"Tidak semudah itu kamu akan menang, Mas! Kau dan selingkuhanmu akan ku hancurkan sebelum kutinggalkan!"
~Varissa
_____________________
Varissa tak pernah menyangka bahwa suami yang selama ini terlihat begitu mencintainya ternyata mampu mendua dengan perempuan lain. Sakit yang tak tertahankan membawa Varissa melarikan diri usai melihat sang suami bercinta dengan begitu bergairah bersama seorang perempuan yang lebih pantas disebut perempuan jalang. Ditengah rasa sakit hati itu, Varissa akhirnya terlibat dalam sebuah kecelakaan yang membuat dirinya harus koma dirumah sakit.
Dan, begitu wanita itu kembali tersadar, hanya ada satu tekad dalam hatinya yaitu menghancurkan Erik, sang suami beserta seluruh keluarganya.
"Aku tahu kau selingkuh, Mas!" gumam Varissa dalam hati dengan tersenyum sinis.
Pembalasan pun akhirnya dimulai!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dilema
Erik menimbang-nimbang keputusan yang harus dia ambil. Antara harus mempercayai pernyataan Mauren yang terlihat begitu serius ketika menyampaikan, atau mempercayai intuisinya sendiri yang meragukan seratus persen bahwa Varissa mampu berbuat senekat itu.
"Mungkin kamu salah dengar, Mauren!" tukas Erik mengabaikan segala kecurigaan yang sempat terlintas. Mustahil Varissa yang ia kenal sejak bangku kuliah itu mampu menyakiti orang lain sementara pribadi wanita itu terkesan manja, penakut dan sangat tidak tegaan.
"Kamu nggak percaya sama aku, Mas?" tanya Mauren dengan ekspresi tidak percaya.
"Bukannya tidak percaya, hanya saja yang kamu katakan itu terlalu mengada-ada." Erik menghela napas panjang. Ia berpikir bahwa Mauren mungkin memanfaatkan keadaannya yang sedang sakit demi mengadu domba dirinya dengan Varissa.
"Jadi, sekarang kamu sudah mulai membela istri kamu, hah?"
"Mauren!" Erik membentak keras.
Nyali Mauren langsung menciut. Belum pernah dia mendengar Erik berteriak sekeras ini terhadapnya. Ditambah lagi, saat ini dia sedang sakit. Seharusnya, perlakuan manja yang dia dapatkan dari lelaki itu. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.
"Jangan pernah bahas ini lagi, oke! Aku nggak mau kamu menjelekkan Varissa hanya demi mengadu domba aku dengan dia."
"Tapi, Mas...,"
"Cukup!" Erik mengangkat telapak tangannya. "Kalau kamu berniat mengacaukan segala rencana aku, maka lebih baik hubungan kita selesai sampai disini!" tegas Erik.
Mata Mauren terbelalak kaget. Putus? Tidak. Mauren tidak pernah memimpikan berpisah dengan Erik. Maksudnya berkata bahwa Varissa dalang dibalik kecelakaan yang menimpanya adalah hanya demi menyampaikan kebenaran. Sama sekali tak ada niat dalam hatinya untuk mengacaukan rencana Erik. Dia juga tahu seberapa penting rencana itu bagi Erik. Dia tahu bahwa misi merebut seluruh harta kekayaan Varissa adalah hal nomor satu yang saat ini Erik prioritaskan.
"Maafkan aku, Mas!" Dengan sigap, Mauren memeluk pinggang Erik yang tengah berdiri di samping brankarnya.
"Aku nggak mau putus sama kamu. Tolong maafkan aku!" pintanya memelas.
Erik memijit pangkal hidungnya. Kepalanya terasa penuh dengan berbagai macam permasalahan. Dirinya belum tuntas mendapatkan kepercayaan dari Varissa lagi, malah kini Mauren justru berbuat ulah.
"Lain kali, aku nggak mau dengar kamu berada di klub malam itu lagi. Bukan Varissa yang mencelakakan kamu, Mauren! Tapi, minuman."
Mauren tertunduk diam. Memang benar saat itu dia mabuk. Tapi, telinganya juga tidak tuli ketika salah satu preman yang hendak menodainya menyebut dengan jelas nama Erik. Jauhi Erik jika ingin selamat. Perkataan itu terus terngiang di telinga Mauren. Lantas, jika bukan Varissa yang mengirim mereka, lalu siapa? Apa jangan-jangan Erik punya wanita lain selain dirinya dan Varissa?
"Sekarang kamu sudah baik-baik saja. Aku pamit pulang!" tutur Erik usai melirik jam di pergelangan tangannya.
"Mas, tapi aku takut sendirian disini!" kata Mauren sambil menahan pergelangan tangan Erik.
Jujur, Erik juga tidak tega meninggalkan kekasihnya sendirian di rumah sakit. Namun, mau bagaimana lagi? Dia juga tak bisa berada ditempat ini lama-lama karena ada Varissa yang juga menanti di rumah.
"Kamu telfon Fara buat temenin kamu, ya! Malam ini aku nggak bisa. Varissa nanti bisa curiga kalau aku nggak pulang," bujuk Erik.
Mau tak mau, Mauren terpaksa menurut. Ia tak mau jika Erik kembali marah seperti tadi. Kalau sampai putus dari Erik, darimana lagi dia memperoleh sumber uang yang mengalir deras seperti air?
******
Wajah Varissa tersenyum ketika mobil sang suami bergerak memasuki gerbang. Ia menyaksikan dari atas balkon sambil memainkan ujung rambutnya yang diterbangkan angin.
"Pulang juga kamu, Mas!" gumamnya dengan suara kecil.
"Erik sudah pulang?" tanya seseorang yang muncul dari belakang Varissa.
"Sudah," jawab Varissa seraya berbalik.
Dikta ikut mengintip dari balkon. Dilihatnya sosok Erik yang berjalan masuk ke dalam rumah.
"Kalau gitu, aku pulang sekarang!" ucap Dikta datar.
"Mau lewat mana?" tanya Varissa heran. Tidak mungkin Dikta lewat depan karena bisa saja dirinya berpapasan dengan Erik didepan tangga.
Dikta menyeringai. "Lewat sini," ujar Dikta seraya menunjuk tembok pembatas balkon.
"Nggak," geleng Varissa. "Kalau kamu jatuh, gimana? Nanti tulang kamu patah!"
Raut kecemasan memenuhi wajah Varissa. Ayolah! Dikta bukan ninja yang bisa memanjat turun tanpa terluka dari balkon setinggi 5 meter ini.
"Mau taruhan?" Dikta sudah bersiap melompat, namun tangan kecil Varissa menahan lengannya.
"Maaf!" ucap Varissa yang mendadak tegang ketika sorot mata Dikta yang tajam menatapnya. Buru-buru ia melepaskan tangannya dari lengan lelaki itu.
"Jangan sampai terluka!" lirih Varissa tertunduk. Ia tak mampu menatap sekali lagi sepasang netra legam nan tajam itu. Sungguh! Pandangan itu mengobrak-abrik hatinya tanpa perlu sang pemilik berbuat apa-apa. Curang!
Memilih tak menjawab, Dikta segera melompat dari balkon lalu berpindah ke pohon yang tumbuh di dekat sana kemudian turun memijak tanah dengan mulus. Ia melambaikan tangan ketika dirinya sudah sampai dibawah tanpa terluka sedikitpun seperti yang Varissa khawatirkan.
"Kenapa, Sayang?"
Varissa terperanjat saat Erik sudah berada disampingnya. Ia tak bisa menyembunyikan rasa kagetnya karena kehadiran tiba-tiba lelaki itu.
"Mas?" panggil Varissa gugup.
"Kamu liatin apa sih dibawah? Kok kayaknya seru banget," tanya Erik yang ikut menengok ke bawah.
Jantung Varissa berhenti berdegup sesaat. Kalau sampai Erik melihat Dikta, maka selesai sudah. Keadaan akan berbalik menjadi seri dan rencana Varissa harus dimulai dari awal lagi. Tentunya dengan perubahan yang sangat besar.
"Nggak ada apa-apa, kok." Erik menatap Varissa kembali. Wanita itu ikut menengok ke bawah dan boleh bernafas lega ketika sosok Dikta memang sudah menghilang. Entah, kabur kemana lelaki itu.
"Ta-tadi, ada burung yang jatuh dari pohon itu, Mas!" Varissa menunjuk pohon yang tadi digunakan Dikta untuk turun. "Tapi, kayaknya udah terbang lagi deh!"
"Oh," Erik mengangguk mengerti. Sebaik hati inilah istrinya. Varissa memang sosok yang lembut dan penuh perhatian kepada sesama makhluk. Mustahil, istrinya yang sebaik ini mampu mencelakakan Mauren.
"Kamu kenapa bengong, Mas?"
Erik menggeleng. "Nggak, nggak apa-apa."
"Gimana keadaan Pak Beni?"
"Baik. Cuma serangan jantung ringan," jawab Erik berbohong.
"Besok, aku boleh jenguk Pak Beni sama kamu?"
Lagi, Erik menemui kesulitan. Harus dengan alasan apa lagi dirinya menghalau kecurigaan Varissa? Jika ia menolak, maka Varissa tentu saja akan marah besar.
"Boleh kan, Mas?" bujuk Varissa sambil memegang tangan Erik.
"I-iya," angguk Erik spontan.
Lelaki itu memejamkan matanya frustasi. Sementara, Varissa sudah bersorak riang sambil memeluk tubuh sang suami.
Sementara, tepat di bawah mereka, Dikta yang bersembunyi dengan merapatkan tubuhnya ke dinding agar tidak terlihat oleh Erik tampak tersenyum kecil.
"Jangan sampai terluka? Maksudnya apa?" gumam lelaki itu sembari menatap ke atas.