Eldric Hugo
Seorang pria penderita myshopobia. Dalam ketakutan akan hidup sebatang kara sebagai jomblo karatan.
Tanpa sengaja ia meniduri seorang pria yang berkerja di club, dan tubuhnya tidak menunjukkan reaksi alergi.
Karina seorang gadis yang memilih untuk menyamar menjadi laki-laki, setelah dia kabur dari orang yang hendak membelinya. Karina di jual oleh ibu yang mengasuhnya selama ini.
Akankan El mengetahui siapa sebenarnya sosok yang bersamanya. Keppoin yuk
Ada dua kisah di sini semua punya porsinya masing-masing.
Happy reading 🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Vas kedua
Karina menggeliatkan tubuhnya. Tulangnya terasa remuk karena El mendekapnya sangat erat semalaman. Wajah Karina terlihat letih, semalaman ia tidak bisa tidur. Bagaimana ia bisa tidur dalam dekapan seorang pria dewasa seperti itu. Apalagi setelah adegan yang mereka lakukan di kamar Karina.
"Paman, boleh aku minta secangkir kopi!" Karina mendudukkan dirinya lalu merebahkan kepalanya diatas meja marmer besar yabg ada di sana.
"Kau kenapa?" Berto mengerutkan keningnya.
"Aku sangat ngantuk, Tuan membuatku tidak bisa tidur," Keluh Karina dengan matanya yang terpejam.
Berto tersenyum tipis. Ia kemudian meracik kopi untuk Karina. Secangkir kopi panas , aroma kopi yang menyeruak masuk kedalam Indra penciuman Karina begitu menggoda. Membuat Gadis itu perlahan mengangkat kelopak matanya.
"Minumlah, setelah itu tolong bersihkan ruang kerja tuan," pinta Berto.
"Baik, Paman."
Karina mulai menyeruput capuccino buatan Berto. Perlahan kantuk Karina sedikit terkikis walaupun tak sepenuhnya hilang.
Setelah menghabiskan kopinya. Karina bergegas ke ruang kerja Eldric yang ada di lantai dua.
"Emh ... tadi sandinya berapa ya?" gumam Karina lirih.
Gadis itu pun mulai mengingat nomer sandi yang dikatakan Berto. Karina mulai menekan satu persatu angka sesuai dengan nomer pin, dan berhasil. Pintu besar itu akhirnya terbuka.
"Hua ...bagus banget," ucap Karina dengan mulutnya yang ternganga.
Ruangan itu sangat luas dengan di dominasi warna coklat yabg terkesan hangat. Rak yang penuh dengan buku yang berjajar rapi, Karina mengerutkan keningnya melihat tulisan di punggung buku yang tidak bisa ia baca. Terang saja, sebagai besar buku di sana dalam bahasa Itali.
Sebenarnya hal yang lumrah kalau ruang kerja Eldric sangat mewah. Mengingat mansion ini sangat besar dan mewah serta berbagai fasilitas yang ada di dalamnya.
"Ok saatnya berkerja."
Karina mulai mengusap lembut mejanya ke
Eldric dengan kemoceng yang di bawanya. Mengangkat satu persatu benda yang ada si atasnya. Menghempaskan semua debu yang menempel di sana.
"Ok kamu yang terakhir," ucap karina sambil mengusap lembut sebuah guci giok berwarna hijau.
"Kenapa tuan suka sekali barang barang seperti ini, buat apa coba. Mending uangnya buat beli beras trus dibagiin," gumam Karina.
"Riz apa kau sudah selesai?!" Suara bariton Berto terdengar dari arah pintu.
Prang
Karena terkejut Karina menjatuhkan guci giok itu.
"Aaaaaaaa!"
"Paman kenapa kau mengejutkanku? sekarang aku harus bagaimana?" Karina berjongkok memungut pecahan guci giok yang terbelah menjadi dua.
Air mata karina mulai mengalir membayangkan hutang yang harus di tanggung olehnya. Karina menenggelamkan wajahnya di antara kedua lututnya. Berto berjalan mendekat Karina, sebenarnya ia menyentuh punggung gadis itu untuk memenangkannya. Namun, ia takut Eldric akan marah jika mengetahuinya.
"Maafkan aku, aku tidak bermaksud untuk mengangetkan mu," ucap Berto dengan sungguh-sungguh.
Pria itu ikut mengambil pecah guci giok yang ada di tangan Karina dam mengambil satunya lagi yang masih tergeletak di lantai.
"Berapa harga guci ini Paman?" Karina mengangkat kepalanya, pipinya sudah sangat basah karena air matanya.
"$ 816.000 dolar."
"Itu berapa rupiah?"
"Sekitar sebelas milyar rupiah."
"Hua ....Hiks ...hiks ... berapa lama aku harus kerja rodi di sini?"
"Hemh ... sepertinya selamanya," goda Eldric.
"Hua ...," tangis Karina semakin kencang.
"Sudah jangan menangis terus. Tuan akan segera pulang, aku tadi mencarimu agar kau menyambut tuan di depan."
"Apa? Tuan pulang. Bagaimana ini Paman? kenapa Tuan pulang sekarang? Ini masih siang. Bagaimana kalau dia tahu, aku memecahkan gucinya lagi." Karina menarik lengan Berto.
Berto hanya mengedikan bahunya. Pria itu sebenarnya tertawa dalam hatinya, antara lucu dan kasihan melihat keadaan Karina. Tanpa disadari Karina semua ini adalah rencana Eldric.
Dengan gontai ia mengikuti langkah Berto keluar dari ruang kerja Eldric. Setelah mencuci mukanya, Karina bersiap berdiri didepan mansion.
Wajahnya terlihat begitu gelisah, pikirannya melalang buana. Jika biasanya Karina berharap Eldric cepat pulang. Namun, kali ini ia berharap Eldric akan pulang terlambat. Karina mengucek ujung kemeja yang dipakainya. Jantung Karina berdegup kencang saat sebuah mobil mewah berhenti di depan mansion.
Tidak ada Joe, hanya Eldric sendiri yang menyetir mobilnya. Keringat dingin mulai membasahi keningnya, kerongkongan Karina terasa tercekat. Ia membeku di tempat dengan kepalanya yang menunduk.
"Apa kau akan tetap berdiri di sana?"
"I-iya Tuan." Dengan berat hati, Karina melangkahkan kakinya mendekat kearah Eldric yang berdiri di sebelah mobilnya.
"Ada apa denganmu? apa kau belum makan? kenapa wajahmu pucat?" cerca Eldric, ia kemudian menyodorkan tas kerjanya.
Karina menggelengkan kepalanya, ia mendekap erat tas kerja yang di terimanya.
Keduanya berjalan masuk kedalam mansion. Seperti biasanya Karina akan melayani ritual sang tuan.
"Tuan, bisakah saya bicara sebentar?" tanya Karina dengan gugup.
"Mendekatlah, jika kau ingin bicara." Eldric menyandarkan tubuhnya di sofa.
Pria itu tampak segar setelah mandi. Dengan menggunakan kemeja santai dengan celana pendek yang di siapkan Karina. Ia terlihat tampan dan err.
Karina meremas ujung bajunya. Ia kemudian berjalan mendekat kearah Eldric. Dengan jantungnya yang berpacu cepat Karina berusaha mengatur nafasnya.
"Maafkan saya Tuan, saya melakukan kesalahan."
"Hem ... apalagi yang kau lakukan?" tanya Eldric dan menatap dalam pada Karina.
"Sa- saya memecah guci berwarna hijau yang ada di ruang kerja anda," ucap Karina jujur.
"Guci giok itu ya. Sayang sekali guci itu harus pecah, padahal itu adalah peninggalan ayahku," ujar Eldric dengan nada sendu.
"Apa? jadi itu pemberian dari ayah Tuan? Huaaaaaa ... maafkan saya tuan, maafkan saya. Saya tidak tahu kalau guci giok itu sangat berharga. Hiks ...hiks." Karina mengusap pipinya yang mulai basah dengan air mata.
Kenapa kau imut sekali.
Tanpa Karina sadari, Eldric mengulum senyum tipis melihatnya.
"Ya, guci itu memang sangat berarti bagiku, tapi kau sudah memecahkannya. Sayang sekali."
"Lalu saya harus bagaimana? hiks ...hiks ...saya harus minta maaf pada ayah tuan juga."
"Kau tidak bisa, dia sudah meninggal dunia."
"Apa itu satu-satunya?"
Itu salah satunya.
"Iya begitu."
Karina terdiam. Ia menatap Eldric dengan iba.
"Maafkan saya Tuan," ucap Karina penuh penyesalan.
"Meskipun aku memaafkan kesalahanmu, itu tidak akan mengembalikan benda yabg telah kau hancurkan."
Hahahaha ... aktingku bagus juga.
Karina menundukkan semakin dalam. Eldric bangkit dari duduknya, ia melangkah meninggalkan Karina yang diam membeku larut dalam rasa bersalahnya. Setelah beberapa saat Eldric kembali dengan secarik kertas.
"Ini." Eldric menyodorkan kertas itu pada karina.
"Ini, apa Tuan?" Karina menerimanya dengan bingung. Ia mendongakkan wajahnya.
"Baca saja dulu." Eldric kembali duduk di sofa.
Karina menundukkan wajahnya membaca setiap kata yang tertera di kertas yang ada di tangannya. Matanya terbelalak membacanya.