The Darkest Kiss

MEKSIKO

Kata pengkhianat! Oh yang benar saja. Gaby tak percaya begitu saja jika ayahnya seorang pengkhianat.

“Itu tidak mungkin. Ayahku mengkhianati siapa?” tanya Gaby menatap dengan serius dan kerutan di alisnya.

“Setiap pertanyaan ada batasan. Batasanku hanya untuk pertanyaan pertama. Jika kau setuju maka kita akan berangkat secepatnya, jika kau menolaknya, maka pergilah dan selamatkan dirimu sendiri.” Jelas Jax tanpa banyak bicara. Dia bisa tugasnya.

Sementara Gaby? Dia hanya seorang wanita biasa. Sederhana yang ingin bahagia. Tapi kebahagiaan itu masih jauh. Gaby tidak tahu lagi harus pergi ke mana, seluruh kartu, uang dan ponselnya pun tertinggal di rumah tokonya. Dia benar-benar seperti seorang gelandang.

Jax yang masih menatapnya menunggu jawaban dari wanita cantik bermata silver itu.

“How?”

Gaby menatap pria berkulit eksotis itu dengan tatapan penuh kecurigaan sekaligus harapan.

“Apa kau akan mencoba membunuhku lagi?”

Pertanyaan Gaby membuat Jax tak bisa berkata-kata. Dia sendiri bingung harus mengatakannya bagaimana, bahkan dia tidak pernah setakut itu saat ingin membunuh seseorang bahkan seorang wanita pun.

“No.” Jawabnya singkat dan datar hingga tak lama kedua teman Jax keluar dan memperhatikan kedua orang tadi yang masih saling berhadapan.

“Jax! Kami harus kembali.” Ucap Hobbs.

“Aku membutuhkan bantuan kalian.” Ujar Jax kepada kedua temannya itu. Sedangkan Gaby hanya diam dan memutuskan untuk mengikuti saja. Dia juga ingin mencari ayahnya, karena tidak punya uang lebih, Gaby hanya bisa berharap saja.

Namun kali ini, Jax yang mengurus semuanya. Ya... Walaupun mereka tidak menaiki jet pribadi, tetap saja. Pria itu yang membayar semuanya.

.

.

.

Gaby melangkah keluar dari ruangan ganti. Terlihat sangat cantik ketika dia mengenakan pakaian yang cukup tertutup seperti celana jeans putih dan kaos putih polos serta jaket kulit hitam yang sudah terlihat couple seperti milik Jax sendiri.

Pria itu tersenyum menatap ke arahnya. Sementara Gaby hanya mengusap lehernya dengan gugup ketika rambut panjangnya tergelung rapi hingga memperlihatkan leher jenjangnya.

“Ayo!” ajak Gaby mencoba mengalihkan perhatian Jax yang terus menatapnya. Itu sangat risih kau tahu.

Tak butuh waktu lama mereka keluar dari gudang. Dengan menggunakan motor yang Mateo dan Hobbs bawa semalam, kini Jax sudah siap, begitu juga dengan Gaby yang mulai duduk di belakangnya namun enggan memeluknya ataupun memegang pundak Jax, melainkan belakang motor yang dia duduki.

“Kau yakin tidak berpegang dengan kuat?”

“Aku sudah berpegangan.” Balas Gaby dengan sedikit sinis.

Jax hanya menyeringai kecil saat dia menoleh ke kanan lalu segera melajukan motornya sekencang mungkin sampai Gaby hampir saja terjungkal ke belakang.

“Kau tidak bisa mengendarai dengan santai?” kesal Gaby dengan suara yang sedikit tinggi.

“No.”

Vroomm! Vroomm! sungguh, angin menerpa wajah mereka berdua dengan sangat kasar ketika Jax menambah kecepatan motornya tanpa memperdulikan keselamatan bahkan tanpa pelindung kepala.

Ketika mereka berhenti di sebuah lampu merah. Motor Jax berhenti tepat di samping sebuah mobil merah tanpa atap, dan mereka yang duduk di mobil tersebut merupakan para 4 wanita cantik yang asik bercanda gurau sampai mereka melihat ke arah Jax yang juga menatapnya hingga mengedipkan satu matanya dan senyuman menggoda.

“Oh waw!” ucap salah satu wanita berkulit cokelat gelap tersenyum lebar.

“Dia sangat tampan!” bisik para wanita tadi saat mereka mulai melaju pergi.

Sementara Jax kembali mempercepat motornya. Oh sungguh! Gaby tidak pernah menyangka akan duduk di belakang motor seorang gangster yang tampan, mesum dan juga baik. Ya! Mungkin itu lebih cocok, meski dia tidak sebaik itu.

...***...

Tak berselang lama mereka sampai di bandara. Tentu saja cepat, karena teman-teman Jax lebih suka memaksa dan juga menggunakan uang untuk menyogok.

Gaby hanya diam hingga mereka benar-benar akan berangkat ke Meksiko. -‘Aku tidak pernah berpikir bahwa akan pergi bersama pria sepertinya! Sangat lucu sekali jika membayangkannya!’ pikir Gaby yang menoleh ke Jax.

Pria itu duduk di sampingnya dengan kesibukan tersendiri. saat Gaby menatap ke luar jendela dengan senyuman tipis, barulah Jax memperhatikannya dengan seksama.

Bibir mungil, mata indah dan hidung mancungnya. Jax tak bisa berhenti menatapnya.

“Apa kau takut ketinggian?” tanya Jax.

“Sedikit!” jawab Gaby dengan senyuman.

Pria itu kembali diam dengan pikirannya sendiri. Sehingga Gaby mulai memperhatikannya balik. “Apa kau punya keluarga yang masih hidup?” tanya Gaby.

Untuk pertama kalinya seseorang bertanya tentang dirinya dan keluarganya. Jax tak ingin tersenyum lebar, tapi rasanya sangat aneh saat wanita yang menjadi mangsanya yang bertanya.

“No. I am alone.” Jawab Jax santai, tapi Gaby yang mendengarnya pun turut sedih.

Hidup sendirian sangatlah tidak menyenangkan. Dia merasakannya sendiri semenjak ayahnya memutuskan untuk bekerja di Meksiko dan meninggalkan Gaby di asrama sekolahnya dulu.

Keduanya sama-sama terdiam, dan Gaby terlihat gugup menjilat bibirnya yang kering dan menghembuskan napas panjang.

.

.

.

[“Jika kau berada di Meksiko, kau akan bertemu dengan Rian. Apa kau yakin akan tetap ke sana? ”] ucap temannya dari balik ponsel.

[“Ya! Aku yakin. Bagaimana dengan Bloodydevil? Apa kau sudah menemukan tentang mereka?”] tanya Jax sedikit berbisik karena dia berada di kamar mandi pesawat dan tentunya menggunakan ponsel dari sang pramugari yang berhasil dia goda.

[“Aku hampir menemukannya, tapi aku rasa itu sangat berbahaya Jax. Mereka sepertinya sudah mengamati mu dan juga pekerjaan kita— ”]

[“No, no, no! Jangan dilanjutkan. Carilah dengan diam-diam dan lebih berhati-hati, aku akan menghubungimu lagi setelah sampai di Meksiko.”] Ujar Jax hingga mereka sama-sama mematikan panggilan masing-masing.

Jax terlihat gelisah. Dia sangat yakin bahwa ada yang tidak beres dengan masa lalunya dan identitasnya yang asli.

...***...

Meksiko

Pesawat mendarat dengan selamat. Beberapa jam berlalu menempuh perjalanan di udara, kini akhirnya Jax dan Gaby sudah sampai di tujuan mereka.

“Sekarang kita kemana?” tanya Gaby yang terus melangkah cepat mengikuti langkah panjang Jax yang terlihat berjalan baisa saja dengan kacamata bundar warna hitam yang sungguh membuat karismanya tersendiri.

“Ke suatu tempat yang indah!” balas Jax membuat Gaby berkerut penasaran.