WARNING : CERITA INI ITU TIPE ADULT ROMANCE DENGAN VERSI ROMANCE SLOWBURN !!!
[ROMACE TIPIS-TIPIS YANG BIKIN JANTUNGAN DAN TAHAN NAPAS]
---
Lima tahun yang lalu, Damien dan Amara menandatangani perjanjian pernikahan demi menunjang keberlangsungan bisnis keluarga mereka. Tidak pernah ada cinta diantara mereka, mereka tinggal bersama tetapi selalu hidup dalam dunia masing-masing.
Semua berjalan dengan lancar hingga Amara yang tiba-tiba menyodorkan sebuah surat cerai kepadanya, disitulah dunia Damien mendadak runtuh. Amara yang selama ini Damien pikir adalah gadis lugu dan penurut, ternyata berbanding terbalik sejak hari itu.
---
“Ayo kita bercerai Damien,” ujar Amara dengan raut seriusnya.
Damien menaikkan alis kanannya sebelum berujar dengan suara beratnya, “Dengan satu syarat baby.”
“Syarat?” tanya Amara masih bersikeras.
Damien mengeluarkan senyum miringnya dan berujar, “Buat aku tergila kepadamu, lalu kita bercerai setelah itu.”
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon redwinee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 32
Di sebuah rumah nan mewah yang terletak jauh dari pusat kota dimana ramainya orang-orang beraktivitas dengan lalu lintas yang dipadati oleh kendaraan, Bastian berjalan menyusuri sebuah lorong dalam rumah itu yang menghubungkannya pada sebuah pintu di ujung ruangan.
Rumah bercat putih itu berdiri megah dan besar. Dengan letaknya yang jauh di pelosok hutan, sulit bagi warga untuk menemukannya kecuali mereka menggunakan mobil untuk menelusuri hutan berjam-jam hingga sampai pada rumah.
Dalam sekali toleh terlihat seperti rumah mewah pada umumnya terlepas fakta kalau bangunan itu dibangun di tengah hutan belantara yang tidak ada orang tinggal, bahkan bisa saja ada binatang buas yang berkeliaran disana.
Bastian masuk ke dalam rumah mewah itu, disambut oleh para pengawalnya yang menunduk hormat. Seperti rumah pada umumnya, disana merupakan tempat tinggal para kaki tangan Damien.
Mereka makan, tidur dan berlatih disana. Rumah itu sudah seperti basecamp bagi para pengawal Damien. Dan semuanya adalah pria, tidak ada wanita sama sekali. Mereka semua adalah orang-orang terpilih Damien yang sudah melewati penyeleksian Damien. Mereka jago berkelahi, tidak takut mati dan siap bekerja dibawah Damien dengan menyerahkan segalanya, sekalipun nyawa mereka demi melindungi Damien.
Bastian menaiki tanggal melingkar yang membawanya menyusuri rumawah mewah itu, berjalan melewati kamar utama dalam rumah itu yang disiapkan untuk Damien walau pria itu jarang masuk ataupun menginap disana.
Bastian melewati sebuah lorong yang dilapisi oleh sebuah karpet merah sepanjang ia melangkah. Disana terdapat berbagai jenis senapan dan pistol yang digantung dan tertata rapi. Setiap langkah yang Bastian ambil menggema diantara bayang-bayang senjata yang berkilau dibawah cahaya redup.
Langkah cepat kembali ia ambil saat kakinya berhenti tepat di depan pintu ruangan itu, tangannya mencengkeram kuat gagang pintu kemudian membukanya dengan sekali tarikan.
“Kenapa kalian membiarkannya pergi sendirian,” teriakan Bastian menyebar ke seluruh ruangan yang berhasil menyentak fokus anak buah mereka yang berkumpul didalam sana.
Keadaan mendadak hening dan mencekam, semuanya masih menatap ke arah Bastian yang tampak muncul dengan napas terengah-engahnya setelah berteriak tadi.
Tidak ada yang berani menjawab Bastian, mereka hanya menunduk takut. Bastian memanglah pria yang usil dan penuh dengan candaan, tetapi sekalinya dia marah, maka Bastian akan sangat serius, baik dalam sikap ataupun perkataannya.
Bastian cukup mengerikan ketika ia marah.
Marco akhirnya mengalihkan perhatiannya dari komputernya kemudian menatap Bastian, “Damien meminta kita untuk tidak mencampuri urusannya yang kali ini. Dia benar-benar ingin pergi sendirian kesana dan dia bahkan mengancam akan membunuh kita jika berani untuk diam-diam mengikutinya.”
Bastian beralih menatap Marco dengan tatapan tajamnya, “Kau tahu Damien bisa saja mati sendirian disana.”
Jujur, Bastian tidak mengerti dengan jalan pikiran Damien yang seakan secara sukarela membiarkan dirinya masuk ke dalam kandang singa itu sendirian.
Damien dan Bastian sama-sama menjalani bisnis gelap mereka dengan segala anak buah yang bekerja dibawah mereka. Walaupun terkesan Damien adalah ketuanya, tetapi mereka semua tahu Bastian selalu akan ikut campur dalam segala hal sebab Bastian sudah seperti tangan kanan Damien disana.
“Damien mengeluarkan perintah secara khusus untuk tidak mengawalnya dan tugas kita sebagai bawahannya hanyalah mengikuti perintahnya,” ujar Marco lagi kepada Bastian.
Bastian mengacak rambutnya frustasi, Bastian tahu Damien ingin menunjukkan bahwa dirinya benar-benar datang sendirian ke sana dan berusaha tidak memancing Walson untuk lebih mengerahkan banyak pengawalnya dalam mengawasi pertemuan mereka.
Benar, Damien sedang mengunjungi kediaman Walson.
Entah apa yang Damien rencanakan, terkadang Bastian tidak dapat menebak isi pikirannya. Damien sangat suka cari masalah.
Setelah kemarin mereka mengirim paket mayat putrinya itu ke rumahnya, Walson tentu saja tidak tinggal diam. Bahkan kemarin markas mereka hampir di bom dan dilenyapkan oleh Walson. Namun akhirnya Damien menghubungi pria itu secara personal dan mengajaknya untuk bertemu di rumahnya. Damien juga berjanji akan datang tanpa pengawal ke sana.
Tetapi tetap saja, Bastian menanggap bahwa pergi sendirian ke sana tanpa seorangpun pengawal terlalu berbahaya. Jika Damien benar-benar tidak bsia bernegoisasi dengan Walson, maka Damien akan mati di tangan Walson sebagaimana Florynn mati di tangah Damien.
Damien memasuki kawasan rumah mewah berwarna putih yang berdiri megah dengan meraup desain kuno khas kerajaan, Dindingnya memiliki banyak corak dengan pola-pola abstrak, banyak lampu jalan dengan corak kuno yang menyinari jalan setapak taman menuju pintu utama rumah dengan pilar-pilar kokoh yang menjulang tinggi di depan pintu utama.
Itu adalah rumah Walson.
Damien berjalan dengan langkah tegapnya, tidak ada ketakutan terpancar selain raut datar dan tenang dari manik biru milik pria itu. Saat melewati pintu utama rumah Walson, sudah ada dua orang pria yang Damien yakin merupakan pengawal milik Walson yang ditugaskan untuk mengawasinya.
Mereka berdua menunduk pelan untuk menyapa kemudian mempersilahkan Damien untuk masuk ke dalam. Damien berjalan masuk ke area ruang tamu di rumah itu dan berakhir mendudukkan dirinya pada sofa yang ada disana.
Dua belakang pengawal milik Walson masih mengikuti Damien hingga ketika pria itu duduk, kedua pengawal itu hanya berdiri di belakang Damien sembari menunggu kedatangan Walson.
Beberapa saat kemudian terdengar langkah kaki menuruni tangga yang kemudian semakin nyaring dan terdengar jelas mendekat ke arah mereka.
Melihat Walson yang berjalan kearahnya, Damien akhirnya bangkit dari duduknya untuk menyambut pria itu.
Walson melangkah pelan dan berhenti tepat dihadapan Damien sebelum tersenyum kecil dan berujar, “Kerja bagus Damien.”
Damien hanya tersenyum simpul sebagai tanggapan sebelum menunduk hormat sekali ke pria paruh baya itu.
“Imbalan apa yang kau mau?” tanya Walson lagi kepada Damien.
“Ada sesuatu yang kuinginkan darimu,” ujar Damien lagi, kini berubah serius.
Walson menautkan alisnya, memperlihatkan keriput yang tercetak jelas pada wajahnya sembari menunggu kelanjutan kalimat dari Damien.
“Minggu depan, aku ingin kita bertemu di kelab malam D’wings,” lanjut Damien.
Dan Walson masih tampak bingung dengan permintaan Damien itu.
“Untuk apa kita kesana?” tanya Walson.
Kalau untuk Walson sendiri, dia memang sering berkunjung ke sana. Baik untuk sekedar berjudi dan membuang hartanya disana kemudian mabuk hingga pagi atau sesekali menyewa wanita malam dari sana.
Tetapi dari yang Walson tahu, Damien bukan tipe pria yang sering berkunjung ke tempat seperti itu. Buktinya dari hampir seluruh kelab malam di muka bumi ini sudah Walson jelajahi sejak ia masih mudah sampai usianya sekarang, ia tidak pernah sekalipun bertemu Damien disana.
Damien menatap serius ke arah Walson dan berujar dengan tegas, “Aku butuh kemampuan berjudimu untuk mengalahkan seseorang.”