The Secret Behind Love

Pagi itu, Karuna dan Ethan meninggalkan rumah yang telah menjadi saksi perjalanan hidup mereka—rumah yang dulu penuh tawa dan harapan, kini hanya meninggalkan kenangan pahit. Karuna berdiri di depan pintu, menatap ke dalam rumah yang begitu lama mereka huni, seolah tidak percaya bahwa inilah saatnya untuk pergi. Dengan langkah yang mantap, ia menutup pintu itu untuk selamanya, meninggalkan segala yang berkaitan dengan Damian di belakang.

Ethan berjalan di sampingnya, tangannya kecil menggenggam erat jemari ibunya. Di wajahnya masih ada kebingungan, pertanyaan yang tak terucapkan. “Mama, kita mau ke mana?” tanya Ethan dengan suara kecil yang terdengar begitu tulus. Meskipun ia belum sepenuhnya mengerti apa yang terjadi, perasaan asing itu sudah mulai menyusup dalam dirinya. Semua terasa berbeda tanpa kehadiran ayahnya di rumah.

Karuna menunduk, mencoba memberi senyuman terbaiknya meski hatinya terasa berat. “Kita akan tinggal di tempat yang lebih baik, sayang. Tempat yang penuh dengan kebahagiaan dan ketenangan. Tempat yang akan membuat kita merasa lebih baik.”

Mata Ethan berbinar sedikit, meskipun masih ada rasa khawatir yang tersisa. Ia masih tak mengerti mengapa semua harus berubah begitu mendalam. Karuna tahu, ia harus menjadi pelindung bagi anaknya, memberi rasa aman dan nyaman meski dalam dirinya sendiri ada kekosongan yang sangat dalam.

Mereka berjalan keluar dari rumah dengan langkah yang lebih ringan, tetapi bukan karena tidak ada beban. Hanya saja, setiap langkah yang diambil Karuna adalah langkah menuju kebebasan—meskipun kebebasan itu terasa pahit dan penuh luka.

Di luar rumah, Karuna berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam, seolah mencoba untuk melepaskan segala rasa sesak yang mengikat dadanya. Di depannya, jalanan yang biasa ia lewati kini terasa begitu berbeda. Setiap sudut jalan yang dulu familiar kini terlihat asing, seperti dunia baru yang harus ia jelajahi.

Mereka menuju mobil yang sudah diparkir di depan rumah, dan Karuna membuka pintu dengan hati-hati, membantu Ethan duduk di kursi belakang. Ia duduk di depan, menghidupkan mesin mobil, dan memulai perjalanan menuju tempat yang belum ia tentukan. Tempat yang akan menjadi rumah baru mereka, tempat yang akan mereka bangun dari awal.

Perjalanan itu terasa panjang meski jaraknya tidak jauh. Karuna melaju tanpa tujuan yang jelas, hanya mengikuti jalanan yang terbentang di depannya. Sesekali, ia melirik ke kaca spion, melihat wajah Ethan yang tampak semakin lelah, matanya setengah terpejam. Karuna merasa sesak di dadanya. Ia tahu, anaknya masih merasa kebingungan, merasa kehilangan sesuatu yang sangat berharga—sesuatu yang tak bisa ia berikan lagi. Ia tahu, untuk anaknya, ini adalah sebuah perubahan yang besar, dan Karuna bertekad untuk membuat semuanya menjadi lebih baik.

Setelah beberapa saat, Karuna berhenti di sebuah taman yang cukup sepi, tempat yang sering mereka kunjungi untuk berjalan-jalan. Ia memarkirkan mobil dan mematikan mesin. Begitu pintu mobil terbuka, angin segar menyambut mereka. Ethan melompat keluar dengan riang, seakan taman itu adalah tempat yang aman untuknya, tempat di mana ia bisa melupakan kebingungannya untuk sementara waktu.

Karuna menghela napas panjang, menatap langit biru yang terbentang luas di atas mereka. Ia tahu, perjalanan mereka baru saja dimulai. Ini bukanlah akhir, melainkan awal dari babak baru yang penuh ketidakpastian. Namun, ia juga tahu satu hal—meskipun hidupnya telah berubah begitu drastis, ia masih punya Ethan, dan itu cukup untuk memberinya kekuatan.

Ethan berjalan ke arah ayah pohon besar yang ada di tengah taman, lalu memandang ke atas, seolah mencoba mencari sesuatu yang menarik perhatiannya. Karuna tersenyum tipis, lalu mengikuti langkah Ethan.

“Ethan,” panggil Karuna, dengan suara lembut.

Ethan menoleh dan tersenyum, namun senyum itu tidak sepenuhnya menghapus kesedihan di matanya. “Mama, kenapa kita harus pergi dari rumah? Kenapa papa nggak ada lagi? papa kemana ma?”

Karuna duduk di bangku taman, menarik Ethan untuk duduk di sebelahnya. Ia memandang anaknya dengan lembut, berusaha mencari kata-kata yang tepat. “Sayang, kadang hidup itu penuh dengan perubahan. Ada kalanya kita harus meninggalkan tempat lama untuk memulai yang baru, agar kita bisa lebih bahagia.”

Ethan hanya mengangguk, meskipun matanya masih menunjukkan rasa bingung. “Tapi kenapa kita nggak bisa bahagia lagi, Mama?”

Pertanyaan itu membuat hati Karuna serasa terhimpit. Betapa ia ingin mengungkapkan semuanya kepada Ethan—tentang Damian, tentang perpisahan, tentang semua luka yang ia rasakan. Namun, ia tahu bahwa tidak ada kata-kata yang cukup untuk menjelaskan kepada anak sekecil Ethan.

“Mama dan papa sudah berbeda, Ethan,” jawab Karuna dengan suara pelan. “Tapi Mama janji, kita akan selalu bersama. Dan Mama akan berusaha agar kamu selalu bahagia, apapun yang terjadi.”

Ethan memandang ibunya dengan mata besar yang penuh harapan, seolah mencari kepastian dalam kata-kata itu. “Kita akan selalu bersama, kan, Mama?”

Karuna memeluk anaknya erat-erat, merasakan kehangatan tubuhnya yang kecil. “Selalu, sayang. Kita akan selalu bersama, apapun yang terjadi.”

Mereka duduk dalam diam, meresapi ketenangan taman itu. Karuna berusaha menenangkan pikirannya, berusaha meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Perjalanan mereka ke depan mungkin akan penuh tantangan, namun ia yakin bahwa bersama Ethan, ia bisa melewati semua itu.

Setelah beberapa waktu, Karuna mengajak Ethan kembali ke mobil. Ia merasa bahwa taman ini sudah cukup memberi mereka sedikit ketenangan. “Yuk, kita pulang ke rumah baru kita,” ujarnya dengan senyum yang lebih tulus. Meskipun hati masih teriris, ia tahu bahwa inilah saatnya untuk memulai kembali.

Mobil mereka melaju lagi, kali ini menuju sebuah rumah sederhana yang sudah disiapkan oleh Karuna. Sebuah tempat yang meskipun sederhana, akan menjadi rumah baru mereka. Rumah yang tidak ada lagi tempat untuk kebohongan, tempat yang akan mereka bangun dengan segala kekuatan yang tersisa.

Setibanya di sana, Karuna membawa masuk barang-barang mereka dengan perlahan, menata setiap sudut dengan penuh cinta. Di setiap langkahnya, ada tekad yang tumbuh dalam dirinya—bahwa ia akan menjadikan tempat ini sebagai rumah yang penuh kasih, yang aman dan nyaman untuk Ethan.

Ethan berlari-lari kecil di dalam rumah itu, suara langkahnya riang, sementara Karuna melihat ke sekeliling, merasakan perasaan yang campur aduk—rasa takut, kebingungan, dan juga harapan.

Ini adalah babak baru dalam hidup mereka, sebuah perjalanan yang belum diketahui ujungnya. Tetapi Karuna tahu, selama mereka bersama, selama ia memiliki Ethan di sisinya, mereka akan selalu bisa melalui segala cobaan.

Di luar, langit sudah mulai gelap, namun bagi Karuna, hari itu adalah awal dari cahaya baru. Sebuah kehidupan yang akan mereka bangun bersama, jauh dari bayang-bayang masa lalu.