Bagaimana jika orang yang kamu cintai meninggalkan dirimu untuk selamanya?
Lalu dicintai oleh seseorang yang juga mengharapkan dirinya selama bertahun-tahun.
Akhirnya dia bersedia dinikahi oleh pria bernama Fairuz yang dengan menemani dan menerima dirinya yang tak bisa melupakan almarhum suaminya.
Tapi, seseorang yang baru saja hadir dalam keluarga almarhum suaminya itu malah merusak segalanya.
Hanya karena Adrian begitu mirip dengan almarhum suaminya itu dia jadi bimbang.
Dan yang paling tak di duga, pria itu berusaha untuk membatalkan pernikahan Hana dengan segala macam cara.
"Maaf, pernikahan ini di batalkan saja."
Jangan lupa baca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Waktu pun berlalu sesuai dengan putaran jam, hari-hari Hana mulai berubah sedikit demi sedikit. Diawali dengan mobil baru yang ia beli, Hana menjadi sibuk mengajari Rosa untuk berkendara. Hingga tiba di saat hari Rosa di wisuda.
Gadis itu tampak cantik sekali dengan kebaya modern, dan di bungkus toga berwarna hitam. Dia tampak bahagia meraih gelarnya sebagai Ahli Madya Farmasi (A.Md. Farm.).
Tak sia-sia bekerja selama satu tahun di negeri Jiran, uangnya cukup untuk membiayai kuliahnya sendiri.
Meskipun Hana menawarkan untuk membantu, namun ia kukuh tak mau merepotkan sang kakak ipar yang pastinya diam-diam sudah banyak membantu keuangan rumah tangga ibunya.
Hubungan Hana dan ustadz pun berjalan baik, meskipun belum memberikan kepastian akan hubungan yang lebih serius, namun keduanya semakin dekat berkat dukungan kedua bapak ibu mertuanya.
"Jay, sini kita berfoto bersama." begitulah ajakan Bu Susi kepada Jay, yang sengaja diajaknya agar Hana tak terlalu lelah menyetir sendirian.
Jay pun berdiri di samping bapak yang tersenyum hangat menghadap kamera bersama anak dan menantunya.
"Hana, terimakasih kamu sudah mendampingi bapak, ibu dan juga Rosa. Bapak akan selalu mendoakan yang terbaik buat kamu. Rayan anak bapak, kamu pun anak bapak." begitulah ucapan bapak yang membuat Hana tersenyum haru.
"Terimakasih pula dah terima Hana yang bukan siapa-siapa ini." jawab Hana.
*
*
*
Sore hari itu, fairuz dan Yusuf, Mereka sedang menunggu seseorang yang akan membayar tanah milik orang tuanya. Sesuai janji, hari ini mereka akan melaksanakan transaksi jual beli.
"Semoga tidak ada hambatan. Aku sudah tidak sabar untuk memulai pembangunan asrama di pesantren milik abah. Kasihan anak-anak yang tidur di bilik kayu yang tak sepenuhnya bisa menghalau angin di malam hari." ujar ustadz Fairuz, ayahnya merupakan pemilik sebuah pesantren di kecamatan berbeda.
"Mengapa Mas Fairuz tidak tawarkan saja semuanya, siapa tahu dia bersedia membelinya." kata Yusuf.
"Sudah, pria itu bilang, dia akan mempertimbangkannya nanti." kata Fairuz.
Tak lama kemudian, sebuah mobil berwarna hitam memasuki halaman masjid tersebut.
Yusuf dan Fairuz berdiri menyambut kedatangan orang yang sudah mereka tunggu.
Hingga pintu terbuka, tampaklah sosok pria yang membawa berkas di tangannya. Pria itu menjabat tangan kedua ustadz muda itu.
"Ini lokasi tanahnya, tepat di depan masjid. Strategis dan luas." Fairuz pun menjelaskan hamparan tanah kosong di hadapan mereka.
"Untuk sementara, kami akan membayar sesuai kesepakatan terlebih dahulu. Mengenai tanah yang lainnya, kami akan pertimbangkan setelah klinik sudah berdiri." begitulah jawaban pria tersebut.
Jual belipun terlaksana tanpa hambatan. Hingga setelah Fairuz menanda tangani berkas yang di bawa pria di hadapannya. Seseorang kemudian keluar dari mobil yang sejak tadi berhenti.
Pria bertubuh tegap, rapi dan tampan. Ia mengusap kedua belah matanya lalu memakai kaca mata.
Dia berjalan mendekati Fairuz dan Yusuf sambil tersenyum lebar.
"Apakah sudah selesai?" tanya nya.
Seketika mata sang ustadz jadi tak berkedip dengan ekspresi sangat terkejut. Adrian membuka kacamatanya sambil tersenyum ramah. Dia mengulurkan tangan.
"Maaf, saya tertidur di dalam mobil tadi." ucapnya
Yusuf pun tak kalah terkejut melihat wajah yang sama seperti Rayan.
Yusuf segera menyenggol lengan sang kakak yang terpaku melihat wajah Adrian itu.
"Oh." Fairuz gugup, tapi segera mengendalikan diri dan menjabat tangan Adrian. "Saya Fairuz." Sang ustadz berusaha tersenyum.
Fairuz menilik penampilan pria di hadapannya, Dia memakai kemeja polos hitam, beserta jeans berwarna biru, tak senada tapi terlihat sempurna. Fairuz jadi tak percaya diri melihat pria tersebut.
Hatinya kacau memikirkan nanti, jikalau Hana melihat pria di hadapannya.
Yusuf pun berinisiatif menutupi kekhawatiran di wajah kakaknya. Ia bersikap ramah dan sedikit bercanda hingga pria tersebut berpamitan.
Suasana pun menjadi hening, meskipun uang sudah ada ditangannya, tapi tidak membuat ia bahagia seperti sebelum menjual tanah ayahnya.
"Andaikan aku tahu siapa yang membeli tanah ini sebelumnya. Aku memilih untuk tidak menjualnya sama sekali." ucap Fairuz.
"Jangan mengkhawatirkan apa yang belum terjadi. Biarkan Allah yang menentukan jalan jodohmu. Kalau dia terbaik untukmu, maka dia akan tetap milikmu." kata Yusuf.
"Lha, kalau bukan jodoh ku bagaimana Cup?" tanya Fairuz.
"Ya berdoa sama Allah, agar di jodohkan sama sampean Mas!" jawab Yusuf terkekeh.
"Sepertinya, aku harus segera membuat Hana menerimaku. Aku juga akan menemui Abah, memberikan uang ini sekalian menyampaikan niatku untuk segera menikahi Hana."
Yusuf mengangguk, mengacungkan jempol kepada Fairuz yang sudah tidak sabar.
Begitulah akhirnya Fairuz menemui Hana di rumahnya malam ini.
"Hana, ada tamu." kata Ibu, menghampiri Hana yang sedang duduk santai kamarnya bersama Rosa.
"Siape Bu?" tanya Hana heran.
"Ustadz Fairuz." bisik ibu, tersenyum senang, mengisyaratkan agar Hana segera menemuinya.
Di ruang tamu, tampak lah sosok Fairuz yang sedang duduk mengobrol dengan ayah mertuanya. Pria itu memakai pakaian santai, kaos lengan panjang dan jeans hitam, tampak rapi dan tampan. Kali ini pula tidak memakai kopiah, tapi memakai topi membuatnya semakin berbeda.
"Assalamualaikum, ustadz." pelan dan ragu ia merasa sungkan, terlebih lagi ada ayah mertuanya.
"Wa'alaikum salam Hana." dia tersenyum, berdiri. Ini kali pertama ia mendatangi rumah Hana.
"Ini dia anak bapak, silahkan mengobrol. Kebetulan bapak masih ada pekerjaan di dalam, mengikat bibit jagung." kata Bapak Rudy berpamitan kepada dua anak muda itu, memberi ruang untuk berbicara pribadi.
"Ade ape? Tiba-tiba ustadz datang menemui Hana." tanya Hana, duduk berhadapan dengan Fairuz.
"Jangan panggil ustadz begitu, kayak sedang pengajian aja." Fairuz tersenyum lebar, menampakkan gigi putih berbaris rapi.
Hana pun tersenyum, lalu mengangguk.
"Hana, besok aku akan pergi ke rumah Abah. Ada keperluan mendadak yang harus segera di sampaikan. Dan...." Fairuz menjeda ucapannya.
"Ape?" tanya Hana pelan. Sedikit mengangkat alisnya.
"Aku akan menyampaikan kepada orangtuaku. Aku sudah memiliki calon istri. Yaitu kamu." ucapnya menatap Hana, sedangkan wanita cantik itu terperangah sejenak.
"A... Apekah tidak terlalu cepat?" tanya Hana.
"Aku malah ingin kita menikah secepatnya. Agar menatapmu seperti ini menjadi pahala yang membawa kita ke surga." ucapnya dengan senyum manis menghias di bibirnya.
Hana pun tersipu, malu sekali mendapat kata-kata godaan dari sang ustadz ganteng. Selama ini dia terlalu serius, sekarang seperti tak perlu demikian, nyatanya ustadz muda itu juga pandai bercanda.
"Hana tak keberatan kan?" tanya Fairuz pelan.
Sejenak ia menarik nafas, lalu menghembuskannya perlahan. Keraguan kembali merambat di hatinya, bingung jawaban seperti apa yang harus ia berikan.
"Tidak perlu di jawab. Diam mu sudah ku anggap iya." ucap Fairuz lagi, tentu membuat Hana tercengang lagi.
Namun senyum pria itu terlalu manis hingga ia tak mampu protes. Hana jadi salah tingkah, mengusap tengkuknya sendiri tak berani menatap wajah Fairuz yang semakin berani menggodanya.
💞💞💞💞
#quoteoftheday..