Fariq Atlas Renandra seorang pria yang berprofesi sebagai mandor bangunan sekaligus arsitektur yang sudah memiliki jam terbang kemana-mana. Bertemu dengan seorang dokter muda bernama Rachel Diandra yang memiliki paras cantik rupawan. Keduanya dijodohkan oleh orangtuanya masing-masing, mengingat Fariq dan Rachel sama-sama sendiri.
Pernikahan mereka berjalan seperti yang diharapkan oleh orang tua mereka. Walaupun ada saja tantangan yang mereka hadapi. Mulai dari mantan Fariq hingga saudara tiri Rachel yang mencoba menghancurkan hubungan itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naga Rahsyafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sepuluh
Siang hari di taman rumah sakit, Rachel sedang duduk di kursi tepat di bawah pohon rindang yang membuat suasana menjadi adem. Rasa lelah pun hilang sejenak setelah merasakan udara alami diluar gedung tersebut.
"Sayang."
Rachel menoleh kearah belakang, seorang pria yang masih memakai baju kerja sudah berdiri disana.
"Mas, Ariq."
Fariq menghampiri calon istrinya, dia duduk di sebelah Rachel setelah meletakkan bungkusan di tengah-tengah mereka.
"Ini apa?" tanya Rachel.
"Nasi ... Saya lapar, kita makan ya."
"Mas belum makan?" tanya Rachel.
"Belum ... Kamu udah?" tanya Fariq.
"Belum juga sih. Tadi aku baru selesai operasi pasien. Tapi aku nggak lapar."
"Nggak lapar ya ... Hmmm, berarti nggak mau makan ini?" tanya Fariq.
Rachel menggeleng pelan, terlalu lelah membuat dirinya tidak merasakan lapar sama sekali.
"Ya udah. Padahal tadi niat saya mau makan berdua sama kamu," ucap Fariq.
Fariq yang tadinya menghadap kearah Rachel kini merubah posisinya menghadap ke depan.
"Lho! Nggak jadi makan?"
"Nanti aja di rumah. Saya mau ngobrol sama kamu dulu."
"Tadi katanya lapar."
"Tadi 'kan saya mau kita makan sama-sama, tapi kamu bilang nggak lapar. Ya udah, kita ngobrol aja."
Fariq menoleh kearah Rachel ketika wanita itu membuka bungkusan tersebut. "Kita makan."
"Kamu bilang nggak lapar."
"Itu tadi. Sekarang aku lapar," ucap Rachel.
"Beneran? Tanya Fariq memastikan.
"Iya, Mas. Kita makan."
"Bukan karena mau menyenangkan hati saya?" tanya lelaki itu mencoba memastikan.
"Emang mau menyenangkan hati Mas. Mas bela-belain kesini biar makan bareng sama aku. Masak aku abaikan."
Fariq menarik dagu wanita itu.
"Jangan," larang Rachel. "Tempat umum."
"Makasih ya. Udah pengertian sama saya."
"Iya, Mas."
Rachel sangat peka terhadap orang di sekitarnya. Dia memang tidak lapar, tapi melihat reaksi dari tunangannya tadi, ia malah merasa bersalah.
"Enak nggak?"
"Enak," jawab Rachel.
"Mau lebih enak lagi nggak?" tanya Fariq.
Rachel menyipitkan matanya, bahkan ia meletakkan nasi tersebut. "Lagi makan, lho. Kok bercanda. Padahal udah dibilang kontrol diri."
"Salah saya di mana?" tanya Fariq kebingungan.
"Salah Mas itu karena mikir jorok."
"Memangnya saya mikir apa? Saya 'kan cuma nawarin kamu mau yang enak. Kamu malah bilang saya mikir jorok."
"Aku tau, Mas ... Mas pasti mikir aneh-aneh 'kan."
"Enggak."
"Terus?" Rachel menaikkan sebelah alis matanya.
"Maksud saya supaya lebih enak itu. Makan dari tangan calon suami."
Fariq menyodorkan tangannya yang sudah berisi nasi. Rachel sangat malu akan hal itu, dia sendiri lah yang berpikiran kotor. Padahal pria yang ada disampingnya sama sekali tidak memikirkan ke arah lain.
Perlahan ia membuka mulutnya untuk menerima nasi yang ada di telapak tangan Fariq.
"Enak?" Tanya Fariq.
"Enak."
"Beda 'kan sama makan sendiri."
Rachel tersenyum simpul.
"Memangnya tadi kamu mikirin apa setelah saya bilang mau lebih enak?"
"Eh ... Enggak, aku nggak mikir apa-apa kok."
"Yakin?"
"Udah, ah. Makan lagi."
Fariq terkekeh geli, kembali ia melanjutkan makannya tanpa membahas hal itu lagi. Dia juga tidak ingin kalau Rachel tidak nyaman dengan dirinya.
Saat mereka sedang makan, pandangan Rachel mengarah pada perempuan yang mungkin sengaja melewati mereka.
Vina tersenyum miring kearah saudara itu. Kemudian ia sengaja menjatuhkan diri agar mengambil perhatian dari Fariq Atlas Renandra.
"Aw!"
Sebagai seorang laki-laki yang bertanggung jawab, Fariq merasa harus menolong wanita itu seperti ia menolong Rachel dulu, ia refleks berlari menghampiri Vina.
"Mbak nggak apa-apa?" Tanyanya.
"Nggak apa-apa, Mas. Makasih ya."
"Mas!"
Fariq menoleh, belum sempat Vina menggenggam tangan pria itu, Fariq kembali berdiri.
Rachel kesal, dia bukan kesal kepada tunangannya. Melainkan kesal pada Vina yang selalu membuatnya emosi. Wanita itu berdiri dan berlalu pergi membuat Fariq segera mengejar.
"Rachel!"
Tidak peduli dengan panggilan pria itu. Rachel terus saja melangkah.
"Sayang!"
Sedangkan Vina sangat senang karena Rachel langsung pergi. Dia berharap jika kedua orang itu memutuskan untuk tidak menikah. Pesona dari Fariq membuatnya berniat ingin mendapatkan calon suami dari saudaranya.
"Hei!" Fariq berhasil menggenggam tangan Rachel. "Kenapa?"
"Menurut, Mas."
"Maaf."
Hanya satu kata yang diucapkan oleh Fariq, ia menyatukan kedua telapak tangannya tepat di depan dadanya.
"Saya hanya menolong dia. Kamu juga lihat 'kan dia jatuh."
"Aku nggak suka." Ketus Rachel.
"Saya minta maaf."
Masih sama dengan posisi tersebut, Fariq mencoba untuk merayu calon istrinya.
"Mas, pulang aja."
Kembali langkah Rachel dihentikan oleh Fariq. "Kamu mau saya melakukan apa? Asalkan kamu jangan marah."
"Aku mau mas pulang."
"Please ... Kok gitu?"
"Awas! Jangan pegang."
"Saya minta maaf. Saya nggak akan mengulangi lagi."
"Lepas, iiih."
"Rachel. Jangan marah," ucap Fariq. "Kita makan lagi ya."
"Aku nggak lapar."
"Tapi saya lapar."
"Ya udah. Makan aja sana, ajak cewek tadi. Itu dia masih nungguin, Mas."
Rachel menunjuk kearah Vina, saat Fariq menoleh wanita itu langsung membuang muka supaya tidak diketahui oleh Fariq.
"Saya maunya makan sama kamu."
"Aku, nggak, mau."
"Semarah itu kamu sama saya?" tanya Fariq.
"Iya!"
Fariq menghembuskan napasnya dengan perlahan, genggam itu juga mulai terlepas. "Nanti kalau udah nggak marah lagi. Bicara sama saya ya."
Fariq membalikkan badannya. "Larang dong," batin Fariq.
"Satu ..."
"Dua ..."
"Tiga ..."
Fariq berdecak kesal, sudah menghitung seperti yang dilakukan oleh orang-orang. Namun Rachel sama sekali tidak memanggil namanya.
Rachel sudah berbalik badan, namun langkahnya terhenti. "Kalau aku marah. Bisa-bisa Vina seneng. Dan dia punya kesempatan deket sama Mas, Ariq."
Saat Rachel berbalik, Fariq sudah tidak ada. Dia malah merasa menyesal karena emosinya terhadap Vina ia lampiaskan kepada calon suaminya.
"Mas, Ariq," lirih wanita itu.
Rachel Diandra berlari menuju parkiran, ia melihat Fariq baru saja masuk ke dalam mobil. Dengan cepat ia berlari supaya pria itu tidak pergi.
"Mas, Ariq!"
Sambil berlari Rachel memanggil. "Mas, Ariq!"
Rachel mengetuk kaca mobil Fariq. Perlahan kaca itu turun memperlihatkan seorang pria dengan keringat yang ada di dahinya.
"Saya capek dari tempat kerja. Tapi kamu malah memarahi saya."
"Saya cuma mau ditemani makan. Tapi kamu juga nggak mau."
"Saya 'kan cuma menolong dia. Bukannya mau apa-apa."
Rachel tidak berucap, ia malah masuk ke dalam mobil duduk di samping calon suaminya. "Aku mau makan," ucapnya sambil menggenggam tangan pria itu. "Tapi aku mau makan di luar."
"Tadi kamu suruh saya pulang. Kamu bilang nggak lapar."
"Bawa aku pergi, Mas. Tapi nanti pulang ke sini lagi ya. Aku masih ada kerjaan."
"Pergi kemana?" tanya Fariq.
"Pergi makan Mas, Ariq."
"Oke, sayang."
Rachel akhirnya merasa lega, pria itu sudah kembali tersenyum setelah pertengkaran kecil tadi. Dia tidak menyangka jika Fariq akan sekecewa itu kepadanya. Untungnya Rachel lebih bijak berpikir, bahwa yang dilakukan oleh Vina tadi hanyalah sebuah drama kecil-kecilan untuk menarik perhatian tunangannya.