Melissa Permata Sari, gadis muda yang nekat menjual keperawanannya demi melunasi utang keluarganya sebesar 150 juta. Di hotel tempat "transaksi" berlangsung, ia justru bertemu Adrian Sutil, pria tampan dan kaya yang bukan mencari kesenangan, melainkan seorang pengasuh untuk putrinya yang berusia tiga bulan.
Adrian memberikan penawaran tak biasa: jika Melissa berhasil membuat putrinya nyaman, separuh utang keluarganya akan lunas. Namun, ada satu masalah—Melissa belum bisa memberikan ASI karena ia masih perawan. Meski sempat ragu, Adrian akhirnya menerima Melissa sebagai pengasuh, dengan satu syarat tambahan yang mengubah segalanya: jika ingin melunasi seluruh utang, Melissa harus menjadi lebih dari sekadar pengasuh.
Bagaimana Melissa menghadapi dilema ini? Akankah ia menyerahkan harga dirinya demi keluarga, atau justru menemukan jalan lain untuk bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 Sandang Mahkota Sirna 21+
Ikatan di tangan dan kaki yang dilepas oleh Adrian bukan berarti kebebasan untuk Melissa . Gadis itu justru terjerembab di bawah kukungan badan kekar majikannya yang tampak seperti singa.
Untuk memberontak pun tidak bisa, Melissa sudah dikendalikan dengan bi*s yang masih ada. Karena seharian diikat tanpa makan dan minum, tenaganya seakan tak tersisa.
"Saya mohon, saya mohon, saya akan bayar uang yang sudah kamu keluarkan, tapi tolong jangan cara ini!" Akhirnya Melissa tidak mempunyai kemampuan untuk bersitegas seperti di kantor tadi. Kini, ia bagai b*dak yang lemah. "Kalau bisa, tarik semua yang kamu bayar biar hutang itu saya yang bayar sendiri!"
"Uang sudah jatuh ke tangan debt colector itu dikembalikan? Mana mungkin?" Adrian terkekeh.
Pengasuhnya itu masih berusaha untuk dikeluarkan dari kandangnya.
"Saya akan melakukan hal yang biasa dilakukan pria saat menyewa wanita. Kamu, ya kamu adalah perempuan yang saya sewa malam itu, tapi saya belum melakukannya, bukan?" Adrian menyeringai.
"Jahat!"
Melissa menangis tertahan. Saat majikannya membukai semua yang ia pakai, saat itu Melissa seperti tak ada lagi harga dirinya, bahkan ia sangat pasrah. Adrian , pria yang ia sangka sangat baik telah memberikan lapangan pekerjaan untuk membayar hutang, ternyata ia termasuk dalam daftar pria-pria brengs*k yang bertengger di dalam club.
Ia tidak memiliki daya untuk menolak perbuatan bej*d majikannya, tetapi itulah yang terjadi. Melissa berhasil dig*gahi Adrian dalam kondisi lemas.
"Sakit ...."
Suara rintihan yang terdengar memilukan itu menggema, saat di mana sandang mahkota berharganya hilang, bahkan seprei dan cakaran di punggung menjadi saksi betapa kelabunya malam itu.
Wajah gadis yang seperti bayi, polos, imut, dan bersih kini terbasuh dengan keringat.
"Berhenti, aku mohon ...!!"
Jerit, teriak, sudah tak dihiraukan. Bagi Adrian malam ini adalah waktunya ia untuk meluapkan kekesalan. Gelora h* srat semenjak kematian sang istri, ia tumpahkan pada Melissa si gadis ceria.
Bagi Melissa itu bukanlah keni* mat*n, tetapi penderitaan. Hal yang sama dirasakan Adrian , m* nggauli perempuan dengan kondisi emosi besar bukan pula suatu keni* mata*n. Ia hanya ingin menumpahkan rasa amarah yang menggebu di hati.
Mengingat, pria yang menjadi kekasih, makanan yang dibagi, serta kebohongan tentang anaknya untuk alasan, emosi Adrian tak habis-habis.
Sampai Melissa kehabisan tenaga dan berakhir pingsan, Adrian masih terus menikmatinya. Benar yang dia katakan, malam ini Melissa melayaninya dengan cara yang berbeda.
***
Suara tangisan bayi
melengking di pagi-pagi buta. Jika biasanya si kecil bangun siang, kini Chia terbangun sangat pagi. Anak itu seakan mengenali tangan-tangan mana yang biasa yang menggendongnya. Saat Yani dan Sasa yang menangani ia seakan tak ingin berhenti menangis.
"Mbak, kayaknya dia lagi cari-cari Melissa !" Sasa terlihat gelisah. Mereka berdua kewalahan.
"Sudah kamu kasih susu?"
"Sudah, tapi tetap gak mau.
Apa kita samperin aja ke kamar pak Adrian ?"
"Mau mati kau? Di sana ada Melissa yang lagi dihukum, dan kamu ingat ucapan Laksa kemarin?" sergah Yani.
"Ah, iya juga. Kira-kira Melissa diapain aja ya semalam tidur di kamar bapak?"
Tiba-tiba mereka terkejut melihat kedatangan tuannya masuk ke kamar si kecil. Kaget karena tidak biasanya Adrian bangun sangat pagi, dan pria itu pun sudah siap dengan pakaian formalnya.
"Pagi, Pak!"
"Hmm!" Adrian bergerak untuk menggendong anaknya. Seketika si kecil berhenti menangis. Ya, seakan tahu tangan siapa yang biasa menggendongnya.
"Saya berangkat pagi-pagi karena mau mampir dulu ke rumah orang tua saya. Ini!" Ia menyerahkan sebuah kunci kamar kepada Yani. "Buka kamar hanya untuk memberi dia makan. Jangan sampai membiarkan dia keluar untuk hal yang tidak penting.
Mengerti?"
"Pa-paham Pak!" Yani gugup. Sebagai yang diberi amanah ia harus bertanggung jawab.
"Perlu kalian tau juga, gadis itu bukan lagi pekerja di sini. Dia tawanan saya!" Di akhir kata itu Adrian seakan menekan untuk memberi pengertian kepada para pelayannya.
"Mulai saat ini, kalian yang akan jadi pengasuh dia!"
Mereka seolah ketakutan, tidak ada yang berani bertanya meski begitu banyak kata-kata yang diisi pikiran mereka.
"Baik, Pak!"
"Dalam beberapa bulan ini, Chia akan saya titipkan dengan ibu saya!" Kemudian pria itu pergi dengan menggendong bayinya.
Yani dan Sasa saling menghembuskan napas dengan perasaan lega. Entah sudah sejak kapan, baru kali ini lagi mereka merasakan aura ketajaman dari majikannya.
"Sekarang bapak serem banget ya?" gumam Sasa.
"Hmm, kayak dulu. Apa gara-gara Melissa ya?"
"Ya, memang cuma dia yang paling berani mengobrak-abrik mood bapak!"
Selepas dari itu mereka kembali melanjutkan kegiatannya. Meski kunci kamar sudah dipegang. Sasa dan Yani masih enggan memasuki kamar tersebut.
***
Sampai di siang hari. "Mbak, gilak. Udah jam segini, Melissa belum makan!" Sasa kelabakan. Mereka baru tersadar jika ada sesosok nyawa di dalam kamar yang belum mereka beri makan.
"Oh ya ampun, Sa. Ayo buka kamarnya. Kasihan dari malam belum makan, apalagi gak sarapan tadi!"
Sasa dan Yani segera bergegas menuju kamar. Tepat saat pintu itu dibuka, mereka terkejut karena kamarnya kosong. Hal pertama yang mereka duga, adalah kaburnya Melissa dari kamar.
"Mbak gimana ini, Melissa kabur' kan jadinya!" Seperti biasa Sasa bagian hebohnya.
"Lihat kamar mandi!"
Yani baru menyadari jika jendela tidak ada satu pun yang terbuka. Maka, tempat itu lah yang menjadi sasarannya sekarang.
"Dikunci Mbak!"
"Dobrak!" titah Yani.
"Bok*ngmu didobrak, gak kuat lhoo aku!" celetuk Sasa.
Akhirnya mereka bekerja sama, mendorong pintu sekuat tenaga. Sampai engsel pintu itu rusak, mereka baru bisa melihat penampakan Melissa yang mengenaskan.
"Astaga!"
Perempuan dengan kondisi badan membiru sedang berada di dalam bathup, tanpa kesadaran diri.
"Ayo angkat, sepertinya dia sudah lama berendam begini dari tadi!" seru Yani.
"Mbak sih, bukannya ditengok dari tadi malah nanti-nanti aja!" gerutu Sasa.
"Aku cuma takut ...."
Kini keduanya membopong tubuh dengan banyak luka memar di leher itu. Membawanya ke ranjang, mengurusnya dengan mengganti pakaian, kemudian berusaha untuk membuatnya sadar.
"Ayo dong Melissa bangun ... Mbak, yakin gak sih kalau semalam bapak unboxing dia?" Sasa terus mengusap-ngusap telapak tangan Melissa , memberikannya minyak angin, berharap perempuan itu segera cepat sadar.
"Aku juga merasa begitu!"
Mengingat betapa banyaknya tanda-tanda kecupan di leher dan dad* saat mengangkat Melissa dari kamar mandi tadi, membuat mereka bersimpulan seperti itu.
"Kasihan Mbak dia punya orang tua, sekarang berakhir jadi tawanan bapak. Masih kecil pula!" ujar Sasa.
"Mungkin kalau mau dia tidak melakukan kesalahan, tidak sampai begini akhirnya!" papar Yani.
Tiba-tiba mereka mendengar suara batuk. Keduanya pun membelalakkan melihat perempuan itu telah sadar.
"Mbak dia udah bangun!"
Sasa tergesa-gesa memberikannya minum, kemudian membantunya untuk bersandar di sandaran tempat tidur.
"Sudah lebih baik?" tanya Yani.
Yang mereka lihat adalah wajah gelisah, tidak ada ketenangan. Sepertinya Melissa tengah merasakan trauma berat.
"Mbak, aku diperk*sa, tolong bawa aku kabur dari sini. Pria itu kejam, aku kesakitan!"
Bersambung ~