Amora Kiyoko, seorang gadis yatim piatu yang lembut hati, menjalani hidup penuh cobaan. Ia tinggal bersama bibinya, Tessa, dan sepupunya, Keyla, yang memperlakukannya dengan kejam.
Di tempat lain, Arhan Saskara, CEO muda PT Saskara Group, tengah menghadapi masalah di perusahaannya. Sikapnya yang dingin dan tegas membuat semua orang segan, kecuali sahabatnya, Galang Frederick.
Hari itu, ia ada pertemuan penting di sebuah restoran, tempat di mana Amora baru saja bekerja sebagai pelayan.
Namun, saat hendak menyajikan kopi untuk Arhan, Amora tanpa sengaja menumpahkannya ke tangan pria itu. Arhan meringis menahan sakit, sementara Galang memarahi Amora, "Kau ini bisa kerja atau tidak?!"
Penasaran kelanjutan cerita nya, yuk ikuti terus kisahnya, beri dukungan dan votenya🙏🏻😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhy-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Up 29
Arhan duduk di sisi ranjang Amora, menggenggam tangannya. “Kenapa kamu datang ke kantor?”
“Aku hanya ingin mengantar makan siang untuk Kakak, tapi...” suara Amora melemah, matanya berkaca-kaca.
“Sudah, jangan bersedih,” kata Arhan, membelai kepala Amora.
“Kakak sudah makan? Sekarang sudah jam tiga...”
Arhan menggeleng pelan.
Amora menghela napas. “Ayo kita pulang, Kak. Di rumah masih ada makanan.”
“Kamu masih harus dirawat, Sayang.”
“Tapi Kakak harus makan.”
“Aku sudah pesan makanan untuk kita. Jangan khawatir.”
Amora terdiam sejenak sebelum bertanya, “Kak... apa kondisiku semakin memburuk?”
Arhan menatapnya lekat. “Kenapa kamu berpikir begitu?”
“Kalau iya, aku ingin Kakak kembali kepada Mbak Kinanti. Kakak berhak bahagia.”
“Amora, apa yang kamu bicarakan?” nada suara Arhan naik, matanya tajam.
Amora menunduk, suaranya bergetar. “Aku hanya ingin Kakak bahagia... Kalau aku pergi...”
Arhan langsung memeluk Amora erat, suaranya bergetar. “Jangan pernah berpikir seperti itu. Bahagiaku hanya ada bersamamu, Ara. Jangan membahas ini lagi.”
Amora terisak pelan. “Hiks... aku hanya ingin Kakak bahagia. Kenapa Kakak membentak ku?”
Arhan mengecup kepala Amora penuh penyesalan. “Maafkan aku. Aku tidak bermaksud seperti itu. Kamu tahu apa yang Vio bilang tadi?”
“Apa?” Amora mengusap air matanya.
“Vio bilang sel kanker kamu menurun. Semua yang kita lakukan selama ini membuahkan hasil.”
“Apa Kakak serius?”
“Tentu saja.”
“Apa aku bisa sembuh, Kak?”
“Ya, Sayang. Kita hanya perlu bersabar.”
Ketukan di pintu menginterupsi momen mereka.
“Masuk,” jawab Arhan.
Seorang kurir masuk dengan membawa makanan. “Tuan Saskara?”
“Ya, saya.” Arhan memberikan uang tips.
“Tuan, ini terlalu banyak.”
“Tidak apa-apa. Terima kasih.”
“Terima kasih, Tuan. Permisi.”
......................
Setahun berlalu sejak pernikahan Arhan dan Amora. Kondisi kesehatan Amora semakin membaik. Hari itu, Vio datang membawa kabar yang membuat suasana rumah mereka penuh kebahagiaan.
“Aku punya kabar baik untuk kalian,” kata Vio dengan wajah ceria.
“Kabar apa? Bicara yang jelas,” sahut Arhan tak sabar.
“Duh, tunggu dulu, jangan potong omongan orang!” protes Vio.
Amora tertawa kecil. “Kak, biarkan Vio bicara dulu.”
Vio menyerahkan sebuah amplop kepada Arhan. “Ini hasil lab Amora. Lihat sendiri.”
Arhan segera membaca dokumen itu, lalu mendongak dengan mata berkaca-kaca. “Ini... aku nggak bermimpi, kan, Vi?”
“Ini nyata, Arhan. Amora dinyatakan sembuh. Semua berkat kerja keras kalian berdua.”
Amora memeluk Vio dengan mata penuh air mata. “Terima kasih, Vio. Kamu yang paling berjasa merawat ku selama ini.”
“Eh, sudah jangan nangis. Nggak usah mellow gitu. Mending kita makan, aku lapar banget!” sahut Vio sambil tertawa kecil.
Arhan menggelengkan kepala. “Kebiasaan banget, selalu soal makan.”
“Biarin, wleee!” goda Vio.
Amora tersenyum hangat. “Ayo, Vi. Kebetulan aku tadi masak cukup banyak.”
Saat mereka makan, Vio memuji masakan Amora. “Hmm, enak banget, Kak. Masakan Kakak memang nggak ada lawannya.”
Arhan menyela. “Makanya, jangan sibuk sama alat-alat di lab. Sesekali luangkan waktu ke dapur.”
Vio mencibir. “Eh, Amora nggak keberatan kan ngajarin aku masak?”
Arhan mendelik. “Kenapa harus istri aku yang repot?”
“Pelit banget sih, Han!”
Amora tertawa kecil. “Kalian ini seperti anak kecil saja, ribut soal hal kecil.”
Vio berseru. “Suami kamu itu pelit banget, Kak!”
“Biarin!” sahut Arhan santai.
Amora menenangkan. “Sudah, Kak. Tenang saja, Vi. Kapan-kapan aku ajari kamu masak.”
“Serius?” tanya Vio bersemangat.
“Tentu saja.”
Arhan ingin membantah, tetapi Amora langsung memotong. “Aku sembuh juga berkat Vio. Jadi, biarkan saja.”
Vio tertawa puas. “Yes! Aku menang, wleee!”
Namun, tawa mereka terhenti ketika tiba-tiba Amora berlari ke wastafel, mual dan muntah.
“Hueekk... hueekk...”
mohon dukungan like dan vote nya 🙏🏻😁