Wanita, seorang insan yang diciptakan dari tulang rusuk adamnya. Bisakah seorang wanita hidup tanpa pemilik rusuknya? Bisakah seorang wanita memilih untuk berdiri sendiri tanpa melengkapi pemilik rusuknya? Ini adalah cerita yang mengisahkan tentang seorang wanita yang memperjuangkan kariernya dan kehidupan cintanya. Ashfa Zaina Azmi, yang biasa dipanggil Azmi meniti kariernya dari seorang tukang fotokopi hingga ia bisa berdiri sejajar dengan laki-laki yang dikaguminya. Bagaimana perjalanannya untuk sampai ke titik itu? Dan bagaimana kehidupan cintanya? Note: Halo semuanya.. ini adalah karya keenam author. Setiap cerita yang author tulis berasal dari banyaknya cerita yang author kemas menjadi satu novel. Jika ada kesamaan nama, setting dan latar belakang, semuanya murni kebetulan. Semoga pembaca semuanya menyukainya.. Terimakasih atas dukungannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. Membuat Laporan
Azmi bekerja seperti biasa. Safety breafing, menyiapkan orderan part mekanik, menginput data dan review stok. Yang berbeda hanya jalan memutar yang ia ambil saat menuju office.
“Kenapa pada berkumpul disini, Mas?” Tanya Azmi kepada Budi karena banyaknya mekanik yang nongkrong di depan Warehouse.
“Hari ini jatah listrik mati, Non!”
“Ah, iya!” Azmi lupa dengan jatah listrik mati setiap satu bulan sekali karena servis genset.
Ia segera berlari masuk kedalam ruangan dan mengesave semua data yang terbuka dan mematikan komputernya. Setelah itu Azmi menyenderkan punggungnya di kursi. Ia memilih untuk tidur, ketimbang bergabung dengan yang lain diluar. Ia wanita sendiri, tak nyaman rasanya berkumpul dengan mereka walaupun sebagian besar dari mereka sudah berkeluarga.
Azmi menutup tubuhnya dengan jaket dan memasukkan kakinya di bawah meja. Ia pun bersiap tidur. Satu jam listrik mati, lumayan untuknya tidur setelah istirahat makan siang karena tidak ada pekerjaan yang bisa dikerjakannya.
“Mi!” Azmi terbangun karena panggilan Pur.
“Iya, Mas?”
“Lain kali, tutup pintunya. Disini semuanya laki-laki.”
“Baik, Mas.”
Ya. Azmi lupa menutup pintu ruangan. Sejak bekerja di sana, ia memang diayomi oleh karyawan lain. Ia seperti diberikan hak istimewa dengan tidur siang didalam ruangan, sementara yang lain tidur diantara rak gudang. Ia merasa beruntung mendapatkan rekan kerja seperti mereka.
Setelah dibangunkan, Azmi tak lagi bisa tidur. Ia memutuskan untuk memainkan ponselnya. Ada pesan dari nomor baru, ia terkejut dengan apa yang tertulis disana.
+628522xxxxx: Assalamu’alaikum Azmi.. Ini Priyo. Bolehkah aku kerumah mu bulan depan? Aku ingin serius denganmu dan mengatakannya secara langsung kepada kedua orang tuamu. Aku tunggu jawabanmu.
Azmi bingung harus menjawab apa. Tanpa mengenal dirinya atau dekat, Priyo tiba-tiba ingin serius dengannya.
“Apa pertanyaannya kemarin karena ini?” Gumam Azmi.
Azmi: Wa’alaikumsalam Mas Priyo.. Maaf, apa Mas yakin? Kita tidak saling mengenal.
+628522xxxxx: InsyaAllah aku yakin. Kita bisa mengenal setelah menikah.
“Hah?” Azmi terkejut.
Ia mengira serius itu untuk berhubungan atas sepengetahuan orang tua, tetapi yang Priyo maksud adalah pernikahan. Azmi ragu untuk membalas kembali, ia keluar dari aplikasi perpesanan dan masuk kedalam game puzzle yang ia mainkan untuk mengisi waktu.
Azmi belum ada keinginan untuk menikah. Walaupun sebagian temannya sewaktu SMP sudah menikah muda dan Selfi juga akan menikah, ia masih belum ada niatan. Baginya menikah itu hal yang sakral dan tidak ingin terburu-buru.
“Non, kamu dipanggil Bos Suwito!” Kata Budi yang baru saja masuk keruangan.
“Ada apa, Mas?”
“Kamu takut?” Azmi mengangguk jujur.
“Kesana saja dulu, nanti juga tahu.” Seketika nyali Azmi ciut.
Dengan langkah pelan Azmi berjalan ke ruangan Bos. Pintu ruangan terbuka, terlihat ada Pak Rudi dan Pak Suwito disana. Beberapa minggu ini beliau tidak ada ditempat karena ada urusan di site lain, sekarang datang dan memanggilnya. Entah apakah yang akan diterimanya.
“Duduk!”
“Kerjakan ini! Aku mau sebelum jam 4 sudah beres karena admin PN akan kemari!”
“Ini laporan fuel, Bos. Saya masih belum tahu bagaimana..”
“Itu urusanmu! Sana kerjakan!” Azmi mengangguk dan pamit meninggalkan ruangan.
“Mas Budi!” seru Azmi saat sampai di ruangan admin.
“Apa, Non?”
“Ini bagaimana menyelesaikannya?” Budi melihat isi map dari tangan Azmi.
“Kamu yang disuruh?” Azmi mengangguk.
“Kamu belajar dengan Dino. Akupun tak tahu, Non! Ini bagian oil dan fuel, aku hanya tahu sistem Warehouse.”
“Kak Dino?” Tanya Azmi ragu.
“Ya. Nah kebetulan! Din, tolong Azmi mengerjakan ini!” Budi melempar map kearah Dino.
Setelah melihatnya, Dino hanya mengangguk dan membuka laci file. Ia memyerahkan beberapa file kepada Azmi tanpa mengatakan apapun. Dino adalah laki-laki yang paling tertutup di departemennya, Azmi sampai lupa jika dideretkan mejanya ada Dino di paling ujung kanan karena Dino tak pernah membaur dengan yang lain.
“Ini semua referensinya, Kak?” Dino mengangguk.
“Nanti setelah listrik nyala, aku akan tunjukkan form laporannya.”
“Terima kasih.”
Azmi mulai membaca file yang diberikan Dino. Dari yang ia tangkap, angka-angka acak yang ada di kertas yang diterimanya adalah hasil pengurangan dari berapa liter solar yang keluar. Tetapi ia tidak paham bagaimana cara kerjanya. Di file lain ia melihat penyusunan laporan. Mulai dari nomor mobil, dua kolom angka acak, berapa liter solar, dan nama sopir. Baris paling bawah berisi total solar dan kolom tanda tangan Pak Rudi sebagai oil and fuel supervisor dan dari pihak yang mengisi solar.
“Ehm.. Kak Dino.”
“Ya.”
“Ini maksudnya apa?”
“Itu angka seperti speedometer. Dia berjalan seperti kilometer, jadi setiap pengsisian akan bertambah pula angkanya. Makanya semakin ke bawah angkanya akan semakin besar.” (Maaf, author lupa namanya)
“Oh.”
“Listrik sudah nyala. Kamu pakai komputer ini.” Dino menunjuk komputer tanya ada di samping kirinya.
Azmi mengangguk dan mulai menyalakan komputer. Dino mendiktenya membuka file form laporan. Setelah dapat, Dino mengajari Azmi untuk membuka sheet baru dan menginput data. Dino meminta Azmi bergeser dan memberikan contoh satu baris.
“Lanjutkan sendiri!”
“Terima kasih, Kak!”
Azmi tersenyum seraya kembali ke depan komputer dan mulai mengerjakan laporannya. Ia yang sudah terbiasa menggunakan Numlock memudahkannya dalam memasukkan angka kilometer kedalam kolom. Yang menjadi masalah adalah angka tersebut acak jadi setelah selesai memasukkan angka kilometer, Azmi harus mengurutkannya lebih dulu, baru bisa melanjutkan ke kolom selanjutnya.
“Padahal lebih enak kamu tulis semua sesuai itu baru kamu urutkan.” Kata Dino.
Plak!
Azmi menepuk dahinya. Benar yang dikatakan Dino. Segera ia meng-undo pekerjaannya dan melanjutkan ke kolom berikutnya. Setelah selesai, barulah ia mengurutkan datanya. Kemudian menjumlahkan semuanya dan membuat kolom tanda tangan.
“Kak, boleh minta tolong koreksi?”
“Hemmm.”
Azmi menggeser kursinya memberi ruang Dino untuk melihat pekerjaannya. Dino menganggukkan kepalanya dan menyuruh Azmi mencetaknya. Setelah mencetak laporan, Azmi memasukkannya kedalam map dan membawanya ke ruangan Bos. Tak lupa ia mengucapkan terima kasih kepada Dino yang sudah membantunya.
Saat melihat jam tangannya, masih ada waktu 20 menit dari waktu yang ditentukan ia merasa lega. Azmi mengetuk pintu ruangan bos.
“Bagus! Kamu bisa kembali.” Azmi mengangguk.
“Bagaimana, Non?” Tanya Budi.
“Alhamdulillah Mas. Tapi kenapa aku yang disuruh?”
“Mungkin kamu akan menjadi kandidat pengganti Dino.” Kata Pur yang ikut bergabung di meja orderan part.
“Memangnya Kak Dino kenapa?”
“Sepertinya dia akan dipindah ke cabang baru.”
“Benarkah? Tapi kenapa aku? Bukannya masih ada Mas Romi?”
“Romi itu bukan admin, dia itu helper dan bagiannya adalah fuel station dan fuel truck. Kalau sudah ada orang di dua pos tersebut, dia akan membantu di Warehouse.” Jelas Budi.
“Admin disini hanya Budi, aku dan Dino. Kamu asisten baru.”
Azmi mengangguk. Tetapi hal tersebut tak lantas membuatnya berharap. Ia menyerahkan semuanya kepada nasib dan keberuntungannya.