Terlalu sering memecat sekretaris dengan alasan kinerjanya kurang dan tidak profesional dalam bekerja, Bryan sampai 4 kali mengganti sekretaris. Entah sekretaris seperti apa yang di inginkan oleh Bryan.
Melihat putranya bersikap seperti itu, Shaka berinisiatif mengirimkan karyawan terbaiknya di perusahaan untuk di jadikan sekretaris putranya.
Siapa sangka wanita yang dikirim oleh Daddynya adalah teman satu sekolahnya.
Sambungan dari novel "Kontrak 365 Hari"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Bryan turun dari mobil, di susul Annelise yang ikut turun dan bersiap pamit untuk kembali ke kamarnya lebih dulu.
"Maaf Pak, saya duluan." Kata Annelise. Dia membungkuk hormat sembari melangkah dari hadapan Bryan. Annelise tampak tergesa-gesa, dia sepertinya sudah malas terlalu lama berada di dekat Bryan, takut di desak dan di paksa menyetujui permintaan konyolnya.
"Kamu masih punya tugas, ada beberapa file yang harus kamu periksa. Ikut ke kamarku.!" Titah Bryan. Annelise yang tadinya berada di depan Bryan, sekarang malah ada di belakang Bryan lantaran bosnya itu berjalan lebih dulu meninggalkan basement hotel.
Annelise menghela napas, namun dia segera mengikuti langkah Bryan di belakangnya. Tidak mungkin Annelise membantah perintah Bryan yang berhubungan dengan pekerjaan. Bisa-bisa dia kehilangan pekerjaannya. Selagi tidak mendapat perintah macam-macam, Annelise tidak akan membantah. Kecuali jika perintah yang tidak masuk akal. Annelise cukup profesional dalam bekerja. Dia juga tidak akan mencampur adukkan pekerjaan dengan urusan pribadi. Nyatanya meski tingkat kekesalan pada Bryan sudah di ambang batas, Annelise selalu menyelesaikan tugasnya dengan baik.
"Maaf Pak, lebih baik jangan di kunci pintu kamarnya." Usul Annelise ketika hendak menyusul Bryan ke dalam kamar. Walaupun Annelise bisa melindungi diri jika sewaktu-waktu Bryan berbuat khilaf, tai akan lebih aman kalau pintunya tidak di kunci. Jadi ada kesempatan bisa kabur dengan mudah kalau situasinya tidak terkontrol.
"Kamu pikir aku akan macam-macam padamu.?" Bryan berdecak. Dia merasa bahwa dirinya masih cukup waras karna tidak akan berani macam-macam pada Annelise, kecuali kalau Annelise setuju menerima tawarannya. Itupun Bryan tetap miliki batasan. Pantang tidur bersama.
"Saya hanya mengantisipasi segala kemungkinan yang bisa terjadi jika seorang wanita berduaan bersama pria di dalam kamar." Ujar Annelise. Terkadang pria seperti Bryan ini yang patut di waspadai. Kata orang-orang, pria dingin itu punya sisi yang tak terduga. Mana tau tiba-tiba Bryan ingin mem per kosannya.
"Kalau Pak Bryan keberatan, kita bisa menyelesaikan pekerjaan di restoran hotel, jangan di dalam kamar." Usulnya memberi pilihan.
Bryan tampak memutar bola matanya malas. "Cepat masuk.! Pintunya tidak aku kunci." Desaknya. Dia reflek menarik tangan Annelise karna kesal sendiri melihat Annelise tidak buru-buru masuk ke kamarnya.
Setelah menarik Annelise masuk ke dalam kamarnya, Bryan menutup pintu dan beranjak ke sofa yang ada di sudut kamarnya. Laptop dan beberapa berkas ada di atas meja. Bryan meminta Annelise untuk memeriksa ulang sebelum besok di serahkan pada rekan bisnisnya.
"Kamu periksa yang teliti, aku belum sempat memeriksanya." Kata Bryan seraya menyodorkan laptop yang sudah dia nyalakan itu. Annelise mengambilnya, dia membawa laptop itu ke meja kerja yang memang ada di dekat sofa.
Sementara itu, Bryan tetap berada di tempatnya. Pria berperawakan tinggi itu duduk di sofa dan mengecek ulang beberapa berkas penting.
Waktu terus berjalan, sudah 20 menit Annelise berkutat dengan laptop milik bosnya. Annelise sangat fokus, saking fokusnya sampai tidak sadar kalau sejak tadi ada sepasang mata yang diam-diam memperhatikannya.
Annelise jika sudah bekerja memang fokus dan profesional, dia berusaha agar hasil kerjanya memuaskan. Tidak heran kalau Annelise mendapat predikat karyawan terbaik selama 3 tahun berturut-turut ketika bekerja di perusahaan Shaka.
Annelise tampak menghela nafas lega ketika tugasnya sudah selesai. Dia tinggal menyimpan file yang sempat di revisi karna ada beberapa kesalahan.
Tanpa sengaja, Annelise melirik ke arah Bryan karna merasa di perhatikan. Ternyata memang benar, Bryan kedapatan sedang menatapnya dan langsung membuang muka ketika tatapan mata mereka bertemu.
"Padahal wajahnya seperti orang normal, tapi siapa sangka sifatnya menyebalkan." Batin Annelise. Kalau saja Bryan bersikap normal, mungkin Annelise tidak akan sekesal itu pada Bryan.
Annelise menghampiri Bryan sembari membawa laptop milik bosnya itu. "Filenya sudah selesai saya periksa, ada beberapa yang saya revisi." Laptop itu di letakan Annelise di atas meja.
"Kalau begitu saya pamit ke kamar sebelah."
"Belum jam 10, tamani saya minum dulu.!" Bryan menuang wine di gelas kosong. Untuk siapa lagi kalau bukan untuk Annelise. Sebab gelas lain sudah terisi wine dan sudah di teguk beberapa kali oleh Bryan.
"Pak Bryan bercanda.? Saya tidak minum alkohol. Terimakasih tawarannya."
Bryan mendongak, menatap Annelise yang sejak tadi berdiri di depannya. Keningnya berkerut, Bryan seakan tidak percaya kalau Annelise tidak minum. Sedangkan minum alkohol bukan lagi hal yang tabu di kalangan generasi milenial seperti sekarang ini. Sekalipun orang itu tidak nakal, terkadang sering mengkonsumsi minuman beralkohol.
"Kadar alkoholnya tidak tinggi, tidak akan membuat kamu mabuk." Tutur Bryan.
Annelise menggeleng dan tetap menolak. "Saya akan kembali ke kamar."
"Keluarlah." Titah Bryan acuh.
Annelise bergegas pergi tanpa memperdulikan raut wajah Bryan yang tampak kesal karna penolakannya.
Selepas Annelise keluar dari kamarnya, Bryan kedapatan memijat pelipisnya. Dia pusing sendiri mencari cara agar bisa lebih dekat dengan Annelise. Sebab Bryan ingin membuktikan bahwa dia normal dan menyukai lawan jenis.
"Ck.!" Bryan meletakkan kasar botol wine di atas meja. Bryan merasa salah memilih target, karna Annelise tidak mudah di bujuk dengan apapun.
Bryan mengambil ponselnya, dia mencari kontak teman kuliahnya yang sudah lama menetap di Batam. Setelah ketemu, Bryan langsung menghubunginya.
"Besok malam, temui aku di club xxx jam 10." Ucap Bryan tanpa basa basi lebih dulu.
"Ini kejutan. Sejak kapan kamu tiba di Batam.?" Terdengar suara pria yang antusias di seberang sana.
"Sore tadi. Besok aku akan menghubungi mu lagi. Aku tutup telfonnya." Bryan mematikan sambungan telfonnya sepihak. Dia memang tidak suka basa-basi. Untung saja semua temannya sangat paham bagaimana sifat Bryan.
...******...
Pukul 9 pagi, Bryan dan Annelise sudah sampai di salah satu perusahaan terbesar di Batam. Keduanya di sambut dengan baik dan langsung di arahkan ke ruangan rapat.
Beberapa orang tampak menyapa Bryan selama menuju lantai 8. Bryan sudah beberapa kali berkunjung ke perusahaan ini, karna memang memiliki beberapa persen saham. Jadi nama Bryan cukup di kenal beberapa karyawan, lebih tepatnya di kenal karna menjadi pebisnis muda yang tampan.
"Mari Pak, Pak Halim sudah menunggu di dalam." Asisten pribadi Pak Halik memabukkan pintu untuk Bryan dan Annelise. Keduanya lantas masuk ke dalam dan menempati kursi yang sudah di siapkan.
Pandangan Bryan tertuju pada wanita yang duduk di sebelah Pak Halim. Rupanya Bella ikut serta dalam rapat tahunan dan pembahasan proyek baru. Melihat Bella melempar senyum padanya, Bryan malah membuang pandangan ke arah lain.
Wajah Bella menjadi kusut. Dia tidak tau kalau Bryan sangat sulit di goda. Sudah menunjukkan wajah ramah, tetap saja tidak mau menatapnya lebih lama.
Annelise sempat memperhatikan gelagat keduanya, dia juga merasa heran pada Bryan. Padahal Bella tampak sempurna, wajahnya cantik dan postur tubuhnya seperti model-model terkenal. Seharusnya pria normal akan tertarik pada wanita seksi seperti Bella. Tapi Bryan malah sebaliknya.
Kayak ngegantung sih