"Sepuluh juta untuk satu bulan," Seorang wanita cantik menyodorkan uang dua gepok didepan seorang wanita lain.
Wanita yang diberi menelan ludah dengan susah payah, melihat dua tumpuk uang yang ada didepan mata.
"Jika kamu bekerja dengan baik, saya akan tambahkan bonus," Kata wanita kaya itu lagi.
"B-bonus," Sasmita sudah membayangkan berapa banyak uang yang akan dia terima, dengan begitu Sasmita bisa memperbaiki ekonomi hidupnya
"Baik, saya bersedia menjadi pelayan suami anda,"
Yang dipikir pekerjaan pelayan sangatlah mudah dengan gaji yang besar, Sasmita yang memang pekerja rumah tangga bisa membayangkan apa saja yang akan dia kerjakan.
Namun siapa sangka pekerjaan yang dia pikir mudah justru membuatnya seperti di ambang kematian, Sasmita harus menghadapi pria yang temperamental dan tidak punya hati atau belas kasihan.
Bagaimana Sasmita akan bertahan setelah menandatangani perjanjian, jika tidak sanggup maka dirinya harus mengembalikan dua kali lipat uang yang sudah dia terima
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di terima
Sasmita berada di ruangan HRD cukup lama, dia menunggu setelah tadi sempat di interview, dan kini ia duduk menunggu seorang wanita yang tadi sudah ia temui.
"Nona Sasmita Hamka!" Suara panggilan akhirnya terdengar.
Sasmita yang duduk termenung mendongak, senyumannya terukir kala namanya di panggil.
"Saya mbak." Katanya sambil berjalan menuju wanita yang memanggil.
"Silahkan." Wanita itu mempersilahkan dirinya untuk masuk dan kembali bertemu dengan wanita yang tadi sudah menginterview.
"Duduklah," Wanita paruh baya yang menggunakan kacamata itu mempersilahkan Sasmita.
"Terima kasih," Ucapnya dengan sopan.
"Silahkan tanda tangan kontrak, anda bisa bekerja mulai besok."
Terkejut, namun senyum mengembang menghiasi wajahnya. Tak menyangka akan secepat ini mendapatkan pekerjaan.
"Terima kasih Bu," Katanya dengan mata berbinar.
Wanita bernama Weni itu mengangguk, "Kebetulan satu orang yang sudah diterima tidak ada kabar, kami tidak mentolerir orang seperti itu. Jadi jika anda membutuhkan pekerjaan ini, maka pergunakanlah dengan baik."
Sasmita mengangguk mantap, bibirnya berulang kali mengucapkan syukur dan terima kasih.
Setelah selesai menandatangani Sasmita pamit, besok dirinya akan mulai bekerja.
"Nanti ada rekan mu yang akan membantumu, jadi selamat bergabung di perusahaan kami."
"Baik Bu, terimakasih."
*
*
Saat pulang hari sudah sore, Sasmita pulang sambil membawa kantung kresek di tangannya. Sasmita menghela napas sebelum masuk kerumahnya. Rumah yang dulu sangat nyaman dan tentram kini terasa sangat enggan ia masuki.
"Sudah pulang kamu!" Suara ketus dan tatapan sinis adalah sambutan saat dirinya masuk kerumah.
"Iya Bu," Jawabnya seadanya. Meskipun begitu Sasmita tetap menghormati ibu mertuanya, ia selalu sopan kepada orang yang lebih tua.
"Masak sana! sebelum suami mu pulang."
Tanpa disuruh pun Sasmita akan melakukannya, tapi untuk hari ini entah kenapa dia enggan melakukanya. Apalagi mengingat bagaimana suaminya tadi berseda gurau dengan wanita lain, padahal ada dirinya dirumah yang selalu di rundung oleh ibu mertuanya sendiri.
Untung saja tadi sempat membeli makanan diluar, karena memang dirinya sedang malas untuk memasak.
"Mita sudah beli makanan Bu, nanti tinggal panaskan saja." Katanya sambil menunjukan kantung kresek yang dia bawa.
Ibu Rita hanya melirik saja, "Dasar pemalas! jangan biasakan beli, kamu bisa memasak dan menghemat pengeluaran. Mentang-mentang suami sudah bekerja kamu jadi boros!" Hardik Bu Rita dengan tatapan tajam.
Sasmita hanya tersenyum kecut, bekerja? Ya, suaminya memang bekerja, tapi baru seminggu lalu apakah suaminya sudah mendapatkan uang. Sedangkan selama ini dirinyalah yang banting tulang untuk memenuhi kebutuhan suaminya dan juga wanita yang dia sebut ibu mertua. Tapi apakah wanita didepanya ini berfikir jika dirinya sudah membuatnya menanggung hidupnya.
Ya, tuhan kenapa aku bisa memiliki pikiran seperti itu.
"Iya Bu." Hanya itu yang bisa Sasmita ucapkan, dia memilih menghindar dari pada harus mendengar ucapan ketus ibu mertuanya.
"Dasar wanita tak berguna." Makinya dengan gumaman, padahal Sasmita juga masih bisa mendengarnya.
Pukul tujuh malam Hardi belum nampak batang hidungnya, Sasmita sudah menyiapkan makan malam untuk mereka, dan kini di meja itu ada ibu suri yang sedang duduk tenang sambil menyantap makanan. Ya sepetinya panggilan ibu suri sangat cocok untuk mertuanya.
"Tidak perlu menunggu Hardi, dia pasti sedang bersenang-senang dengan Lilis." Ucap ibu Rita sambil menunjukan layar ponselnya didepan wajah Sasmita.
Kedua tangan wanita itu meremas kain diatas lututnya, rasanya begitu sesak dan sulit bernapas. Suaminya sedang bersama wanita lain diluar sana.
"Cih.. seharunya dari dulu Hardi menikahi Lilis, pasti mereka menjadi pasangan yang bahagia."
Matanya tak kuasa menahan perih didada, Sasmita memilih pergi meninggalkan ibu mertuanya hanya hanya tersenyum sinis.
*
*
"Kenapa kamu memecatnya Riki!" Briana menatap pria yang duduk santai di kursi roda.
Bahkan Riko tak merasa terganggu dengan suara Briana dan dengan tenang melanjutkan makannya.
"Kamu tahu, dia sudah mendatangi perjanjian yang aku buat, dan dia akan dikenakan denda jika pergi sebelum kontrak itu habis." Mata Briana berkilat kesal, menatap suaminya yang hanya diam seperti tak terjadi sesuatu.
"Aku yang akan membayarnya."
Briana tertawa sarkasme, tak menyangka Riko akan melakukan hal yang diluar dugaannya.
"Jadi kau akan menjadi pahlawan untuk pelayan rendahan itu! Wow.. sungguh tak ku sangka, atau jangan-jangan selama ini kalian sudah melakukan hal yang menjijikan." Briana berkata dengan nada sinis, matanya menatap Riko dengan tatapan kekesalan.
Sedangkan dua orang lainya hanya diam tanpa suara, mereka seperti sedang melihat pertunjukan yang sangat bagus, tapi itu tidak berlaku dengan Mayang yang menatap intens putranya.
Riko menarik sudut bibirnya sinis, tatapanya lurus menatap Briana yang menatapnya dengan tatapan jijik.
"Aku hanya tidak ingin orang lain semakin curiga dengan suara menjijikan setiap malam di kamar mu."
Wajah Briana menengang, bola matanya membulat dengan tangan terkepal erat. Bukan hanya dirinya tapi juga dengan pria yang duduk tak jauh darinya, sedangkan Mayang menunjukan ekspresi bingung. Berbeda dengan Riko yang justru tersenyum menyeringai melihat reaksi keduanya.