Terpaksa Menikahi Pria Belok

“Bangunlah, aku akan membantumu berjalan,” Dean meletakkan tangan Luna di bahunya kemudian membantu gadis itu berdiri.

“Pelan-pelan Luna, atau biarkan aku saja yang menggendong nya, Dean,” Jeff menawarkan diri.

“Tidak Jeff, kau bawa saja hasil pancingan kita. Biar aku yang membawa si ceroboh ini.” tolak Dean.

Luna hanya berdecak sebagai respon, dia tak ingin mendebat Dean untuk kali ini. Luna berjalan dengan langkah tertatih di bopong Dean di sampingnya.

“Lambat sekali, ini sudah hampir gelap,” keluh Dean, lantas dia pun berjongkok di hadapan Luna dan menyuruh wanita itu untuk naik ke punggungnya.

“Naiklah!” titahnya.

“Aku tidak mau,” tolak Luna ngeyel.

“Cepatlah, atau aku akan meninggalkanmu disini,” kesal Dean. Mau tak mau Luna pun naik ke punggung Dean, dia melingkarkan lengannya di leher laki-laki itu.

‘Tahan Dean, tahan,’ batin Dean bergumam tatkala dia merasakan hembusan nafas Luna di kulit lehernya.

Panas dan dingin itu yang Dean rasakan saat ini, dia bukan merasakan itu karena beban tubuh Luna di punggungnya, namun ada desiran aneh yang terjadi saat hembusan nafas Luna menyentuh kulit terbukanya.

Taklama setelahnya mereka pun sampai.

“Kenapa dengan nak Luna?” tanya Ibunya Jeff saat melihat mereka kembali dengan Luna menempel di punggung Dean.

“Tidak papa Bibi, dia hanya ceroboh dan jatuh tadi,” sahut Dean.

“Oh astaga, kemarilah Nak. Biar Ibu pijatkan kakimu.”

Luna mendapat perawatan dari Ibunya Jeff, entah Ibunya Jeff ini dokter atau memang dia tukang pijat namun yang pasti dia bisa melakukan itu.

“Sudah, periksalah lagi ke dokter saat kalian kembali. Disini cukup jauh dari rumah sakit, aku terbiasa membetulkan kaki Alex sendiri, dia itu anak yang ceroboh dan sering terjatuh,” kekehnya. Yang disebut hanya memutar bola matanya malas.

“Baiklah, terimakasih Bibi,” ucap Luna.

Beberapa hari pun berlalu, akhirnya tiba masanya mereka harus kembali. Jeff, Luna dan Dean berpamitan pada orangtuanya Jeff tak lupa juga pada Alex, ya meskipun tak dapat respon yang baik dari bocah itu.

“Luna, apa kakimu masih sakit?” tanya Jeff, mereka kini berada di dalam mobil, dengan Dean sebagai sopirnya.

“Sudah lebih baik Jeff.” sahut Luna dari kursi belakang.

“Syukurlah kalau begitu, lebih baik kau tidurlah perjalanan kita cukup jauh.”

Hari telah gelap saat mereka sampai di rumah. Mereka begitu lelah dan ingin segera beristirahat.

***

Luna kembali ke rutinitasnya, beruntung kakinya sudah pulih sepenuhnya pijatan yang diberikan Ibunya Jeff ternyata ampuh dia tak harus pergi lagi ke dokter karena memang sudah tak sakit lagi.

“Dean, tolong kau lihat ini, apa ini sudah benar?” Luna mendekat dengan selembar kertas di tangannya.

Dean menoleh, baru ia sadari ternyata jarak dia dan Luna begitu dekat.

‘Sial, kenapa dia begitu dekat?’ aroma parfum lembut dapat ia cium dengan jelas dari tubuh wanita itu.

Rasa itu pun kembali. Perasaan aneh yang akhir-akhir ini sering ia rasakan saat Luna mendekatinya.

“Dean! Apa kau mendengarku,” kesal Luna karena tak mendapat respon dari Pria itu padahal dia terus bicara sejak tadi.

“Ah itu, taruh saja disitu dulu nanti aku lihat, aku ingin ke toilet sebentar.” Ucapnya sambil beranjak pergi.

Dean menghembuskan nafas kasar sambil menatap pantulan wajahnya di cermin.

‘Ada apa denganku, sejak saat itu aku selalu memiliki perasaan aneh pada wanita itu. Ini tidak bagus, aku harus melakukan sesuatu.’ batinnya.

Dia membasuh muka sebelum keluar, kembali menetralkan pikirannya sendiri.

‘Luna, aku ingin bertemu denganmu. Datanglah ke apartemenku malam ini.’ Isi pesan dari Mytha yang Luna baca di ponselnya.

‘Baiklah, aku akan membawa minuman. Kau buatlah sesuatu untuk kita makan bersama.’ balas Luna.

Sudah lama saat terakhir kali Luna bertemu Mytha dikarenakan kesibukan masing-masing.

Mytha bekerja sebagai sekertaris pribadi salah satu bos perusahaan yang cukup terkenal juga, meski Luna pernah menawarkan pekerjaan di perusahaannya namun Mytha menolak, dia ingin mendapatkan pekerjaan dengan usahanya sendiri.

“Malam ini mungkin aku tidak akan pulang,” cetus Luna saat melihat Dean sudah kembali ke mejanya.

“Itu bagus, bila perlu kau tidak usah kembali,” sahutnya acuh sambil membaca berkas yang Luna berikan tadi.

“Heh, sayang sekali ini hanya berlaku untuk satu malam aku akan tetap kembali meski kau mengusirku.” Cibir Luna.

Dean mendengus kasar sebagai respon.