"Semua tergantung pada bagaimana nona memilih untuk menjalani hidup. Setiap langkah memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang," ucapan itu terdengar menyulut hati Lily sampai ia tak kuasa menahan gejolak di dada dan berteriak tanpa aba-aba.
"Ini benar-benar sakit." Lily mengeram kesakitan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gledekzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch ~
Lily menarik napas panjang sebelum akhirnya memberanikan diri membuka pintu ruangan Zhen. Udara dingin langsung menyergapnya begitu pintu terbuka, seperti hawa yang keluar dari freezer.
Ruangan itu besar dengan dinding kaca yang memamerkan pemandangan kota dari kejauhan. Namun, ruangannya terasa sunyi, terlalu sunyi, seolah menyimpan tekanan yang tak terlihat.
Di tengah ruangan itu, Zhen duduk tegak di kursinya, dengan berkas-berkas rapi tertata di atas meja besar di hadapannya. Tatapan matanya fokus, terlihat begitu sibuk membaca dokumen.
Namun, begitu pintu berderit terbuka, pandangannya langsung terangkat. Tatapan dingin itu menembus Lily, membuat langkahnya terhenti di ambang pintu.
Hati Lily berdegup kencang. Rasanya seperti ada ribuan beban yang menghimpit dadanya. Ia bahkan merasa kesulitan hanya untuk menelan ludah.
Zhen menyandarkan punggungnya ke kursi, matanya masih terkunci pada Lily. "Apa kau berniat menjadi patung di dekat pintu itu?" tanyanya dengan nada datar, tetapi suaranya cukup untuk membuat nyali Lily menciut.
Lily tersentak, tubuhnya sedikit gemetar. "M-maaf, Tuan," ucapnya tergagap, buru-buru melangkah ke dalam. Tangannya mencengkeram nampan kopi dengan hati-hati, seperti memegang sesuatu yang rapuh dan mudah pecah.
Ia berjalan pelan menuju meja besar di mana Zhen duduk, memastikan tidak ada gerakan yang membuatnya terlihat ceroboh. Dengan sangat hati-hati, Lily meletakkan cangkir kopi di meja di dekat Zhen, memastikan posisinya sempurna.
Namun, saat ia hendak menarik tangannya kembali, jemarinya sedikit bergetar, dan cangkir itu bergeser sedikit. Detik itu juga Lily merasa seolah jantungnya berhenti berdetak.
Zhen menatap Lily dengan ekspresi tak terbaca, tetapi aura dingin yang terpancar dari Zhen membuat Lily semakin ketakutan. Ia menunduk dalam-dalam, tidak berani melihat pria itu lebih lama.
"S-silakan menikmati kopinya, Tuan," ucap Lily pelan, nyaris seperti bisikan. Ia segera berbalik, berniat melangkah keluar dari ruangan itu secepat mungkin. Tapi suara Zhen yang dingin menghentikan langkahnya.
"Siapa yang menyuruhmu pergi?" ucap Zhen, matanya masih tertuju pada Lily. Suaranya rendah, tetapi setiap katanya seperti mengandung ancaman tak kasat mata. "Bukankah urusan kita belum selesai?"
Kata-kata itu membuat tubuh Lily membeku di tempat. Rasanya seperti ada yang mencengkeram tengkuknya, membuatnya tak mampu bergerak. Kepanikan mulai menjalari pikirannya.
Lily menelan ludah dengan susah payah. Ia berusaha keras mencari alasan untuk keluar dari situasi itu, tetapi tidak ada satu pun yang terasa tepat. Dengan gugup, ia berbalik perlahan, menatap Zhen yang kini bersandar di kursinya dengan santai, tetapi sorot matanya begitu tajam.
Lily tidak berkata sepatah kata pun, hanya melangkah perlahan kembali menuju Zhen, berusaha menahan ketakutannya yang hampir terlihat jelas di wajahnya.
Setiap langkahnya terasa berat, seperti ada beban tak terkatakan yang semakin mencekik dadanya. Wajah Zhen yang dingin, tatapan tajamnya yang selalu mampu menembus jiwa, membuatnya hampir kehilangan keseimbangan.
Namun, saat ia mendekat, matanya tak sengaja tertumbuk pada sesuatu yang Zhen letakkan di atas meja. Selembar uang yang tampaknya sangat familiar.
Hati Lily seolah berhenti sejenak. Itu adalah uang yang ia tinggalkan malam itu, uang yang ia rasa tidak akan pernah diketahui oleh siapapun. Kini, Zhen dengan santai merapikan uang itu di atas meja seolah itu hanya barang biasa.
Lily merasa darahnya berdesir cepat, panas dan dingin bersamaan. Zhen mengangkat pandangannya dan berkata dengan suara tenang, "Bisakah kau menjelaskannya dengan masuk akal?"
Detik itu juga dunia Lily terasa terhenti. Ia berusaha menarik napas, berusaha menenangkan dirinya, tetapi suaranya seakan terjebak di tenggorokan.
Apakah Zhen sangat mengingat apa yang terjadi malam itu? Apakah pria itu akan balas dendam, dan menuntut sesuatu? Hati Lily berdetak kencang, namun ia tidak tahu bagaimana harus menjawab.
Namun, sebelum ia bisa berkata apa-apa, pintu ruangan terbuka. Kian, sekretaris Zhen, masuk dengan langkah cepat, membawa kabar terbaru. "Tuan, presider Wang Ze akan segera datang. Rapat perkenalan akan dimulai sebentar lagi," ucapnya dengan nada penuh hormat.
Zhen mengalihkan pandangannya ke Kian, kemudian kembali memandang Lily tanpa memberikan jawaban. Ia hanya mengucapkan satu kalimat datar, "Urusan kita belum berakhir. Untuk sekarang kembali bekerja."
Lily merasa tubuhnya seolah terlepas dari jeratan ketegangan yang menggenggamnya. Napasnya terasa lebih lega, meskipun rasa cemas itu masih menyelubungi dirinya.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia sedikit membungkuk, tanda hormat, dan segera berbalik menuju pintu. Pintu itu seolah membuka jalan baginya untuk melarikan diri dari situasi yang begitu mencekam.
Begitu melangkah keluar, ia menarik napas panjang, merasa lega walaupun hanya untuk sesaat. Tentu saja, masalah itu belum selesai. Tapi setidaknya untuk hari ini, ia berhasil menghindar.
Sebuah kesempatan untuk bernapas, untuk mencari jawaban yang tepat, agar posisinya tetap aman di perusahaan ini.
Lily tahu, ia berada dalam posisi yang cukup beruntung. Perusahaan itu tidak hanya menawarkan gaji yang besar, tetapi juga memberikan kenyamanan yang tidak banyak orang bisa dapatkan.
Banyak karyawan yang mengidam-idamkan kesempatan untuk bekerja di sana. Dan Lily, yang dulu hampir tidak tidur demi mempersiapkan wawancaranya, kini berusaha untuk bertahan, berusaha menjadi bagian dari sistem yang besar ini.
Namun, ia juga tahu bahwa keberuntungannya tidak akan bertahan selamanya. Zhen adalah tipe orang yang selalu mencari celah, dan meskipun hari ini ia selamat, ia harus terus waspada.
Sebuah kesalahan sekecil apa pun bisa membuatnya jatuh. Ia tidak bisa membiarkan Zhen menemukan titik lemah lainnya.
Dengan langkah yang lebih mantap, Lily melanjutkan perjalanannya. Meskipun hatinya masih berdebar-debar, ia berusaha fokus pada pekerjaan.
Sementara di benaknya, berputar satu pertanyaan yang masih menggantung. Apa yang akan Zhen lakukan selanjutnya?
Lily melangkah cepat menuju lift, berusaha mengabaikan perasaan gelisah yang terus mengganggunya. Tugas bersih-bersih di gudang bawah tanah yang diberikan oleh Zhen masih terasa sangat mengganggu pikirannya.
Pikiran tentang kejadian malam itu, uang yang ia tinggalkan dan pertanyaan Zhen yang tak terjawab, terus berputar di kepalanya. Lily tahu, ia harus menemukan jawaban yang tepat, tetapi perasaan cemas dan takut terus menyelimutinya.
Setiap langkah menuju lift terasa semakin berat, seperti beban yang semakin menghimpit dadanya.
Namun, saat ia hampir sampai di lift, perhatian Lily teralihkan. Di ujung lorong, ia melihat Daisy yang tampaknya hendak menuju kamar mandi. Seketika, Lily berusaha mempercepat langkahnya, berharap bisa melewati Daisy tanpa ada percakapan atau perhatian lebih.
Tapi nasib sepertinya tidak berpihak padanya. Daisy yang awalnya tidak melihat Lily, dengan cepat menyadari keberadaan Lily. Senyum tipis mulai terukir di wajah Daisy, dan tanpa ragu, ia mulai mengikuti langkah Lily.
Dah itulah pesan dari author remahan ini🥰🥰🥰🥰