dibaca aja ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggun juntak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dunia yang terlupakan
Makhluk itu, yang tampak nya setengah manusia dan setengah batu, mengamati Arka dan Maya dengan mata yang bersinar tajam. Suasana semakin mencekam seiring langkah-langkah berat nya yang menggema di tanah yang aneh ini. Arka merasakan getaran energi yang luar biasa, seolah setiap napasnya terhubung dengan dunia ini—dunia yang penuh dengan rahasia dan bahaya yang tak terbayang kan.
“Siapa kau?” Maya berta nya, suara nya bergetar namun berusaha tegar. “Apa yang kalian ingin kan dari kami?”
Makhluk itu tersenyum, tetapi senyum nya lebih menyeramkan daripada menenangkan. “Aku adalah penjaga dunia ini. Dunia yang terjaga oleh waktu yang terlupakan. Banyak yang datang mencari rahasia, hanya sedikit yang pulang dengan jawabannya.”
Arka menatap nya dengan serius. "Kami datang untuk menemukan kebenaran. Apa pun yang tersembunyi di dunia ini, kami ingin memahami nya."
Makhluk itu mengangguk pelan. "Kebenaran? Kebenaran tidak akan pernah mudah ditemukan. Dunia ini bukan tempat bagi mereka yang lemah hati. Kalian akan diuji, dan ujian itu bukan hanya fisik, tapi juga batin."
Maya menggenggam tangan Arka dengan erat. “Kita harus siap, Arka. Kita datang ke sini dengan tujuan, dan kita tidak bisa mundur.”
Arka menatap Maya, mata nya menunjuk kan tekad yang mulai terbangun kembali dalam dirinya. “Aku tidak akan mundur. Kita akan melewati ujian ini, apa pun yang terjadi.”
**Gerbang Pengujian**
Makhluk itu memberi isyarat dengan tangan nya, dan seketika sebuah jalan terbuka di depan mereka, diterangi oleh cahaya yang aneh dan bergerak seperti riak air. “Ini adalah Gerbang Pengujian,” kata makhluk itu dengan suara berat. “Hanya dengan melewati nya kalian akan bisa mengetahui kebenaran yang kalian cari. Tetapi hati-hati, pengujian ini bisa membuat kalian kehilangan diri kalian sendiri.”
Maya menatap jalan itu dengan penuh keraguan, sementara Arka melangkah maju. “Kita tidak punya pilihan. Kita harus melewati ini.”
Dengan keberanian yang mulai tumbuh, mereka memasuki gerbang itu bersama. Begitu mereka melangkah ke dalam, dunia di sekitar mereka seolah berubah menjadi kabut yang pekat. Mereka tidak bisa melihat apapun selain bayangan-bayangan samar yang melintas. Suara-suara yang tidak mereka kenal mulai terdengar—suara gemericik air, angin yang berdesir, bahkan bisikan yang datang entah dari mana.
"Tunggu," kata Arka. "Apa itu?"
Tiba-tiba, bayangan-bayangan itu mulai menyatu, membentuk sebuah sosok—seorang wanita tua dengan wajah yang sangat familiar. Itu adalah nenek tua yang mereka temui dalam perjalanan mereka sebelum nya, yang tampaknya tahu lebih banyak dari yang mereka kira.
“Nenek?” Maya terkejut, meskipun ada perasaan cemas yang mencekam. “Apa yang terjadi? Kenapa kau di sini?”
Wanita tua itu tersenyum, tetapi senyumannya terasa penuh misteri. “Aku di sini untuk menguji kalian. Kalian telah melalui banyak hal bersama, tetapi ini adalah ujian terbesar yang akan menentukan siapa kalian sebenar nya. Kalian harus memilih, dan pilihan itu akan menentukan takdir kalian.”
Arka menatap nya dengan bingung. “Pilihan apa? Apa yang harus kami pilih?”
Wanita itu mengangkat tangan, dan seketika sebuah cermin besar muncul di depan mereka. Cermin itu berkilau seperti permata, memantulkan cahaya yang mempesona, tetapi juga mengandung bayangan gelap yang samar.
“Ini adalah Cermin Takdir,” kata wanita itu. “Apa yang akan kalian lihat di sini bukan lah kenyataan yang kalian kenal. Ini adalah kemungkinan dari apa yang bisa terjadi jika kalian memilih jalan yang berbeda. Lihat lah dengan hati-hati, karena keputusan yang kalian buat akan mengubah segalanya.”
Arka dan Maya saling menatap, perasaan cemas mengisi dada mereka. Mereka tahu bahwa apa yang ada di depan mereka bukanlah sekadar cermin biasa. Itu adalah ujian yang harus mereka hadapi.
**Melihat Ke Masa Depan**
Maya melangkah maju dan menatap ke dalam cermin. Apa yang dia lihat membuatnya terkejut. Di dalam cermin, dia melihat dirinya sendiri, tetapi dalam versi yang berbeda—seorang wanita yang tampak lebih tua, dengan mata yang penuh kesedihan. Dia melihat dirinya sendirian, tanpa Arka di sampingnya, dan dunia di sekitar nya tampak hancur, penuh dengan reruntuhan dan kesedihan.
“Ini…” Maya bergumam, terkejut dengan apa yang dia lihat. “Ini… masa depanku?”
Wanita itu, yang masih berdiri di samping mereka, berkata dengan suara lembut, “Ini adalah salah satu kemungkinan, Maya. Jika kamu memilih untuk menyerah, jika kamu memilih jalan yang lebih mudah, ini adalah apa yang akan terjadi.”
Maya mundur, gemetar. “Aku tidak bisa… Aku tidak ingin seperti itu.”
Sekarang, giliran Arka yang mendekat, penuh rasa ingin tahu dan ketakutan. Ketika ia memandang ke dalam cermin, bayangan nya muncul—tetapi itu bukan bayangan yang ia kenal. Di dalam cermin, Arka melihat dirinya sebagai seorang pria yang berbeda, yang lebih tua dan penuh luka. Wajah nya tampak letih, seolah-olah telah melalui banyak pertempuran, dan di sekeliling nya, dunia tampak suram.
"Ini..." Arka terkejut, suara nya hampir hilang. “Apa ini?”
“Jika kamu memilih jalan yang salah,” suara wanita itu terdengar lagi, “ini adalah hasilnya. Kehilangan semua nya. Tidak ada yang akan tersisa.”
Arka menarik napas panjang, mata nya penuh dengan perasaan campur aduk—rasa takut, penyesalan, dan harapan yang masih membara.
**Keputusan Terbesar**
Wanita tua itu melangkah ke samping dan berkata, “Sekarang, kalian harus memilih. Pilih jalan yang akan membawa kalian menuju kebenaran, atau pilih jalan yang lebih mudah dan menyerah pada takdir yang telah ditentukan.”
Maya dan Arka berdiri diam, mata mereka saling bertemu. Mereka tahu bahwa keputusan ini bukan hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk dunia yang mereka tinggalkan di belakang.
“Tidak ada jalan kembali,” kata Arka, suaranya tegas. “Aku sudah memilih untuk terus berjalan bersama Maya. Kita akan menghadapi apa pun yang ada di depan kita.”
Maya mengangguk dengan percaya diri, meskipun hatinya masih berdebar. “Kita akan memilih jalan yang benar. Bersama.”
Dengan langkah pasti, mereka berdua melangkah maju, meninggalkan cermin itu dan memilih untuk melanjut kan perjalanan mereka, apapun yang menunggu mereka di dunia yang terlupa kan ini.
---
Tunggu kelanjutan selanjutnya…