Firman selama ini berhasil membuat Kalila, istrinya seperti orang bodoh yang mau saja dijadikan babu dan tunduk akan apapun yang diperintahkan olehnya.
Hingga suatu hari, pengkhianatan Firman terungkap dan membuat Kalila menjadi sosok yang benar-benar tak bisa Firman kenali.
Perempuan itu tak hanya mengejutkan Firman. Kalila juga membuat Firman beserta selingkuhan dan keluarganya benar-benar hancur tak bersisa.
Saat istri tak lagi menjadi bodoh, akankah Firman akhirnya sadar akan kesalahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dimana uangku?
"Kapan Kalila akan kembali mengurus Ibu dan juga rumah ini, Man? Ibu rasanya sudah tidak tahan lagi. Lia benar-benar tidak bisa diandalkan."
Pertanyaan dari sang Ibu kian menambah daftar panjang persoalan didalam benak Firman. Dia yang baru saja hendak menyendokkan nasi goreng gosong buatan sang istri kedua ke dalam mulut, mendadak urung untuk melanjutkan makannya lagi.
Pagi ini kembali riweuh seperti kemarin. Kalila tetap pada aksi membangkangnya sementara Firman masih dituntut untuk menjadi pihak yang harus mengalah.
Ya, Firman harus mengalah. Kehilangan Kalila dari genggaman, sama saja dengan meruntuhkan harga dirinya sebagai seorang lelaki.
Banyak pihak telah mengetahui soal perselingkuhan dirinya dibelakang Kalila. Dan, terhadap mereka, Firman membual bahwa kedua istrinya kini mampu hidup rukun dan damai tanpa perselisihan.
"Sabar dululah, Bu!" jawab Firman terdengar ketus. "Firman sudah berusaha membujuk Kalila dengan segala cara, tapi Kalila tetap tidak mau berhenti marah. Sepertinya, dia benar-benar sakit hati, Bu."
"Kalila itu terlalu lebay, Man! Kalau dia tetap seperti itu, ya sudah! Kamu ceraikan saja dia! Lama-lama, Ibu juga gedek sama kelakuannya. Dia itu terlalu menganggap dirinya tinggi. Padahal... dimata Ibu, dia itu tak lebih dari sekadar keset yang bisa Ibu injak-injak sesuka hati."
Menceraikan Kalila bukanlah perkara gampang. Banyak kerugian yang akan ditanggung Firman andai hal itu benar-benar terjadi.
Seandainya saja, sang Ibu tahu tentang fakta sebenarnya, mungkin saja wanita itu akan terkena serangan jantung detik ini juga.
"Jangan seperti itulah, Bu! Kan, Firman sudah bilang kalau sampai kapanpun, Firman tidak akan pernah menceraikan Kalila. TITIK!"
Firman bangkit dari kursinya. Ia memilih berangkat ke toko daripada membahas masalah tentang Kalila lagi bersama sang Ibu.
"Loh, Man... Kamu mau kemana? Sarapannya belum habis ini."
"Firman sarapan di jalan aja, Bu! Mau buru-buru ke toko dulu."
"Sayang loh, makanannya, Man!" teriak Bu Midah lagi.
"Ibu aja yang habiskan! Atau, simpan untuk Mbak Fika dan keluarganya," sahut Firman tanpa menoleh.
Buru-buru ia pergi meninggalkan tempat itu. Jika tetap disana, yang ia dapatkan hanyalah keluhan-keluhan yang tidak berujung dari sang Ibu.
Kepala sudah sangat pusing. Masa' harus ditambah dengan sarapan nasi goreng gosong, sih? Firman mana mau.
"Loh, Bu? Mas Firman kemana?" tanya Lia. Setelah memasak sarapan, Lia bergegas ke kamar untuk mandi dan berdandan habis-habisan.
Sayangnya, ketika dia sudah selesai dan keluar, sang suami justru sudah pergi tanpa berpamitan sama sekali.
"Suamimu sudah berangkat kerja." Bu Midah lalu menyuap sesendok nasi goreng buatan menantu barunya ke dalam mulut.
Dan...
Huekk!!!
Makanan itu kembali dimuntahkan oleh Bu Midah.
"Ibu kenapa?" tanya Lia dengan panik.
"Makanan apa ini, Lia?" tanya Bu Midah marah. "Kamu sengaja mau ngeracunin Ibu, ya?"
"Mana mungkin, Bu, " sangkal Lia dengan cepat. "Itu cuma nasi goreng biasa. Nggak Lia campur apa-apa."
"Kalau nggak dicampur apa-apa, kenapa rasanya bisa kayak begini, hah?" tanya Bu Midah dengan mata melotot. "Sebenarnya, kamu masak, dicoba dulu nggak, sih?"
"Memangnya, rasanya kayak gimana, Bu?"
"Nih, coba sendiri!" tukas Bu Midah sembari menyuapkan nasi goreng gosong itu kepada si pembuatnya.
Huek!!
Akhirnya, Lia ikut memuntahkan makanan itu.
"Bagaimana rasanya, hah?" tanya Bu Midah lagi.
"Nggak enak, Bu," jawab Lia.
"Kalau nggak enak, kenapa malah kamu hidangin di meja makan?"
"Ya, mana Lia tahu kalau rasanya bakal kayak gini, Bu," sahut Lia dengan tampang merengut.
"Huh! Dasar menantu nggak guna! Gusti... Gusti ... kenapa nasibku bisa apes begini, sih? Kok ya, punya dua mantu tapi nggak ada satupun yang bener?"
Bu Midah terus saja mengomel sambil berlalu menuju ke kamarnya. Selera makannya mendadak rusak akibat nasi goreng gosong buatan Lia.
*
"Selamat pagi, Kalila!"
"Selamat pagi, Tuan Kala!"
Kalandra tersenyum. Sesaat setelah sang sekretaris meninggalkan mereka berdua didalam ruangan tersebut, ia langsung berdiri kemudian memeluk Kalila dengan sangat erat.
"Gimana kerjaan kamu? Aman-aman aja, kan?"
"Alhamdulillah, Kak. Aman," jawab Kalila.
"Ada yang berusaha jatuhin kamu, nggak?"
Sebelah alis Kalila terangkat tinggi. Ia menatap sang kakak dengan penuh rasa curiga.
"Bang Kala mata-matain aku lagi, ya?" tebaknya.
"Abang cuma berusaha menjaga kamu, La!" Kalandra membela diri.
"Ada, sih. Tapi nggak masalah. Aku bisa jaga diri sendiri, Bang!" sahut Kalila.
"Gimana sama si pengemis kere itu? Apa dia masih pusing soal duitnya yang tiba-tiba menghilang dari rekening?"
Seketika, Kalila tersenyum miring.
"Dia nggak mungkin berani mengejar soal uang itu, Bang! Lagipula, dia mau ngejar kemana? Bukannya, uang itu sudah Abang transfer ke nomor rekening luar negeri?"
"Ya, kamu benar. Tapi, disaat dia mulai semakin terjepit, dia pasti akan tetap nekat mengejar uang itu, La. Masalahnya, uang segitu bagi pengemis kere seperti dia, pastilah nominal uang yang sangat banyak," ujar Kalandra sambil memainkan pena yang ada ditangannya.
"Aku nggak peduli, Bang. Kalau dia tetap mau mengejar uang itu, silakan! Bukankah memang menyenangkan, melihat tikus yang sudah terjepit tapi tetap berusaha untuk membebaskan diri?"
Kalandra diam sejenak. Ia berdiri kemudian menghampiri sang adik yang berdiri tepat didepan meja kerjanya.
"Kenapa tidak dari dulu, pemikiranmu seperti ini, Kalila?" tanyanya sambil memegang kedua bahu sang adik.
"Dulu aku bodoh, Bang. Dan, aku mengakui itu."
"Ya, kau memang bodoh! Sangat bodoh!"
Kalila berdecak. Ucapan blak-blakan Kalandra sukses membuatnya lagi-lagi merasa sangat tertohok.
"Berkasnya sudah saya berikan. Jadi, saya mohon undur diri, Tuan Kalandra!" pamit Kalila kemudian.
"Hei, mau kemana? Kita masih bisa ngobrol lebih lama, Kalila!" panggil Kalandra.
"Maaf, karyawan biasa seperti saya, tidak punya waktu luang untuk mengobrol dengan Anda, Tuan. Permisi!"
*
Setibanya di toko utama, Firman menjumpai sesuatu yang ganjil dari ekspresi para pegawainya. Kening pria berkulit kecoklatan itu pun mengerut heran. Namun, ia masih enggan untuk bertanya 'kenapa' kepada para pegawai itu.
"Firman!!"
Degh!
Jantung Firman seolah berhenti berdetak. Pada detik berikutnya, tubuhnya juga ikut-ikutan kaku.
"P-Pak Glen!" sapa Firman ketakutan.
"Apa kabar, Firman? Kenapa kau selalu menghindar setiap kali aku mencarimu, hah?"
"Sa-saya... Saya tidak pernah berusaha untuk menghindar dari Anda kok, Pak. Belakangan ini, saya sedang sibuk sekali. Jadi, harap Pak Glen bisa mengerti."
"Sibuk? Sibuk apa?" tanya pria yang dipanggil Glen tersebut.
"Sa-saya..."
"Dimana uang dua ratus jutaku, Firman?"
Glek!
Firman meneguk salivanya susah payah. Dia harus jawab apa sekarang?
"Pak Glen... I-itu..."
"Aku ingin mengambil uangku sekarang juga! Bisa kau siapkan sekarang?"
"Mampus!" gumam Firman dalam hati.
Syukurlah yang akan membeli Kalila sendiri. pethiasan yang untuk modal usaha Firman ditagih sekalian,
Dia penjaja tubuh, dan modal rayuan harus bisa Firman, kamu ngerasa kan tak ada campur tangan Kalila kamu tidak bisa apa- apa, dan buka siapa- siapa. Nikmati saja toh itu pilihanmu, dulu miskin kembali miskin, pas kan. Itu tepat bagimu yg tak bisa bersyukur dan lupa kau jadi kaya darimana