NovelToon NovelToon
Ark Of Destiny

Ark Of Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Mengubah Takdir / Cinta Murni / Romansa
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Antromorphis

"Maka Jika Para Kekasih Sejati Telah Melewatinya, Cinta Tegak Berdiri sebagai Sebuah Hukum Pasti Dalam Takdir."


Sebuah novel yang mengisahkan perjalanan epik seorang pemuda dalam mengarungi samudera kehidupan, menghadirkan Hamzah sebagai tokoh utama yang akan membawa pembaca menyelami kedalaman emosional. Dengan pendalaman karakter yang cermat, alur cerita yang memikat, serta narasi yang kuat, karya ini menjanjikan pengalaman baru yang penuh makna. Rangkaian plot yang disusun bak puzzle, saling terkait dalam satu narasi, menjadikan cerita ini tak hanya menarik, tetapi juga menggugah pemikiran. Melalui setiap liku yang dilalui Hamzah, pembaca diajak untuk memahami arti sejati dari perjuangan dan harapan dalam hidup.


"Ini bukan hanya novel cinta yang menggetarkan, Ini juga sebuah novel pembangun jiwa yang akan membawa pembaca memahami apa arti cinta dan takdir yang sesungguhnya!"

More about me:
Instagram: antromorphis
Tiktok:antromorphis

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Antromorphis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Relasi Baru

Elizabeth menghentikan langkahnya, merasakan ketegangan di udara. Ia menoleh, memandang Hamzah yang duduk di atas kasur dengan ekspresi cemas. “Iya, Zah?” tanyanya lembut, berusaha mencairkan suasana yang terasa kaku.

Hamzah mengalihkan pandangannya, menggigit bibirnya sejenak sebelum menjawab, “Mmm... aku mau tanya sesuatu,” suaranya terdengar grogi, seolah pertanyaan yang akan dilontarkannya adalah sebuah rahasia besar.

Elizabeth melangkah lebih dekat, duduk di tepi kasur. “Tanya apa, Zah?” dorongnya dengan nada penuh perhatian.

“Apakah kamu tahu, harga sewa kamar ini?” tanya Hamzah, matanya menatap lantai seolah mencari jawaban di sana.

“Mmm, berapa ya?” Elizabeth berfikir sejenak, mengingat-ingat informasi yang mungkin pernah ia dengar. “Kalau tidak salah—” ucapnya, namun kalimatnya terpotong oleh suara Robi yang tiba-tiba muncul di ambang pintu.

“Ehh, ada apa nihh?” tanya Robi, menatap keduanya dengan curiga. “Lagi pada ngapain? Kok berduaan di kamar?” lanjutnya sambil menyelidik.

Hamzah langsung mengangkat tangan, “Kamu jangan berfikir yang tidak-tidak ya!” tegasnya, berusaha mempertahankan suasana tenang.

“Elizabeth kesini karena dia ingin memberikan makanan kepada ku,” Hamzah melanjutkan sambil menunjukkan bungkusan dari Elizabeth yang tergeletak di sampingnya.

“Aku tidak ada niatan apa-apa, Rob. Aku cuma ingin memberikan Roast Meat kepada Hamzah,” timpal Elizabeth dengan nada membela diri.

“Yaaudah terserah kalian. Aku mau pergi dulu,” Robi mengangkat bahu dan bersiap untuk pergi.

“Mau kemana kamu?” tanya Hamzah penasaran.

“Mau cari makan dulu. Laper banget,” jawab Robi sambil melangkah mundur.

“Yasudah sini, makan sama aku,” ajak Hamzah dengan harapan bisa menghabiskan waktu bersama sahabatnya.

“Sudah Zah, aku mau cari sendiri saja. Sekalian jalan-jalan,” Robi menolak dengan sopan.

“Yasudah, hati-hati Rob,” lanjut Hamzah sebelum Robi melanjutkan langkahnya keluar dari kamar.

Suasana kembali hening. Elizabeth memecah keheningan yang canggung. “Sampai dimana kita?” tanyanya mencoba mencairkan suasana yang mulai terasa berat.

“Oh iya, harga sewa kamar ya Zah,” Hamzah mengingatkan sambil mengangguk pelan.

“Iya,” jawab Hamzah pendek, tampak masih terbenam dalam pikirannya sendiri.

“Kamu kenapa, Zah? Apa gara-gara ucapan Robi tadi?” Elizabeth menatap Hamzah dengan penuh perhatian, mencoba membaca ekspresi wajahnya yang sulit dipahami.

“Hehehe, enggak kok,” sahut Hamzah seraya tersenyum tipis, meskipun senyumnya tidak sepenuhnya meyakinkan.

“Mmm, kalau masalah harga aku kurang tahu Zah. Yang jelas disini bayar sewanya per bulan,” lanjut Elizabeth mencoba memberikan informasi yang bisa membantu.

“Per bulan ya? Syukurlah kalau begitu. Semoga saja tidak terlalu mahal,” balas Hamzah dengan nada lega meski masih ada keraguan di benaknya.

“Iya Zah. Kalau begitu aku pamit dulu ya. Selamat makan Zah,” ucap Elizabeth mengakhiri obrolan dengan senyuman hangat.

“Iya Elizabeth. Mmm... sebelumnya aku minta maaf ya atas perlakuan Robi barusan,” timpal Hamzah dengan nada menyesal.

Elizabeth tersenyum lembut. “Sudah tidak apa-apa, jangan dipikirkan.”

“Aku pulang dulu ya,” sambung Elizabeth berdiri dan bersiap untuk pergi.

“Iya, hati-hati ya Elizabeth,” jawab Hamzah sambil melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan sementara.

Saat Elizabeth melangkah keluar dari kamar itu, sebuah perasaan tak terduga menggelayuti hati Hamzah—sebuah harapan bahwa obrolan mereka bukan hanya sekadar percakapan biasa.

Elizabeth melangkah keluar dari kamar, meninggalkan Hamzah yang masih tertegun di tempatnya. Suara pintu yang tertutup memberikan kesan seolah dunia di luar sana menanti untuk dijelajahi. Hamzah, dengan matanya yang berbinar penuh harap, menatap bungkusan makanan yang baru saja diberikan Elizabeth. "Alhamdulillah, dapat rezeki nomplok," gumamnya, sambil melirik bungkusan tersebut dengan rasa syukur yang mendalam.

Sebelum menyantap hidangan yang menggugah selera itu, Hamzah beranjak menuju pintu untuk menutupnya. Ia ingin memastikan privasi dan ketenangan saat menikmati makanan yang telah ditunggu-tunggu. Dengan langkah mantap, ia menutup pintu dan kembali ke kasur, di mana bungkusan makanan tergeletak.

Dengan penuh rasa ingin tahu, Hamzah mengambil bungkusan itu dan membawanya ke meja. Ketidak sabaran mulai menggelora dalam dirinya; aroma lezat yang tercium membuat perutnya berkeroncong. "Hhmmm, aromanya nikmat sekali," ucapnya seraya menghirup dalam-dalam aroma menggoda dari makanan tersebut.

Ia membuka bungkusnya perlahan-lahan, dan pemandangan yang menyambutnya sungguh menggugah selera: irisan daging sapi panggang yang sempurna, dikelilingi oleh sayuran segar—wortel, kentang, paprika, dan selada. Semua itu tampak begitu menggoda, seakan memanggilnya untuk segera menyantapnya.

Namun sebelum melahap hidangannya, Hamzah menundukkan kepala sejenak untuk berdoa. Dalam keheningan itu, ia merasakan kedamaian dan rasa syukur atas nikmat yang diberikan. "MasyaAllah... lezat sekali makanan ini," serunya setelah suapan pertama. "Jadi makanan favorit nih."

Beberapa saat kemudian, Hamzah telah selesai menikmati hidangannya. "Alhamdulillah," ucapnya dengan senyum puas menghiasi wajahnya. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan menuju tempat charger ponselnya. Ketika ponselnya menyala, layar menunjukkan banyak notifikasi yang masuk.

Dengan cepat ia mulai membalas pesan satu per satu—chat dari Aan, grup kelasnya, dan beberapa nomor tak dikenal. "Ini pasti dari mereka bertiga," gumam Hamzah sambil tersenyum kecil.

Setelah menyimpan nomor-nomor tersebut, ia kembali melihat beranda chat-nya. Namun hatinya sedikit kecewa ketika tidak menemukan pesan dari Ririn. "Kenapa Ririn tidak memnerikan pesan kepada ku? Paling dia lagi sibuk," ucap Hamzah dalam hati. Ia memutuskan untuk mengambil inisiatif dan mengirim pesan terlebih dahulu.

"Assalamu’alaikum dik. Bagaimana kabarnya?" tulis Hamzah dengan harapan bisa mendengar kabar baik darinya. Ia melanjutkan dengan penuh perhatian, "Semoga baik-baik saja ya, aamiin. Oh iya, ini... Alhamdulillah mas sudah dapat tempat tinggal di sini. Adik baik-baik ya di sana, mas pasti juga akan menjaga diri baik-baik di sini." Dalam setiap kata-katanya tersimpan rasa kasih sayang yang mendalam.

Hamzah menambahkan pesan terakhir dengan lembut: "Adik jangan lupa makan ya, istirahat yang cukup. Mas mencintaimu." Setelah mengirim pesan itu, ia meletakkan ponselnya di atas kasur dan merasakan kelegaan.

Ia kemudian berjalan ke kamar mandi. "Lebih baik aku mandi dulu, badan lengket semua," ucapnya sambil menghela napas panjang. Dalam benaknya terbayang momen-momen indah bersama Elizabeth dan harapan untuk segera bertemu Ririn lagi. Dengan langkah mantap menuju kamar mandi, Hamzah merasa bahwa hari ini adalah awal dari banyak hal baik yang akan datang dalam hidupnya.

...****************...

Suasana di dalam apartemen itu begitu ramai, suara-suara dari tetangga saling bersahutan, menciptakan melodi kehidupan yang hangat. Hamzah, seorang pemuda yang baru saja menempati Flat House itu, mengamati sekelilingnya dengan rasa ingin tahu yang menggebu. “Ramai sekali ya,” ucapnya pelan, seakan berbicara pada dirinya sendiri.

Dengan semangat yang menggelora, Hamzah melanjutkan, “Mandi sudah, sholat sudah, makan juga sudah. Mmm... lebih baik aku keluar kamar, aku ingin mengenal lebih dekat dengan semua penghuni rumah ini.” Dengan tekad bulat, ia mempersiapkan diri untuk turun ke bawah. Setelah memastikan penampilannya rapi, ia mengunci pintu kamarnya dengan suara “klik” yang menandakan bahwa petualangan baru akan dimulai.

Begitu melangkah keluar kamar, suara-suara dari orang-orang di luar semakin jelas terdengar. Hamzah merasakan getaran kehidupan yang penuh energi. Ia menuruni tangga dengan langkah mantap. Di ruang resepsionis, hanya ada seorang pegawai yang duduk di belakang meja. Hamzah menyapanya dengan lembut, “Selamat malam,” sambil memberikan senyuman tulus.

“Selamat malam juga,” sahut petugas itu dengan senyum ramah. Pertukaran sapaan sederhana itu terasa hangat dan akrab.

Hamzah kemudian melihat ke arah jendela. Di luar sana, sebuah halaman kecil terlihat menawan, dikelilingi tanaman hijau subur. Di tengah halaman terdapat kursi melingkar dan meja bundar. Empat orang duduk di sana, tampak asyik bercengkerama. Rasa penasaran Hamzah semakin membara.

Dengan langkah pasti, ia mendekati mereka. Saat ia semakin dekat, salah satu dari mereka melambaikan tangan dan memanggilnya. “Hai, sini ikut bergabung!” ucap salah satu dari mereka dengan semangat.

Sontak tiga orang lainnya melirik ke arah Hamzah. Merasa disambut hangat, Hamzah membalas dengan senyuman lebar. “Hai,” jawabnya seraya melambaikan tangan kembali. “Bolehkan saya bergabung?” tanyanya sopan saat sudah berada di dekat mereka.

“Tentu saja boleh,” jawab mereka serentak, membuat Hamzah merasa diterima dengan baik.

Salah seorang dari mereka segera memberikan tempat duduk untuk Hamzah. Begitu duduk, suasana obrolan sore itu mulai menghangat. “Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih karena sudah diizinkan untuk bergabung,” ucap Hamzah ramah.

“Tidak perlu sungkan bro,” jawab salah satu dari mereka sambil tersenyum lebar.

Hamzah merasa nyaman dan tersenyum kembali. “Perkenalkan, namaku Hamzah,” lanjutnya sambil berjabat tangan dengan masing-masing orang di sekitarnya.

“Halo Hamzah, perkenalkan namaku Rebecca,” ucap seorang wanita dengan senyum manis.

“Hai bro, perkenalkan namaku Al,” timpal pria di sebelah Rebecca.

“Nama panggilan?” tanya Hamzah kepada Al.

“Iya, nama panggilan,” jawab Al sambil tertawa kecil.

“Kalau untuk nama panjang?” tanya Hamzah penasaran.

“Nama panggilan Al... nama panjangnya Al love youuuu,” ucap Al dengan nada menggoda yang membuat semua orang tertawa riang.

“Hahaha, bisa saja kamu!” sahut Hamzah sambil masih tertawa terbahak-bahak.

“Hahaha... Tidak, just kidding,” lanjut Al sambil mengedipkan mata.

“Namaku Alice, biasa dipanggil Al,” kata wanita lain di antara mereka.

“Wah, sama dengan pemilik apartemen ini ya,” sahut Hamzah penuh rasa ingin tahu.

“Iya,” timpal Al tersenyum lebar.

“Lalu, kamu?” tanya Hamzah menujuk pria di samping Al.

“Halo Hamzah, namaku Azzam,” jawab pria itu dengan nada ramah.

“Kamu berasal dari Timur Tengah?” timpal Hamzah lagi.

“Iya, kamu benar Zah,” jawab Azzam dengan bangga akan asal-usulnya.

“Kalau kamu?” sambung Hamzah kepada wanita yang duduk di seberang Azzam.

“Hai Hamzah, perkenalkan namaku Lisa. Aku juga sama seperti mu, aku dari Indonesia,” jawab Lisa dengan ceria.

“Lhoh, bagaimana kamu tahu aku berasal dari Indonesia?” tanya Hamzah penasaran sekali lagi.

“Tentu saja tahu! Aku selalu update jika ada penghuni baru di apartemen ini. Dan juga dari tampilan serta gaya bicaramu menunjukkan orang Indonesia asli,” lanjut Lisa sambil tersenyum lebar.

“Hehehe, begitu ya. Padahal aku sendiri mengira jika kamu bukan dari Indonesia,” timpal Hamzah sambil menggaruk kepala yang tidak gatal.

“Oh iya, kalau Rebecca? Kamu berasal darimana?” tanya Hamzah seraya menatap Rebecca penuh rasa ingin tahu.

“Oh, kalau aku asli orang Inggris Zah,” jawab Rebecca manis dan percaya diri.

“Dan kalau kamu Al?” tanya Hamzah menatap Al lagi dengan rasa ingin tahu yang mendalam.

“Coba tebak! Aku berasal darimana?” tantang Al dengan nada menggoda.

“Mmm....” gumam Hamzah berpikir keras sebelum menjawab. “Kamu pasti orang Amerika.”

“Waah! Kok tahu sih?” tanya Al terkejut namun senang mendengarnya.

“Tentu saja! Hehehe.” Jawab Hamzah.

“Tunggu sebentar ya,” ucap Lisa tiba-tiba membuat semua orang menoleh padanya.

“Tunggu apa Lis?” tanya Hamzah penasaran sekali lagi seperti anak kecil yang menunggu kejutan.

“Sebentar lagi ada kopi! Kamu suka kopi kan?” tanya Lisa kepada Hamzah dengan antusiasme yang jelas terlihat di wajahnya.

“Wah alhamdulillah! Kebetulan sekali aku ingin minum kopi!” jawab Hamzah senang seolah menemukan teman baru dalam secangkir kopi nanti.

“Nanti kamu juga tahu siapa yang datang,” jawab Lisa tenang namun misterius.

Obrolan malam itu berlanjut dalam suasana hangat dan penuh canda tawa. Di tengah keramaian itu, hubungan baru mulai terjalin—sebuah awal dari kisah persahabatan yang tak terduga di dalam apartemen ini.

1
Hana Inumaki
anjayy plot twist banget. kirain mbah dul cuma mbah² biasa, eh malah sultan dianya zzzz
Hana Inumaki
sabar ya om robi. nanti mabar sm aku 🤣🤣
Hana Inumaki
keren sajaknya. mungkin klo dibuatin lagu bakalan lebih indah wkwk
Antromorphis: Makasih banyak yha
total 1 replies
Hana Inumaki
alurnya sangat bagus. tapi masih ada beberapa kata yang kurang sesuai dengan PUEBI. kalo ada waktu di revisi ya kk
Hana Inumaki: udah sih beberapa. btw maaf aku bukan editormu jir
Antromorphis: Engga di benerin sekalian? Btw makasih ya untuk koreksinya🤩
total 2 replies
Antromorphis
Hamzah gugup itu, salting brutal🤣
Hana Inumaki
bukannya segera masuk malah curi² pandang. gimana sii Hamzah?😭
Hana Inumaki
keren banget penyusunan katanya. penulis senior emang gaada obat 👏👏
xloveycious
Tata bahasanya bagus banget.. mantep kak
eterfall studio
keburu telatt
eterfall studio
menarik
Perla_Rose384
Aku tahu pasti thor punya banyak ide kreatif lagi!
Antromorphis: Hehehe, stay tune yha kk, masih banyak misteri di depan sana yang harus kakak pecahkan🙌🏼
total 1 replies
yongobongo11:11
Ga nyangka bisa terkena hook dari karya ini. Jempol atas buat author!
Antromorphis: Hehehe, terimakasih banyak kk, nantikan Bab selanjutnya yha, masih banyak misteri yang harus kakak pecahkan🙌🏼
total 1 replies
Heulwen
Ngerti banget, bro!
Hana Inumaki: maaf mungkin cuman aku. tapi paragrafnya ada yang kepanjangan. jadi agak pusing mataku.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!