Jejak Di Balik Kabut

Jejak Di Balik Kabut

pertemuan ditengah hutan

Arka menarik napas panjang sambil memandang peta tua yang lusuh di tangannya. Ia berdiri di tepi sebuah sungai kecil di tengah hutan yang lebat, diapit oleh pohon-pohon tinggi yang hampir menutupi sinar matahari. Di sebelahnya, Maya, sahabatnya sejak kecil, terlihat sibuk mengusir nyamuk dengan ranting.

“Jadi, kita benar-benar akan mengikuti peta ini?” tanya Maya dengan nada setengah ragu. Ia melirik peta itu seolah-olah benda itu akan memberinya jawaban langsung.

“Ya, tentu saja. Ini bukan sekadar peta,” jawab Arka, matanya berbinar. “Nenek bilang, ini peta menuju tempat yang dulunya hanya diketahui oleh sedikit orang. Kalau kita berhasil menemukannya, kita bisa menemukan sesuatu yang… luar biasa.”

Maya menghela napas, menatap Arka dengan tatapan skeptis. “Aku hanya berharap kita tidak malah tersesat dan menjadi cerita horor di desa.”

Arka tersenyum lebar. Ia tahu Maya selalu suka mengeluh, tapi ia juga tahu sahabatnya itu tak pernah benar-benar menolak petualangan.

Perjalanan mereka dimulai sejak pagi tadi, saat nenek tua yang tinggal di ujung desa memberi mereka peta itu. Nenek itu terkenal sebagai penjaga cerita-cerita kuno, yang sering dianggap mitos oleh orang-orang desa. Namun, saat Arka menyebut tentang rasa penasarannya akan "Tempat di Balik Kabut," nenek itu seolah menemukan alasan untuk berbagi rahasia.

“Arka,” suara nenek itu masih terngiang di telinganya. “Jejak di balik kabut itu bukan hanya tentang apa yang bisa kau lihat. Kau harus membuka mata dan hatimu untuk memahami apa yang sebenarnya dicari.”

Kalimat itu terus berputar di benaknya. Apa maksud nenek dengan "membuka hati"?

Langkah kaki mereka menyusuri hutan semakin berat. Suara burung dan desiran angin di daun menciptakan melodi hutan yang tak pernah berhenti. Setelah beberapa jam berjalan, mereka akhirnya tiba di sebuah bukit kecil. Dari atas bukit itu, Arka melihat sesuatu yang aneh: sebuah kabut tipis menggantung di lembah, meskipun matahari masih tinggi.

“Arka, lihat!” seru Maya sambil menunjuk ke lembah. “Itu kan… seperti di peta!”

Arka memperhatikan peta di tangannya dan membandingkannya dengan apa yang mereka lihat. Ya, kabut itu jelas adalah penanda yang dimaksud. Tapi anehnya, kabut itu terlihat terlalu… tebal untuk hari yang cerah seperti ini.

“Ayo turun,” kata Arka mantap.

“Tunggu, kau yakin?” tanya Maya dengan alis terangkat.

Arka mengangguk. “Kita tak sejauh ini hanya untuk mundur, Maya.”

Maya mendesah, lalu mengikuti Arka menuruni bukit menuju kabut itu. Langkah mereka terasa lebih berat, seperti ada sesuatu di udara yang menahan mereka. Saat mereka semakin dekat, mereka mendengar sesuatu—bunyi yang samar, seperti bisikan orang-orang.

“Apa kau mendengarnya?” bisik Maya.

Arka mengangguk, merasakan bulu kuduknya meremang. Ia memegang erat peta di tangannya, melangkah lebih hati-hati. Saat mereka masuk ke dalam kabut, semuanya berubah.

Kabut itu bukan hanya menyelimuti mereka, tapi juga membawa aroma aneh—campuran bunga, tanah basah, dan sesuatu yang sulit dijelaskan. Dan tiba-tiba, di depan mereka, berdiri sebuah rumah tua, yang tampak seperti sudah ratusan tahun tak tersentuh.

“Nenek tidak pernah bilang soal rumah ini,” bisik Maya.

Arka menatap rumah itu, dadanya berdebar. Ia merasa sesuatu sedang menunggu di dalam. Sesuatu yang tak hanya akan menjawab rasa penasarannya, tapi mungkin juga mengubah hidup mereka selamanya.

---

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!