mengagumi Idola, hingga jatuh cinta dan ternyata gayung itu bersambut.
bagaimana rasanya.???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisetsuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Alen, Kai dan Meri
Beberapa hari kemudian halaman gedung rumah sakit heboh karna kedatangan dua artis tampan dan juga terkenal. Kedatangan mereka yang menghebohkan cukup membuat pihak keamanan rumah sakit kalang kabut, hingga team keamanan dari SM ikut turun tangan.
“apa apaan kalian, membuat heboh rumah sakit seperti ini.?” omelan Giyo menyembur ketika dua artis tampan ini sampai di depan mereka.
Kai hanya tersenyum dengan tampang tak berdosanya.
“maafkan kami, supirku yang tidak tau arah jalan belakang rumah sakit ini.” ucap Alen, sambil menundukan kepalanya.
Kemudian mereka saling memberikan pelukan, karna lama tak berjumpa, di mulai dari Giyo dan bergantian dengan yang lainnya.
“terima kasih kalian sudah datang untuk melihatnya.” ucap Jeano.
“kami langsung memesan tiket ketika mendengar kabar darimu. Bagaimana apakah sudah ada perkembangan dalam penyelidikan.?” tanya Alen.
“kakakku masih menyelidikinya, semoga malam ini ada kabar dari mereka.” jawab Jeano.
Mereka berasal dari negara yang berbeda, mereka saling mengenal karna pernah berada dalam satu acara yang sama. Dan seiring berjalannya waktu, hubungan mereka semakin dekat dan bersahabat itu juga karna gadis yang saat ini terbaring di ranjang dalam ruangan itu dan juga gadis yang sedang berlari ke arah mereka saat ini.
“kehebohan kami belum seberapa, sebentar lagi kalian akan mendapatkan yang lebih heboh lagi.” ucap Kai.
Belum lama Kai menutup mulutnya, sedetik kemudian terdengar suara cempreng seorang gadis yang marah marah dari ujung lorong.
Jimi yang tau siapa pemilik suara itu segera berlari menghampiri gadis itu dan menenangkannya.
“heiy ini di rumah sakit, bisa tidak kau sedikit tenang. Kau sangat menganggu pasien yang lain.” ucap Jimi berjalan di samping Meri dan menutup mulutnya dengan tangannya.
Jimi lupa bahwa ini adalah lantai VVIP, di mana hanya ada 2 kamar pasien di lantai lima gedung ini. Dan salah satu kamarnya kosong, yang terisi hanya kamar yang saat ini ditempati oleh Yuan.
“bagaimana aku bisa tenang hah, kalian menyembunyikan kejadian sebesar ini dariku. Apakah kalian mau mati.?” teriak Meri menggenggam leber Jimi, seperti siap akan mencekik pemuda itu.
“oke oke tenanglah, kami yang salah karna tidak memberitahumu, tapi ini benar benar rahasia.” jawab Jimi sambil berusaha melepas cekikan gadis itu.
“lalu, kau berusaha main rahasia denganku tentang keselamatan Yuan.? awas kalau sampai Yuan kenapa kenapa.” ancam gadis itu.
Kemudian Meri mendekati Jeano dan berbicara dengan serius kepadanya.
“sejauh mana informasi yang kau dapat.?” tanya Meri.
“tidak banyak, karna sepertinya para pelaku itu sudah terlatih. Sama sekali tidak ada jejak, bahkan pembelian senjata pun tidak terdeteksi.” jawab Jeano.
“sepertinya bukan dari Vena.” gumam Meri.
“benar, jika mereka berasal dari Vena kakakku pasti sudah menemukannya” Jeano menimpali.
“sepertinya aku harus bertindak.” ucap Alen menghampiri Jeano dan Meri.
“boleh aku menemuinya.?” tanya Alen kemudian.
“silahkan, tapi sepertinya dia masih tertidur.” ucap Soni.
“aku juga ikut.” ucap Meri.
“heiy, kau jangan terlalu berisik di dalam.” ucap Jimi sebelum Meri memasuki ruangan.
“diam kau.” ucap Meri tajam kepada Jimi.
Entah kenapa kedua orang ini tak pernah bisa berbicara dengan santai jika bertemu, bahkan sepertinya Meri punya dendam pribadi kepada Jimi.
Melihat gadis yang sangat di sayangi terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit Alen dan Kai merasa terpukul dan tidak tega, bibirnya berucap lirih hingga hampir tak terdengar.
“Aku bunuh kalian jika sampai aku temukan.” ucap Alen.
“aku akan mencincang mereka.” Kai menimpalinya.
“sebelum itu, aku yang akan mematahkan tulang tulang mereka.”sahut Meri.
Dengan reflek dan spontan kedua lelaki itu menatap ke arah gadis di samping mereka.
“aku serius.” ucap Meri, membalas tatapan kedua lelaki itu.
“apa kalian akan membunuhku.?” ucap Yuan lemah, membuat ketiga orang itu kaget dan segera berlari ke arahnya.
“cintaku, kau baik baik saja kan.? mana yang sakit, katakan kepadaku.?” tanya Meri sambil membolak balik tubuh sahabatnya itu. Yuan hanya tersenyum sambil berusaha menyingkirkan tangan sahabatnya itu.
“heiy di masih sakit, kau Gila.?!” kata Kai sambil memukul pelan tangan Meri.
Meri hanya meringis.
“haiy, bagaimana keadaanmu.? mereka mengabarkan kalau kau belum bisa bicara karna masih lemas.” tanya Alen, sambil mengelus pipi gadis itu yang tampak pucat.
“humb, tidak ada yang tahu aku bisa bicara. Aku sengaja menyembunyikan ini dari mereka, karna ada yang berniat mencelakaiku.” ucap Yuan dengan lemas.
“APA.?!!? KURANG AJAR SEKALI. KATAKAN SIAPA YANG BERANI BERBUAT SEPERTI ITU KEPADAMU.?! APAKAH MEREKA YANG ADA DI LUAR PINTU ITU.?! SIALAN.” umpat Meri kesal dengan suara cemprengnya.
“heiy diamlah perempuan bawel, kau akan membuat mereka tau kalau Yuan sudah bisa bicara.” ucap Kai sambil menutup mulut meri dengan tangannya.
“sorrry,, sorry aku emosi.” kata meri sambil menelungkupkan tangannya, meminta maaf.
“Diam.” kata Kai lagi, menempelkan jari telunjuk ke bibirnya.
“bukan. Tapi orang yang berada dalam lingkup kita.” jawab Yuan.
Meri dan Kai membelalakan mata, Alen semakin tegang dan menggenggam tangan Yuan.
“awalnya dia berniat mencelakai Hyungga, tapi karna rencananya gagal, kali ini dia menargetkanku.” lanjut Yuan.
“kau tahu orangnya.?” tanya Alen.
Belum sempat gadis itu menjawab pintu terbuka seketika mereka bertiga terdiam dan mengalihkan pandangan ke arah pintu.
Dio datang dengan membawa makanan untuk makan siang hari itu, makanan itu bukan dari rumah sakit melainkan dari cathering yang sudah di siapkan oleh manager Mino untuk Yuan sebagai asupan penambah perbaikan Gizi dan penambah darah yang sudah di resepkan oleh ahli Gizi rumah sakit ini.
“maaf kalau saya mengganggu, saya mengantarkan makanan untuk Yuan.” ucap Dio dengan nada sopan, karna Dio tidak mengenal mereka berdua kecuali Meri.
“apa itu.? kenapa kamu yang menyiapkan.?” tanya Meri.
“ini makanan yang di siapkan untuk non Yuan, setiap pergantian waktu makan. Kebetulan saya yang mendapat tugas untuk megantarkannya.” jelas Dio.
“okaiy terima kasih, kau sudah boleh pergi. Biar kami yang memastikan Yuan menghabiskannya.” ucap Kai.
“terima kasih tuan, saya permisi.” pamit Dio, kemudian meninggalkan ruangan.
Setelah memastikan bahwa Dio sudah benar benar meninggalkan ruangan, mereka kembali menatap kepada Yuan.
“dia.?” tanya Meri.
Yuan menganggukan kepalanya, memberi tanda bahwa dugaan Meri benar.
“kenapa kau mencurigainya.?” tanya Kai.
Menatap wajah Yuan yang masih pucat dengan tatapan penasaran.
Yuan mengeluarkan tisu dari balik bantalnya dan memberikan kepada Alen.
“setiap kali aku memakan makanan yang dia kirimkan, aku merasa tenggorokanku terasa kering dan terbakar. Seperti minum alkohol dengan dosis tinggi, seperti ada sesuatu yang mengganjal juga ditenggorokanku. Semakin aku berusaha mengeluarkannya, semakin terasa sakit. Bahkan terkadang aku merasa tenggorokanku berdarah terasa anyir. Ini adalah makanan yang tadi pagi dia antarkan, saat tidak ada seorangpun bersamaku aku menyembunyikannya. Aku mendengar dari Jeano kalau kalian akan datang, jadi aku sengaja menyembunyikannya." jelas Yuan dengan nafas terengah.
“ada makanan lain yang di berikan olehnya, selain makanan ini.?” tanya Alen.
“aku juga menyembunyikan ini.” Yuan memberikan beberapa butir obat yang dia simpan dalam lipatan tisu.
“aku tidak tau dengan makanan yang lain, tapi makanan yang dia bawa hampir semua nya terasa begitu.” lanjutnya.
“tidak ada yang aneh dengan aromanya.” ucap Meri setelah mencium aroma makanan.
“setiap kali aku makan makanan yang dia bawa, aku selalu berpura pura mengunyah dan kemudian memuntahkannya. Pura pura mual atau merasa hambar di dalam mulut.” ucap Yuan melanjutkan.
Tiba tiba mereka bertiga menatap ke arah Meri yang sibuk memasukan makanan ke dalam tisu dan plastik.
“apa yang kau lakukan.?” tanya Kai.
“kau tidak lihat, aku sedang memasukan masing masing makanan ini ke dalam kantong untuk kalian bawa ke Lab. Masih di tanya lagi ngapain.” jawab Meri
“tumben kau pintar.” ucap Alen.
“heiy, kenapa mulutmu pedas sekali.?” ucap Meri, sambil tetap melakukan kegiatannya.
“apakah perlu pindah rumah sakit.?” tanya Alen, masih dengan ke khawatirannya bertanya kepada Yuan.
“tidak perlu. Dia akan curiga kalau aku tiba tiba pindah rumah sakit, lagian akan banyak pertanyaan dari mereka.”
“tapi aku tidak tenang jika kau tetap berada di sini, apa lagi laki laki itu bebas keluar masuk ruangan ini.” ucap Alen.
“kalian tahu kan kalau rumah sakit ini milik Giyo, dia pasti akan memberikan yang terbaik untukku. Biarkan aku di sini beberapa hari lagi, aku juga akan mencari alasan untuk minta pulang. Dan nanti jika aku sudah pulang, aku akan sedikit merepotkan Meri dengan memintanya menemaniku.” ucap Yuan.
Merasa namanya di sebut, Meri menjawab dengan semangat.
“jangankan beberapa hari, aku bersedia menemanimu sampai bajingan itu tertangkap.” jawab Meri.
Terdengar pintu di ketuk, kemudian ketujuh pemuda itu masuk ke dalam ruangan Yuan seperti hendak berdemo.
Ruang perawatan sangat luas, sehingga dapat menampung mereka bersepuluh dan masih menyisakan ruangan yang luas.
Mengetahui banyak orang di ruangan itu, Yuan kembali menutup matanya.
Sebelumnya mereka sudah sepakat akan merahasiakan masalah ini sampai semua bukti sudah terkumpul.