Seorang wanita muda, Luna, menikah kontrak dengan teman masa kecilnya, Kaid, untuk memenuhi permintaan orang tua. Namun, pernikahan kontrak itu berubah menjadi cinta sejati ketika Kaid mulai menunjukkan perasaan yang tidak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. y, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ujian Baru ditengah Keyakinan
Hari-hari setelah pembicaraan itu berlalu dengan kehangatan yang terus tumbuh antara Luna dan Kaid. Hubungan mereka terasa lebih nyata, lebih dalam, dibanding sebelumnya. Kaid mulai lebih sering mengajak Luna makan malam di luar, menghabiskan waktu santai di rumah, dan bahkan berbicara tentang impian mereka masing-masing. Namun, seperti halnya hubungan apa pun, badai kecil muncul untuk menguji kekuatan cinta yang sedang berkembang.
Suatu pagi, ketika Luna sedang menikmati teh di balkon, sebuah panggilan telepon masuk ke ponselnya. Nama yang tertera di layar membuat jantungnya berdebar. Arga.
Ia menatap layar itu selama beberapa detik, ragu untuk mengangkatnya. Namun, rasa penasaran akhirnya mengalahkan keraguannya.
“Halo?” ucap Luna, suaranya terdengar hati-hati.
“Halo, Luna. Maaf mengganggu. Aku hanya ingin memastikan sesuatu,” kata Arga dari seberang telepon.
Luna mengernyit. “Apa yang ingin kamu pastikan?”
“Aku mendengar kabar bahwa Kaid memiliki hubungan dengan seorang wanita lain sebelum kalian menikah. Aku hanya ingin tahu apakah kamu mengetahuinya,” kata Arga dengan nada serius.
Kata-kata itu menghantam Luna seperti tamparan. “Arga, apa maksudmu?”
“Aku tidak bermaksud mencampuri urusanmu, tapi aku tidak ingin kamu terluka. Aku pikir kamu berhak tahu,” jawab Arga, sebelum memutuskan panggilan tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
Luna terdiam, ponselnya masih tergenggam erat di tangannya. Kata-kata Arga terus berputar di pikirannya. Apakah ada sesuatu yang Kaid sembunyikan darinya?
Sepanjang hari itu, Luna mencoba bertindak normal. Namun, Kaid, dengan kepekaannya, menangkap sesuatu yang aneh dalam sikap Luna.
“Kamu kelihatan murung hari ini. Apa yang terjadi?” tanya Kaid ketika mereka duduk makan malam bersama.
Luna meletakkan garpunya, mengambil napas dalam-dalam. “Kaid, aku menerima telepon dari Arga pagi tadi.”
Kaid menghentikan gerakannya. Matanya menatap Luna dengan tajam. “Apa yang dia katakan?”
“Dia bilang… bahwa kamu memiliki hubungan dengan wanita lain sebelum kita menikah. Apa itu benar?”
Kaid terdiam. Wajahnya tampak tegang, seolah sedang mempertimbangkan kata-kata yang akan ia ucapkan.
“Aku tidak ingin menyembunyikan apa pun darimu, Luna,” katanya akhirnya. “Ya, sebelum kita menikah, aku memang menjalin hubungan dengan seseorang. Namanya Karina. Tapi hubungan itu sudah berakhir jauh sebelum aku bertemu denganmu.”
Luna menatap Kaid dengan penuh perhatian. “Apa kamu masih memiliki perasaan untuknya?”
“Tidak,” jawab Kaid tegas. “Karina adalah masa lalu. Kamu adalah masa depanku. Tapi aku tidak akan menyangkal bahwa hubungan itu meninggalkan beberapa luka yang masih sulit aku lupakan.”
Luna mengangguk pelan. Meski jawabannya jujur, ada perasaan aneh yang tetap mengganjal di hatinya.
Beberapa hari kemudian, Kaid menerima undangan untuk menghadiri gala amal yang diadakan oleh salah satu klien besar perusahaannya. Ia mengajak Luna untuk ikut, mengatakan bahwa kehadirannya sebagai istri akan sangat berarti.
“Ini adalah acara penting. Aku ingin kamu ada di sisiku,” ujar Kaid sambil memberikan undangan itu kepada Luna.
Luna menyetujui ajakan itu, meskipun hatinya masih sedikit gelisah.
Malam gala itu diadakan di sebuah hotel mewah di pusat kota. Luna mengenakan gaun panjang berwarna merah marun yang elegan, sementara Kaid tampil memukau dengan setelan jas hitamnya.
Ketika mereka masuk ke ruangan utama, Luna merasa kagum dengan dekorasi yang megah dan suasana yang glamor. Namun, perasaan itu segera tergantikan oleh ketegangan ketika seorang wanita cantik dengan gaun hitam mendekati mereka.
“Kaid,” sapa wanita itu dengan senyum kecil. “Lama tak berjumpa.”
Kaid tampak kaku sejenak sebelum menjawab. “Karina. Senang bertemu denganmu.”
Luna berdiri di samping Kaid, merasa seperti tersisih dari percakapan itu. Karina menoleh padanya, mengulurkan tangan dengan anggun.
“Kamu pasti Luna. Aku sudah mendengar banyak tentangmu. Suamimu adalah pria yang hebat,” katanya dengan nada ramah, tetapi ada sesuatu di balik senyumannya yang membuat Luna merasa tidak nyaman.
“Terima kasih,” jawab Luna singkat, berusaha menjaga senyumannya.
Percakapan itu berlangsung singkat sebelum Karina berpamitan. Namun, selama sisa malam itu, Luna merasa pandangan Karina selalu tertuju padanya.
Sepulang dari acara, Luna langsung mengonfrontasi Kaid.
“Kaid, aku ingin tahu yang sebenarnya. Apa yang terjadi antara kamu dan Karina?”
Kaid menghela napas panjang, melepas dasinya, lalu duduk di sofa. “Aku tidak ingin kamu salah paham, Luna. Karina adalah bagian dari masa lalu. Dia adalah wanita yang pernah aku cintai, tapi kami berpisah karena kami menginginkan hal yang berbeda dalam hidup. Dia memilih kariernya, dan aku menghormati itu.”
“Tapi kenapa dia masih terlihat seperti… tertarik padamu?” tanya Luna, suaranya penuh dengan kekhawatiran.
“Karina adalah wanita yang sulit ditebak. Aku tidak tahu apa yang ada di pikirannya, tapi aku berjanji, Luna, aku tidak akan pernah kembali padanya. Kamu adalah satu-satunya yang aku inginkan,” ujar Kaid dengan penuh ketegasan.
Luna menatap mata Kaid, mencari kejujuran dalam kata-katanya. Dan di sana, ia menemukan ketulusan.
Namun, meski ia ingin percaya sepenuhnya, bayang-bayang Karina dan perasaan tidak aman yang muncul masih menghantui hatinya. Luna tahu bahwa ini adalah ujian lain yang harus mereka hadapi bersama.
Dalam keheningan malam, Luna merenungkan semuanya. Cinta, kepercayaan, dan komitmen yang telah mereka bangun terasa rapuh, namun juga penuh harapan. Ia tahu bahwa untuk melewati ini semua, ia harus kuat dan percaya pada cinta yang perlahan tumbuh di antara mereka.