Ellara, gadis 17 tahun yang ceria dan penuh impian, hidup dalam keluarga yang retak. Perselingkuhan ayahnya seperti bom yang meledakkan kehidupan mereka. Ibunya, yang selama ini menjadi pendamping setia, terkena gangguan mental karena pengkhianatan sang suami bertahun tahun dan memerlukan perawatan.
Ellara merasa kesepian, sakit, dan kehilangan arah. Dia berubah menjadi gadis nakal, mencari perhatian dengan cara-cara tidak konvensional: membolos sekolah, berdebat dengan guru, dan melakukan aksi protes juga suka keluyuran balap liar. Namun, di balik kesan bebasnya, dia menyembunyikan luka yang terus membara.
Dia kuat, dia tegar, dia tidak punya beban sama sekali. itu yang orang pikirkan tentangnya. Namun tidak ada yang tahu luka Ellara sedalam apa, karena gadis cantik itu sangat pandai menyembunyikan luka.
Akankah Ellara menemukan kekuatan untuk menghadapi kenyataan? Akankah dia menemukan jalan keluar dari kesakitan dan kehilangan?
follow ig: h_berkarya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluBerkarya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku tidak mengasihanimu~ Gavin
Semua yang terjadi di sana tidak luput dari tatapan mata elang Gavin. Pria tampan itu memegang dadanya, rasa sesak itu ikut menghantuinya.
Langkah kakinya mendekat, dia memposisikan tubuhnya duduk di samping Ellara. Tangannya mengambil sapu tangan di saku hoddienya, kemudian bergerak menghapus jejak air mata Ellara.
“ kamu tidak perlu menahan segalanya untuk terlihat tegar, kadang semua orang punya sisi lemahnya. Tidak apa menangis, itu tidak akan membuat harga dirimu jatuh! Kadang kala, kita butuh melampiaskan semuanya, dan kebanyakan hal manjur adalah melampiaskannya lewat tangisan. Kamu masih gadis kuat, kamu gadis hebat, menangislah sepuasnya jika itu akan membuatmu merasa lega, Ellara!” Ellara tersentak mendengar kalimat panjang yang terdengar begitu lembut masuk ke dalam gendang telinganya.
Cepat cepat gadis itu mengusap air matanya pelan, kemudian kembali menampilkan wajah sok tegar dan angkuh. Dia hendak berdiri dari sana untuk menghindari Gavin, tapi tangannya di cekal kuat oleh pria itu.
Greppp
Gavin menarik tubuh itu ke dalam pelukannya. Dia memeluknya erat, mengusap punggung gadis itu.
“Hikssss, hiksss” Awalnya Ellara tak berniat menangis di depan pria itu. Tapi justru air mata sialannya tidak tahan, tubuhnya juga demikian. Dia sesenggukan, tangannya memukul pelan dada bidang pria tampan itu.
“Kenapa? Kenapa kamu bisa berada di sini Gavin, brengsek!!” tangan Ellara tak berhenti, terus saja memukul Gavin.
“Dengar, aku akan selalu ada untukmu..” ujar pria itu masih dengan suaranya yang teramat lembut.
“Cih, aku tidak akan biarkan hal itu. Sekarang kamu pergi dari sini, pergi!!” mulutnya mengusir, tapi tubuhnya tidak bergerak, masih nyaman dalam pelukan pria itu.
“Aku tidak akan pergi, aku akan terus disini, bersamamu, Ella..” Gavin mengeratkan pelukannya. Memberi rasa tenang dan hangat pada gadis itu. Dia merapikan rambut kusut itu, mengelus pelan pipi Ellara yang masih terlihat memerah akibat tamparan mama Delina barusan.
“Jangan mengasihani ku Gavin..” Ellara bersuara pelan. Dia mendongak, menatap manik elang pria itu yang ternyata juga tengah menatapnya balik.
“Aku tidak sedang mengasihani mu, wanita kuat sepertimu tidak butuh di kasihani, kamu adalah yang paling hebat di antara semuanya” wajahnya sangat serius dengan kata kata itu.
“Sekarang, ikut aku!” pria itu melepaskan pelukannya. Mengandeng tangan Ellara untuk pergi menjauh dari depan ruangan mama Delina.
.
.
.
Jika Ellara di bawa kabur sama Gavin, Arkana sendiri terjebak di dalam ruangan yang sama dengan mama Delina.
“Kamu sudah kembali? Ini kamu sayang? Anak mama..” pergerakan Arkana tidak luas, dia harus bertahan disini sejak tadi. Mendengar ocehan wanita paruh baya itu, dia selalu menyebut Arkana sebagai putranya.
“Sus, tolong...” lirih Arkana yang rada takut dengan hal itu. Dia terus memalingkan wajahnya saat tangan mama Delina menyentuh rahangnya lembut.
“Kenapa kamu tidak mirip mama? Kenapa malah mirip pria itu, hahahahhhah” gelak tawa yang seperti itu berhasil membuat bulu kuduk Arkana berdiri. suasana atmosfer dalam ruangan itu berubah ubah. Kadang bikin merinding, kadang bikin sedih dan lainnya. Hal itu berhasil membuat tubuh Arkana bergetar, dia tidak sanggup berada di ruangan ini terus terusan.
“Suster tolongin...” dia kembali menoleh ke belakang, memperhatikan dua suster tadi yang masih berdiri mematung. Mereka tidak berani mendekat, takut nasib mereka akan sama seperti suster yang sebelumnya tadi.
“Sini sayang, mama mau mengenalkan kamu pada adek, sini!” dia menarik tangan Arkana, membawanya ke dekat ranjang.
“Ara...” gumannya pelan dengan tatapan sendu. Dia mengambil boneka itu, mengendongnya.
“Dia cantik kan? Dia itu adik kamu, sayang..” dia memperlihatkan boneka itu pada Arkana. Pria tersebut hanya mengangguk patuh, tanpa membuka suaranya.
“Harusnya kalian tumbuh bersama.. tapi, wanita itu___ hiksssss, WANITA GILA ITU!!!” dia kembali berteriak. Kali ini teriakannya lebih histeris dari sebelumnya. Dia menangis sambil memegang kepalanya. Entah ingatan seperti apa yang terus menghantuinya, yang jelas dia tidak akan baik baik saja jika sudah menyebut nama wanita itu.
“Kamu tahu, seberapa rindunya mama sama kamu, sejak saat itu mama selalu di kecam olehnya, dia tidak punya hati, hikssss...”
“Bu, Bu Delina istirahat ya..” melihat wajah tertekan Arkana, salah satu suster kini bersni mendekat. Melepaskan tangan wanita itu dari Arkana.
“Eh, eh.. kalian mau membawanya ke mana? Itu putra saya, tolong jangan membawanya lagi, tolong kembalikan....” Air matanya kembali luruh melihat Arkana yang berjalan menjauh.
“Sayang sini, mereka orang orang jahat, kamu sama mama,sini!!”
“Kamu tidak kangen sama mama? Kamu benci mama,hmmm?” Arkana menitikkan air matanya melihat itu. Benar benar sesuatu hal yang tidak bisa di tebak.
“JANGAN, JANGAN MEMBAWANYA PERGI! DIA PUTRA SAYA, TOLONG....” Arkana yang hendak keluar kini kembali menoleh.
“Sayang, kamu tidak akan meninggalkan mama untuk kedua kalinya kan? Sini, sama mama..”
“Bu, Bu Delina salah orang, dia bukan putra ibu” suster yang tadi mendekat kini buka suara.
“Dia putra saya!!!” bentaknya dengan suara tinggi. Dia menghempaskan tangan suster yang sudah mulai mengamankannya. Cepat cepat, suster itu menyuntikkan obat penenang, agar mama Delina diam dan menurut.
Melihat suasana cukup hening dan damai, perlahan mereka membawa tubuh wanita paruh baya itu, membaringkannya di atas ranjang.
Arkana keluar, matanya mencari keberadaan Ellara yang entah kemana.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Kenapa diam? Anda sudah menyadarinya? Ya sudah, aku ke kam—"
Koreksi sedikit ya.