Nada Azzahra, siswa baru di SMA Nusantara Mandiri, adalah gadis ceria yang mudah bergaul. Kepribadiannya yang ramah dan penuh semangat membuatnya cepat mendapatkan teman. Namun, kedatangannya di sekolah ini mempertemukannya dengan Bara Aryasatya, cowok tengil yang ternyata adalah "musuh bebuyutan"-nya semasa SMP.
Di masa SMP, Nada dan Bara bagaikan Tom & Jerry. Pertengkaran kecil hingga saling usil adalah bagian dari keseharian mereka. Kini, bertemu kembali di SMA, Bara tetap bersikap menyebalkan, hanya kepada Nada. Namun, yang tak pernah Nada sadari, di balik sikap tengilnya, Bara diam-diam menyimpan rasa cinta sejak lama.
Setiap hari ada saja momen lucu, penuh konflik, dan menguras emosi. Bara yang kikuk dalam mengungkapkan perasaannya terus membuat Nada salah sangka, mengira Bara membencinya.
Namun, seiring waktu, Nada mulai melihat sisi lain dari Bara. Apakah hubungan mereka akan tetap seperti Tom & Jerry, ataukah perasaan yang lama terpendam akan menyatukan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia
Di koridor sekolah yang riuh oleh aktivitas pagi, Nada sedang berbicara dengan Jessica dan Gisel ketika Ayden mendekat dengan gaya santainya. Dengan senyum lebar yang tidak pernah lepas dari wajahnya, ia menyapa mereka.
“Nada, sepupuku tersayang, lo udah sarapan belum?” kata Ayden tanpa sadar, suaranya cukup keras hingga beberapa siswa di sekitar mereka menoleh.
Nada langsung membelalak, sementara Jessica dan Gisel memandang dengan ekspresi bingung. “Sepupu? Maksud lo apa, Ayden?” tanya Jessica, menyuarakan kebingungan semua orang.
Ayden terdiam beberapa detik sebelum tertawa kecil, berusaha mengalihkan perhatian. “Ah, itu cuma panggilan sayang gue ke Nada. Kalian tahu kan, gue suka panggil dia macam-macam. Manja-manjanya gue aja, gitu.”
Nada mendengus pelan, merasa tidak percaya dengan tingkah sepupunya. “Ay, lo kebanyakan gaya, deh. Udah sana, cari tempat duduk.”
Namun, meskipun Ayden mencoba mengalihkan perhatian, Bara dan Aldo yang tidak jauh dari situ menangkap momen tersebut. Mereka saling melirik dengan tatapan penuh arti, mulai mencurigai bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Ayden dan Nada.
Di kantin, mereka duduk bersama Dimas dan Rio, yang sudah lebih dulu menunggu. Jessica dan Gisel duduk tidak jauh dari mereka, sibuk membicarakan sesuatu yang lain.
“Eh, Rio, Dim,” panggil Bara dengan nada serius. “Gue mau nanya. Lo pernah denger nggak tentang hubungan Ayden sama Nada?”
Dimas mengangkat alis. “Hubungan gimana maksud lo?”
Aldo menyela. “Maksudnya, lo pernah denger mereka bilang kalau mereka sepupuan atau semacamnya?”
Rio dan Dimas saling pandang sebelum menggeleng. “Nggak pernah dengar, lagian kalian kan sudah kenal duluan mulai SMP, masa gak tau jika Nada punya sepupu?” jawab Rio. “Tapi lo liat sendiri, kan? Ayden emang suka deket-deketin Nada. Gue rasa itu cuma caranya bikin suasana lebih ceria saja.”
Bara tidak puas dengan jawaban itu. “Gue gak tau, karena ketika SMP gak ada Ayden di sekolah kita. Tapi gue rasa ada yang nggak beres. Panggilan ‘sepupuku tersayang’ tadi pagi nggak kedengeran kayak bercanda.”
Dimas tertawa kecil. “Mungkin aja beneran sepupuan. Kalau iya, kenapa lo harus repot? Katanya Lo gak suka sama Nada.”
Bara terdiam, tidak ingin mengungkapkan kecemburuannya. Sementara itu, Bara melanjutkan. “Yaa, gue cuma penasaran aja.”
"Ya elah, kalau beneran suka Nada, bilang aja. Ntar Nada diambil Ayden baru tau rasa Lo,"
Bara hanya terdiam, memikirkan ucapan Dimas dan Rio.
Sementara itu, di sisi lain kantin, Jessica dan Gisel juga memperhatikan dinamika antara Nada dan Ayden.
“Lo liat nggak tadi pagi?” tanya Jessica, menyikut Gisel.
“Iya,” jawab Gisel sambil menyeruput jusnya. “Gue rasa Ayden emang sepupu Nada, tapi aneh aja kalau mereka nggak bilang dari awal.”
Jessica mengangguk. “Mungkin mereka nggak mau orang lain tahu. Tapi, kenapa harus dirahasiain?”
Gisel mengangkat bahu. “Entahlah. Tapi gue nggak terlalu peduli. Gue lebih khawatir sama Bara dan Aldo. Mereka kelihatan makin terobsesi sama Nada.”
Jessica tertawa kecil. “Iya, lo bener. Nada butuh ruang untuk diri sendiri, tapi mereka terus-terusan ngejar.”
“Gue rasa kita harus kasih tahu Nada,” kata Gisel. “Biar dia nggak terjebak di antara mereka.”
Jessica setuju, dan mereka berencana untuk berbicara dengan Nada nanti setelah pelajaran selesai.
Di lain sisi, Ayden dan Nada sedang berjalan menuju kelas, tanpa tahu bahwa mereka menjadi pusat perhatian.
“Nad,” panggil Ayden, menatap sepupunya dengan ekspresi serius. “Lo rasa mereka curiga nggak soal hubungan kita?”
Nada memutar matanya. “Kalau lo nggak kebanyakan gaya, mereka nggak akan curiga. Sekarang semua orang jadi mikir yang macem-macem.”
Ayden tertawa kecil. “Tenang aja. Gue bisa handle mereka semua. Kalau ada yang nanya, gue bilang aja lo pacar gue.”
Nada berhenti berjalan dan menatap Ayden dengan tajam. “Lo jangan bercanda, Ay. Gue nggak mau ada gosip aneh soal kita.”
Ayden mengangkat tangan, pura-pura menyerah. “Oke, oke. Gue nggak akan bikin masalah. Tapi kalau mereka mulai ganggu lo, bilang ke gue, ya.”
Nada mengangguk, meskipun ia tahu bahwa Ayden justru sering menjadi sumber masalahnya.
Setelah pelajaran terakhir selesai, Bara duduk di bangkunya lebih lama dari biasanya. Sementara teman-teman sekelasnya mulai meninggalkan ruangan dengan riuh, matanya terus mengikuti gerak-gerik Ayden, yang terlihat ceria seperti biasa. Bara merasakan ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Hubungan Ayden dan Nada terlalu dekat untuk ukuran "sepupu."
Ketika Ayden akhirnya beranjak dari tempat duduknya dan melangkah keluar kelas, Bara memutuskan untuk mengikutinya. Ia berjalan dengan hati-hati, menjaga jarak agar Ayden tidak menyadari bahwa ia sedang diikuti.
Ayden tampak santai, bahkan sesekali berhenti menyapa beberapa siswa lain yang dikenalnya. Senyum lebar selalu menghiasi wajahnya, seolah tidak ada yang salah. Namun, bagi Bara, senyuman itu justru terlihat mencurigakan.
Setelah melewati lorong panjang menuju parkiran sekolah, Ayden akhirnya tiba di tempat yang ia tuju. Di sana, mobil Nada sudah terparkir dengan tenang. Nada terlihat sedang duduk di dalam mobil, menunggu sesuatu.
“Nad, gue nebeng lagi, ya?” kata Ayden sambil membuka pintu mobil dan masuk tanpa menunggu jawaban dari Nada. Suaranya terdengar ceria, seperti biasa.
Bara yang berdiri di balik tembok, memperhatikan adegan itu dengan rahang mengeras. Ia menggertakkan giginya, mencoba menahan rasa kesal yang tiba-tiba muncul. “Lihat kan? Mereka terlalu dekat untuk ukuran sepupu.”
Di dalam mobil, Nada melirik Ayden dengan ekspresi lelah.
“Lo nggak capek nebeng terus? Bukannya kendaraan lo udah bener?” Nada menghela napas, merasa Ayden semakin bergantung padanya.
Ayden terkekeh, tidak merasa bersalah sama sekali. “Tenang aja, Nad. Gue cuma nebeng sampai bengkel selesai ngebenerin motor gue. Lagian, lo kan nggak keberatan, kan?”
Nada mendengus. “Gue nggak keberatan kalau lo nggak bikin ribet. Tapi lo sadar nggak sih? Semua orang di sekolah mulai curiga soal kita.”
Ayden tertawa kecil, mengangkat bahu santai. “Biarin aja mereka curiga. Kita nggak salah apa-apa.”
Nada menatap Ayden tajam sebelum akhirnya menghidupkan mesin mobil dan mulai melaju keluar dari area parkir. Ia merasa Ayden terlalu santai menghadapi situasi ini, sementara dirinya harus menanggung rasa canggung di sekolah.