya Moza tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini.

Seorang pria berpakaian rapi serba hitam mendekat dan berbisk pada Naga. Kontan pria itu langsung berlari begitu mendengar informasi yang baru ia dapat.

Naga membelah kerumunan orang-orang, ia berlari cepat, seakan tak mau kehilangan jejak seklai lagi.

Di dalam sebuah wahana rumah kaca, Moza memeluk tubuh putrinya ketika dua orang menghadang langkahnya.

Moza berniat bersembuyi di dalam area rumah kaca tersebut, sayang sekali salah satu pengawal Naga mengendus keberadaannya.

Apalagi gerak-gerik Moza kala itu sangat mencurigakan, maka sangat mudah sekali ia ditangkap.

"Apa yang kalian lakukan? Beri kami jalan!"

Moza panik melihat dua orang bertubuh tegap tersebut.

Dua orang itu sama sekali tak memberikan cela bagi Moza untuk kabur. Mereka akan menahan Moza dan putrinya sampai atasan mereka datang.

Di dalam ruang kaca yang penuh dengan pantulan itu, tiba-tiba terdengar derap langkah kaki yang memburu.

"Ma ... Sendy takut!" ratap anak kecil itu.

"Nggak apa-apa, sayang!" Moza membelai rambut putrinya.

Ia mencoba menenangkan sang putri, padahal hatinya sendiri sudah berkecamuk cemas tak karuan.

Apalagi ketika seorang pria datang bergabung bersama mereka.

Sampai detik ini, Moza tak tahu siapa nama pria itu. Pria yang sudah membuatnya hamil.

"Tinggalkan kami!" perintah Naga pada para anak buahnya.

Suara pria itu sangat berat, terdengar menyeramkan bagi Moza. Peristiwa di malam itu kembali terlintas di benak Moza. Bagaimana Naga memperlakukan dirinya dengan kasar dan brutal.

Pria tak dikenal itu, memaksa Moza untuk melepas hasrrat sang pria yang sudah terpengaruh oleh obat.

Sebuah malam yang akan pernah Moza lupa, ia bahkan ingat. Meninggalkan cakaran di punggung pria tersebut. Hingga lahirlah Sendy ke dunia.

"Biarkan kami pergi!" Moza mencoba menatap pria tak ia ketahui namanya tersebut.

"Pergi?" Naga mengulang kata yang terucap dari bibir Moza. Dilihatnya sekilas ke arah anak kecil yang terlihat ketakutan.

"Mengapa menghalangi kami? Kami tidak memiliki urusan dengan kalian." terang Moza yang mulai mengangkat wajahnya tinggi-tinggi.

Naga tersenyum getir. Kemudian melepas jas serta kemeja yang ia kenakan. Kontan Moza berbalik sambil memeluk putrinya.

"Lihat ini!" sentak Naga.

"Anda sudah gila!" teriak Moza tanpa berani berbalik atau menatap.

"Jangan omong kosong! Lihat ke sin! Ini aku dapatkan enam tahun silam!" terang Naga dengan geram.

"Enam tahun lalu? Ada apa enam tahun lalu? Itu adalah hari menghilangnya dia dari Kota terkutuk itu!" batin Moza.

"Moza, lihat ke mari!" Naga menarik lengan wanita itu agar menatap ke arahnya. Ketika Moza sudah berhasil ia putar. Kini Naga berbalik. Ia memperlihatkan bekas sayatan di punggungnya, tak lupa. Ada goresan kecil, yang pasti itu milik Moza.

Moza bergidik ngeri, sayatan seperti itu adalah ciri khas Madam. Setiap ada pelangan yang macam-macam dan menimbulkan keresahan bagi bisnis Madam Antony. Tanpa kompromi, bagai stempel maut. Madam akan menandai musuh-musuhnya.

Melihat goresan itu, Moza langsung lemas. Apa ini karenanya? Namun bukan kalimat prihatin yang keluar dari bibir Moza. Ia malah bersikap tak peduli. Walau hatinya sedikit terenyuh.

"Itu bukan urusanku!" suara Moza memecah keheningan. Dengan lantang ia berani menantang, meski jantungnya sudah tak karuan rasanya. Memikirkan Madam Antony, membuatnya nyali Moza semakin menciut.

"Apa aku tidak salah dengar?"

"Saya tidak mengerti maksud anda menunjukkan luka itu. Yang jelas tidak ada kaitannya dengan Saya!"

"Jangan pura-pura bodohh! Mereka mengejarmu, kemudian mencariku! Apa yang kamu sembunyikan?" Bersambung.