Lanjutan Cerita Harumi, harap membaca cerita tersebut, agar bisa nyambung dengan cerita berikut.
Mia tak menyangka, jika selama ini, sekertaris CEO yang terkenal dingin dan irit bicara, menaruh hati padanya.
Mia menerima cinta Jaka, sayangnya belum sampai satu bulan menjalani hubungan, Mia harus menghadapi kenyataan pahit.
Akankah keduanya bisa tetap bersama, dan hubungan mereka berakhir dengan bahagia?
Yuk baca ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengakuan Mantan
Taukan kenapa bisa Mia ketemunya sama Kanebo kering? Mereka sama-sama minim ekspresi. Tapi kalau udah ketemu yang seserver bakal rame banget.
Pernah dengar ujian menjelang pernikahan? Nah itu yang lagi dialami Mia.
Mia terpaksa menerima ajakan Aji di Sabtu pagi, setelah semalam Jaka mengabari tidak jadi datang karena ada perjalanan bisnis dadakan ke luar negeri, mendampingi Dimas. Pun Sandi yang pulang kampung halaman, Jumat sore usai pulang kerja.
Dari pada gabut di mess, lebih baik keluar jalan-jalan di kota ini. Toh Aji mengajaknya piknik di taman kota, tak masalah bukan.
Berhubung kekasihnya sedang sibuk dengan pekerjaan, dan tak mungkin menghubunginya. Outfit yang hari ini Mia kenakan adalah blus putih lengan pendek dan rok tutu yang panjangnya selutut. Mia mengurai rambutnya dan menghiasi dengan jepitan hadiah dari Rumi, bulan lalu. Serta flatshoes juga Sling bag hitam kenang-kenangan dari Anggita sebelum resign dari kantor.
Sekali lagi dia bercermin, entah mengapa rasanya ada yang aneh. "Kok kayak mau kencan, ya! Tapi kalau nih rok nggak dipake, sayang juga. Jauh-jauh gue bawa dari Cikarang, cuman nganggur di lemari. Bodo amat lah, pikirin entar aja." Tak lupa menyemprotkan parfum, pemberian istri dari Ringgo yang sempat liburan ke Paris dua bulan lalu.
Mia bersenandung sambil menuruni tangga mes dua lantai itu. Sudah hampir dua pekan dia berada di kota ini, tapi belum sempat mengunjungi taman kota. Hanya mall, hotel atau pedagang kaki lima.
Tepat saat dirinya menutup pagar mess, sebuah mobil sedan berhenti di depan mess. Pria tampan berpenampilan santai, keluar dari balik kemudi.
"Hai ..." Sapa Aji dengan senyuman secerah mentari pagi ini. "Wah ... Kamu cantik banget." pujinya.
Mendapatkan pujian dari mantan pacarnya, membuat wajah Mia bersemu merah. Astaga dia bagai anak remaja yang sedang kasmaran.
"Silahkan tuan putri ..." Aji bersikap layaknya pangeran yang membukakan pintu mobil untuk sang putri.
"Terima kasih." Mia bergumam, dia masuk dan duduk di samping kemudi.
Aji kembali ke sisi kemudi, namun saat hendak memasang sabuk pengamannya, dia mendapati gadis di sebelahnya sedang memainkan ponselnya. "Mi ..."
Merasa dipanggil, Mia menoleh. "Iyaa ..."
Aji terkekeh melihat ekspresi gadis itu. Kemudian dia mendekat, jarak keduanya hanya beberapa senti. Tubuh Mia mendadak kaku, dan jantungnya berdetak lebih kencang. "Kamu belum pasang seat belt." Aji mengingatkan, lalu kembali ke bangku kemudi. "Sebelum ke taman, aku mau jemput seseorang yang pengen banget aku kenalin ke kamu." Aji mulai mengemudikan mobilnya.
"Yaa ..." Mia menanggapinya biasa, bukan apa-apa, dia tengah meredam detak jantungnya agar kembali normal.
"Oh ya, aku cuma mau kasih info. Kalau aku buat bekal piknik sendiri loh!"
"Kamu udah pernah ngomong tempo hari."
Aji tersenyum di balik kemudinya. "Aku mau cerita, mungkin kamu anggap ini nggak penting. Tapi kalau boleh jujur, sebenarnya penyebab perceraian aku sama mantan ku, secara nggak langsung itu karena kamu."
Baru saja Mia berhasil meredam debaran di dada, tapi pria di balik kemudi malah mengatakan hal yang aneh. "Kalau kamu lupa, aku cuma ingatkan. Yang ninggalin aku gitu aja abis wisuda siapa? Nggak ada omongan apapun juga. Kok bisa-bisanya aku yang jadi penyebab perceraian kamu secara nggak langsung. Kita nggak ketemu ataupun berkomunikasi sejak saat itu."
"Aku minta maaf soal itu," Aji menghela napas. "Bapak aku sakit, Mi! Aku terpaksa pulang kampung, dan sialnya hape aku hilang di kereta. Lalu mengenai penyebab perceraian yang aku maksud adalah karena aku masih belum bisa move on dari kamu. Kamu tau kan bagaimana aku mencintaimu dulu." Aji menepikan mobilnya, dia menyandarkan dahinya ke kemudi. "Sebelum Bapak meninggal, bapak minta aku menikahi anak teman beliau. Aku terpaksa, Mi! Saat itu situasi ku serba salah, padahal aku udah niat banget kalau bapak sembuh, aku mau balik lagi ke Jakarta."
Aji menyadarkan punggungnya ke sandaran kursi dan menatap gadis di sebelahnya. "Aku bahkan nggak bisa menyentuh mantan ku, karena aku terus memikirkan kamu. Hingga suatu malam sekitar empat tahun lalu, saat aku pulang dalam keadaan mabuk. Aku melakukannya, dan dia hamil anak aku tanpa aku kehendaki."
Mendengar pengakuan mantan-nya seketika Mia mematung, dia bingung hendak menanggapi dan melakukan apa?
"Tadinya aku berniat akan mencari kamu bulan depan, kebetulan aku akan dipindahkan ke Pabrik di Bandung. Jadi di akhir pekan aku bisa datang ke Jakarta buat cari kamu." Mata Aji menerawang ke depan. "Aku pernah tanya ke teman-teman kampus, tapi nggak ada yang tau keberadaan kamu, rumah keluarga kamu sudah ditempati orang lain, dan kamu nggak ikut grup alumni kampus. Aku juga cari akun kamu di medsos, tapi nama Mia Andani itu bukan kamu."
Aji sudah hapal sekali dengan kelakuan mantannya yang hanya bisa diam tanpa ekspresi. Mia cenderung pasif, seolah tak membalas perasaannya. Dan baru dia sadari setelah mereka lost contact. Ada beberapa orang yang menunjukkan cinta dengan cara berbeda.
"Nggak usah dipikirin, Mi! Tegang amat, yang penting kita udah ketemu." Aji kembali melajukan mobilnya.
***
Mia tak percaya, mantannya itu mengajak ke rumah orang tuanya. Mia tau yang sedang berdiri di depan pagar rumah bercat hijau adalah ibu dari Aji, dulu saat mereka masih bersama. Mia acap kali melakukan panggilan video dengan perempuan paruh baya itu, ataupun ketika menengok ke kosan Aji di Jakarta.
"Mi, sini keluar dong. Salim dulu sama ibu ku." Aji membuka pintu mobil di sebelahnya.
Dengan amat sangat terpaksa, Mia menurut. Dia turun dari mobil dengan senyuman cukup canggung. Serta menyalami dan mencium punggung tangan Lastri.
"Ibu masih ingat Mia, kan?" Ujar Aji.
Tak disangka, Lastri justru memeluk Mia erat, dan menggumamkan kata 'maaf'. Lalu Mia hanya tersenyum kaku, menanggapinya.
"Dini, salim dulu sama Mbah uti." Aji meminta balita berkuncir dua itu, menyodorkan tangan pada neneknya.
"Hati-hati ya! Dini harus anteng." Lastri berpesan pada cucunya. "Nitip Dini, ya Mia!"
"Iyyaa ... Bu!" Mia mengangguk ragu, meski begitu dia tetap menggendong balita berumur tiga tahun itu, melangkah menuju mobil. Sementara Aji memasang baby chair di jok belakang.
***
Aji baru menghentikan mobilnya di parkiran sebuah taman yang letaknya di pusat kota. "Ayo turun." Aji keluar dari pintu kemudi terlebih dahulu.
Di taman itu banyak orang tua datang bersama anak-anaknya, untuk bermain di play ground, yang memang menjadi salah satu fasilitas di taman tersebut.
Mia mendorong stroller, sementara Aji membawa perlengkapan piknik mereka. Gambaran sebuah keluarga kecil bahagia.
Rasanya Mia ingin menertawakan diri sendiri, dia merasa terjebak dengan situasi yang mungkin akan membuat sebagian orang salah paham, dan sebagian orang lagi berharap.
Mia bukan tipe perempuan penyuka anak kecil, karena baginya anak kecil itu merepotkan dan usil. Padahal dulu asumsinya tidak seperti itu, tapi sejak Kusti melahirkan Gio, semuanya berubah. Gio adalah tipe anak usil, dan sering membuat Mia pusing tujuh keliling. Alhasil dia jadi sedikit menjaga jarak dengan anak kecil.
Tapi kali ini dia harus berhadapan dengan balita cantik berumur tiga tahun, yang bernama Andini. Mia agak merasa aneh dengan nama itu, namun malas bertanya.
Mia menjadi penonton bagaimana cekatannya Aji dalam mengasuh Dini, menjaga balita itu agar tak jatuh atau diganggu, saat berbaur dengan anak-anak di tepat bermain.
Selain tampan, Aji adalah sosok yang baik, sayang keluarga, pekerja keras. Karena sewaktu mereka masih kuliah, Aji mengambil pekerjaan paruh waktu, meskipun dia dari keluarga berada. Dan terakhir tentunya ayah yang baik. Benar-benar suami idaman.
Puas bermain di play ground, Aji mengajak Mia ke sisi taman yang lain di mana terdapat sebuah Amphitheater berbentuk melingkar. Yang biasa digunakan untuk beberapa acara, termasuk tempat bermain skateboard dan para pencinta sepeda BMX unjuk kebolehan.
"Kamu tau nggak Mi, aku sengaja kasih nama anak aku, seperti nama belakang kamu. Karena aku berharap putriku bisa seperti kamu, pintar, cantik, baik walaupun cuek banget. Tapi dari dulu hingga sekarang aku suka. Maka dari itu aku sengaja memberikan nama belakang kamu pada Dini. Nggak apa-apa, kan?"
"Itu hak kamu." Sahut Mia.
Dengan langkah kecilnya, Dini mondar-mandir kesana-kemari, sambil tertawa lebar. Terlihat lucu dan menggemaskan.
"Boleh aku tanya?" Mia penasaran dengan ini, Aji mengangguk sambil memakan roti lapis buatannya sendiri. "Kemana ibunya Dini?" tanyanya.
"Ada, besok mau nikah. Temani aku, ya!" Aji mengatakannya dengan santai seolah tak ada beban. Dan Mia hanya bisa menganga mendengar kabar itu.
othor jangan lama2 dunk update nya...
semangat ya thor... 💪
sblum nanti kamu d kejar scara ugal²an lg sm pak sekertaris/Grin/
kasiaaaan nasib ari,dia baik ke tmn² unge, tp jd kaya bahan bakar d hubungan mrk.yg sll mnjdikan pasangannya kebakaran jenggot tiap kali melihat mrka jalan sama ari./Facepalm//Facepalm//Facepalm/
tp cuma jg bodoh²in unge²an itu.toh buktinya hidup unge skrng lbh bahagia dpt suami yg lbh kaya dr ari lbh bs memuaskan d ranjang lagi/Facepalm//Facepalm/ (gitukan ya thor awal mulanya hubungan mrka? dr ranjang/Chuckle/)