Melisa, seorang gadis biasa yang sedang mencari pekerjaan, tiba-tiba terjebak dalam tubuh seorang wanita jahat yang telah menelantarkan anaknya.
Saat Melisa mulai menerima keadaan dan bertransformasi menjadi ibu yang baik, dia dihadapkan pada kenyataan bahwa dunia ini penuh dengan bahaya. Monster dan makhluk jahat mengancam keselamatannya dan putranya, membuatnya harus terus berjuang untuk hidup mereka. Tantangan lainnya adalah menghindari ayah kandung putranya, yang merupakan musuh bebuyutan dari tubuh asli Melisa.
Dapatkah Melisa mengungkap misteri yang mengelilinginya dan melindungi dirinya serta putranya dari bahaya?
Temukan jawabannya dalam novel ini, yang penuh dengan misteri, romansa, dan komedi!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aif04, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebohongan
Seminggu sudah berlalu sejak Melisa dan Kevin mulai berkebun, dan hari ini mereka akan pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Walau agak jauh, tapi hanya ini pilihan yang bisa mereka jalani. Beberapa hari Melisa selalu menyajikan sayuran. Tapi memakan sayur di setiap hari membuatnya merasa bosan. Sedangkan di desanya sendiri tidak ada penjual daging. Jika ingin memakan daging, maka harus pergi ke pasar seperti kemarin.
"Ayo, Kevin, setelah sarapan kita akan pergi ke pasar. Apa ada sesuatu yang ingin putra ibu beli?" tanya Melisa, sambil tersenyum ramah.
"Tidak, Bu, tidak ada," jawab Kevin, sambil menatap Melisa dengan mata yang polos.
"Mari beli beberapa jajanan dan juga mainan," ajak Melisa, sambil menggenggam tangan Kevin.
"Tapi, Bu..." Kevin berhenti sejenak.
"Tidak ada tapi-tapian, sayang. Lagipula, ibu tidak melihat satupun mainan milikmu. Setidaknya kita juga harus punya beberapa, bukan?" Melisa tersenyum.
"Iya, Bu," jawab Kevin, dengan begitu bahagia.
Hingga akhirnya mereka pergi menuju pasar dengan menggunakan kereta kuda. Melisa memilih untuk menggunakan kereta kuda dengan membayar 50 perunggu untuk satu orang, sedangkan 1 perak untuk 2 orang. 'Lebih baik membayar daripada kakiku lepas nantinya,' pikirnya. Sedangkan Kevin cukup senang dengan melihat jalan setapak yang mereka lewati.
"Apa kau wanita muda yang tinggal di tepi hutan itu?" tanya seorang wanita dengan perawakan 40 tahun itu pada Melisa.
"Iya..." jawab Melisa, dengan tersenyum ramah. Rumah yang mereka tempati memang di tepi hutan. Bahkan rumahnya termasuk jauh dari para tetangga yang lebih memilih memiliki rumah menjauh dari hutan.
"Wah, dengan siapa kamu tinggal? Apa hanya berdua saja dengan anakmu ini?" tanyanya.
Melisa menyipitkan matanya lalu tersenyum. "Tidak, kami tinggal bertiga."
"Oh ya?" wanita tua itu menatap Melisa seksama.
"Tentu saja, saya tinggal bersama anak dan juga suami saya," bohongnya. Kevin benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran sang ibu. Bukankah mereka hanya tinggal berdua? Kenapa ibunya mengatakan jika mereka bertiga?
"Oh, ternyata begitu. Jadi, di mana suami mu?" tanya wanita tua itu.
"Dia tinggal di rumah, menjaga rumah karena beberapa hari ini sedang ada beberapa berita perampokan dan juga pembunuhan," jelas Melisa yang masih merespon wanita tersebut dengan sopan.
"Ternyata begitu," wanita tua itu mengangguk.
Sejenak raut wanita tua itu tampak kecewa, sedangkan Melisa masih memasang wajah ramahnya. Saat ini kereta kuda hanya ada Melisa, Kevin, wanita tua ini, dan juga pria dewasa yang duduk agak jauh dari mereka.
"Jadi, apa pekerjaan suamimu? Apa dia petani?" tanya wanita tua itu lagi, Melisa terdiam sejenak hingga ia kemudian berbicara setelah menundukkan kepalanya sejenak.
"Dia pemburu yang sangat hebat," jawab Melisa dengan bangga. "Saya jatuh cinta padanya karena kehebatannya itu. Bahkan ia memberikan saya kulit harimau di musim dingin sebagai hadiah. Oh, ya, saya juga sangat terkesima dengan tubuhnya yang benar-benar bagus. Otot-ototnya yang kuat... anda tahu, saya sering kali memintanya untuk mendaftar menjadi prajurit kerajaan, tapi dia tidak mau dengan mengatakan bahwa ingin menjaga saya dan juga anak kami."Jelasnya dengan begitu bersemangat.
Hingga beberapa saat, Melisa merubah raut wajahnya menjadi begitu serius, sambil menatap wanita tua itu dengan mata yang tajam. "Sebenarnya, kami pindah ke sini karena suami saya mematahkan kaki dan tangan seorang pemuda di kampung lama kami. Itu karena pemuda itu ingin menggoda saya..." bisik Melisa pada wanita itu, yang berhasil membuatnya membulatkan matanya terkejut.
"Benarkah?" tanya wanita itu dengan nada heran, sambil menatap Melisa dengan mata terbuka lebar.
"Bagaimana saya menjelaskannya, tapi itu memang benar adanya," ujar Melisa dengan sedikit menunduk, tapi tanpa wanita itu sadari, Melisa menarik sudut bibirnya seperti Mengejek wanita itu.
Sedangkan Kevin hanya bisa terdiam mendengar cerita karangan ibunya yang luar biasa. Ia menatap ibunya dengan mata yang polos, tapi juga sedikit penasaran.
"Oh, astaga, kita sudah tiba," ujar Melisa yang tersenyum, sambil menatap sekelilingnya. "Saya akan pergi dulu, ya... Terima kasih karena mau bercerita dengan saya...Ayo, Kevin." Pamitnya.
Melisa turun dari kereta kuda dan berjalan membelah kerumunan dengan menggenggam tangan Kevin dengan begitu erat. Ia menatap sekelilingnya dengan mata yang waspada, sambil memastikan bahwa tidak ada bahaya yang mengancam mereka.
"Ibu... Ibu kenapa berbohong?" tanya Kevin, sambil menatap ibunya.
Melisa menatap sekelilingnya lalu menyamaratakan tubuhnya dengan putranya itu. "Kevin, sayang, tidak semua orang yang kita temui di dunia ini adalah orang baik. Jadi, kita tidak boleh menyebarkan informasi pribadi kita. Dan juga, wanita dan paman tadi bukanlah orang baik."
"Bukan orang baik, Bu?" tanya Kevin, jelas sekali ia masih bingung saat ini. Wajahnya bahkan terlihat begitu kaku dan itu terlihat imut.
"Hahaha, ayo, Ibu tunjukkan sesuatu," ajak Melisa. Melisa benar-benar merasa lucu dengan ekspresi bingung anaknya itu.
Akhirnya, mereka berhenti pada sebuah papan pengumuman yang ada di dekat pasar. Lalu Melisa menunjukkan sebuah sketsa wajah dengan tulisan "dicari".
"Kamu kenal orang ini?" tanya Melisa pada Kevin.
Anak itu tampak berpikir sejenak hingga ia akhirnya tau gambar siapa yang di tunjuk oleh Melisa.
"Ini mirip bibi yang di kereta, Bu," jawab Kevin, sambil menatap papan pengumuman.
"Dan ini?" Melisa menunjukkan satu poster lagi.
"Ini paman yang duduk di samping wanita itu," jawabnya yang tampak menyadari sesuatu.
"Apa kedua orang itu adalah buronan, Bu?" tanya Kevin, lalu menatap Melisa.
"Ya, sayang, dan itu adalah kasus perampokan dan juga pembunuhan," jawab Melisa, dengan nada bicara yang tampak begitu serius. "Sepertinya ia ingin mengincar kita tadi, makanya ibu berbohong tentang kita. Seorang anak laki-laki dan juga wanita yang lemah akan menjadi korban yang mudah, tapi berbeda jika ada laki-laki kuat di sana. Mereka akan berpikir berpuluh-puluh kali untuk melakukan kejahatan."Jelasnya.
Kevin menatap Melisa dengan begitu kagum, ternyata ibunya ini memang adakah wanita hebat yang bisa menyelesaikan segala masalah.
"Ibu benar-benar pintar," puji Kevin.
Melisa tersenyum kembali, sambil menggenggam tangan Kevin. "Terima kasih, sayang."
Mereka berdua berjalan terus, sambil menikmati pemandangan sekitar. Setelah beberapa saat, mereka tiba di depan rumah sekaligus toko Tabib Li. Sama halnya seperti terakhir kali ia kesini tempat ini hanya memiliki satu pelanggan yakni dirinya.
"Kita ke tempat Tabib Li dulu, ya, untuk mengembalikan keranjang dan melihat paman yang kita tolong kemarin," ujar Melisa.
"Iya, Bu, ayo," Kevin memegang erat telapak tangan sang ibu, sambil menatap rumah Tabib Li.