Tuhan menciptakan rasa cinta kepada setiap makhluknya. Jika cinta itu tak bersambut atau tak terbalaskan, apakah itu salah cintanya?
Akankah sebuah hubungan yang terlalu rumit untuk di jelaskan akan bisa bersatu? Atau....hanya mampu memiliki dalam diam?
Hidup dan di besarkan oleh keluarga yang sama, akankah mereka mengakhiri kisah cintanya dengan bahagia atau....menerima takdir bahwasanya mereka memang tak bisa bersatu!
Mak Othor receh datang lagi 👋👋👋👋
Rishaka dll siap menarik ulur emosi kalian lagi 🤭🤭🤭
Selamat membaca ✌️✌️✌️
Kalau ngga suka, skip aja ya ✌️ jangan kasih rate bintang 1
makasih 🥰🥰🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 09
"Kamu udah pulang, Ka?", tanya Riang yang mendapati adik bungsunya duduk di tepi kolam renang.
Ia pikir Shaka akan kembali ke rumah nanti sore. Tapi ternyata ,belum dhuhur saja pemuda itu sudah pulang.
"Eh...Miba! Heum...belom lama sih, lima belas menitan yang lalu!", jawab Shaka tanpa beranjak dari tepi kolam. Bahkan kaki jenjangnya yang berbulu itu masih terendam.
Riang mendekati adik bungsunya. Lalu ia pun duduk bersila di samping Shaka. Perempuan cantik itu enggan untuk basah-basahan.
"Sedang ada masalah?", tanya Riang. Shaka menggeleng lalu tersenyum tipis. Dan Riang tak percaya dengan gelengan Shaka.
"Miba tahu kalau ada yang sedang kamu pikirkan Ka! Ya...walau pun mungkin....selama tujuh tahun ini, kita berjauhan membuat Miba ngga terlalu mengenal kamu lagi!", kata Riang.
Kedua pasang mata itu saling berpandangan beberapa saat. Hingga helaan nafas dari bibir seksi Shaka pun keluar perlahan.
''Shaka masih adik bungsu Miba kok!", kata Shaka menyandarkan kepalanya di bahu sang kakak.
Riang mengusap pipi Shaka dengan lembut.
"Cerita sama Miba, ada apa?"
Shaka terdiam beberapa saat.
"Rumit Miba! Shaka bingung!", adu Shaka.
"Tentang apa? Dan serumit apa?", tanya Riang.
Semoga ini tidak ada kaitannya dengan Ica! Batin Riang.
"Cyara! Kami sudah kenal lama, tepatnya sejak awal kami masuk di kampus yang sama."
Syukurlah, ini bukan tentang Ica!
Riang masih mendengarkan curhatan adiknya.
"Shaka nyaman dekat dengan Cyara, juga sebaliknya!", kata Shaka. Riang mengangguk pelan ,Shaka bisa merasakan pergerakan bahu sang kakak yang masih jadi tumpuannya.
"Tapi...sejauh ini...kami tidak punya komitmen apa-apa Miba!"
"Komitmen? Maksudnya pacaran gitu?", tanya Riang.
"Huum! Kami tak pernah pacaran, tapi kami dekat seperti layaknya pasangan kekasih!"
Shaka mengangkat kepalanya dari bahu Riang lalu menatap kolam berwarna biru itu.
"Kenapa tidak kalian lanjutkan saja ke jenjang yang lebih serius Ka! Jaman sudah berubah! Apalagi kalian hidup di lingkungan bebas....??!"
Riang menatap adiknya dengan intens. Shaka menyadari tatapan kakak sulungnya tersebut.
"Shaka masih bisa jaga diri Miba, sekalipun berada di lingkungan yang pergaulannya bebas."
Riang masih menatap adik bungsunya. Dan setelah itu, Riang mengangguk percaya dengan ucapan adiknya.
"Lalu...?"
"Sebenarnya...kami sadar Miba. Ada tembok penghalang yang tidak bisa kami runtuhkan."
Riang menautkan kedua alisnya namun hanya beberapa saat karena ia paham dengan apa yang Shaka maksud.
"Kalau kalian tahu hal itu sangat berat, lalu kenapa kalian masih bertahan di situasi ini? Kalian tahu konsekuensinya."
Shaka mengangguk pelan.
"Iya, Miba! Tapi...untuk saling menjauh...sangat sulit buat kami!", kata Shaka.
Riang menepuk pelan bahu Shaka.
"Sejak kemarin ,Cya mudah sekali ngambek. Apalagi kalau Shaka menyebut Ica atau bahkan tak sengaja menceritakan tentang Ica. Cya cemburu sama Ica! Padahal dia tahu, seperti apa hubungan ku sama Ica, Miba!"
"Mak-maksudnya...Cya cemburu kamu dekat dengan Ica?", tanya Riang. Shaka pun mengiyakan dengan anggukan.
"Entah apa yang ada dalam pikiran Cya sampai harus berpikir seperti itu."
Riang terdiam dan mencerna cerita dari Shaka tersebut.
"Orang tua Cyara dan mama papa tahu kedekatan kami Miba. Dan...ya begitu lah!"
Shaka tampak putus asa ingin meneruskan ceritanya.
"Miba tidak bisa memberi masukan apa pun sama kamu karena ini menyangkut tentang hati. Tapi...Miba cuma bisa pesan ke kamu."
Shaka menatap mata teduh sang kakak.
"Perbanyak mengingat Allah ya Ka! Jangan sampai iman kamu goyah! Allah akan memberi balasan untuk kebaikan atau dosa kita sekalipun sebiji zarah!"
Shaka mengangguk pelan.
"Udah azan dhuhur, solat dulu gih! Miba mau jemput Tata nanti."
"Biar Shaka aja yang jemput Tata, Miba. Miba kasih tahu aja alamat sekolah Tata!"
"Yakin?", tanya Riang. Shaka pun mengangguk pasti.
💜💜💜💜💜💜💜💜
"Duh...kok bisa-bisanya banyak yang milih dugong jadi ketua OSIS, emang apa sih kelebihannya selain berat badannya?"
Rista yang kebetulan sedang melintas di kerumunan itu pun menghentikan langkahnya.
Dia tahu, dirinya lah yang sedang menjadi topik ghibahan mereka.
Gadis yang badannya cukup berisi tapi tidak bisa di katakan gendut juga mendekati kerumunan itu yang tiba-tiba berhenti membicarakan dirinya.
Rista alias Tata menyampirkan ujung hijabnya ke salah satu sisi dengan gerakan slowmo.
"Lagi...ngomongin aku, heum?"
"Pede banget Lo? Siapa Lo? Oops ...lupa! Berati dia nyadar kalo mirip Dugong, ya ngga sih???", tanya salah satunya yang di sambut tawa berderai.
Tata tidak langsung marah apalagi menggampar mereka. Tangannya terlalu berharga untuk menanggapi hal sepele itu.
Di rumah, Tata adalah gadis yang manja karena ia anak bungsu. Tapi di sekolah, dia sangat bisa menerapkan diri.
"Body shaming, bullying!", kata Tata mencatat hal tersebut di buku sakunya. Ia menuliskan nama-nama mereka. Bahkan jam dan detiknya pun, Tata tulis di buku kecil itu.
"Kenapa Lo, mau lapor bk? Kepsek?", ledek salah satu dari mereka.
Tata tersenyum simpul. Selain mencatatnya, Tata juga merekam bullying secara verbal itu dengan ponselnya.
"Dalam KUHP UU no. 35 tahun 2014 tindakan perudungan yang di lakukan di tempat umum dan mempermalukan harkat dan martabat seseorang bisa mendapatkan hukuman paling tidak 4 tahun penjara dan denda minimal Rp 750 juta. Dan aku tinggal bilang ke om ku yang pengacara! Dia tinggal naikan berkas ke pihak berwajib, setelah itu ...ya...kalian tunggu saja! Nama-nama kalian sudah ku catat", kata Tata acuh dan berjalan meninggalkan tempat itu.
Segerombolan gadis itu melebarkan matanya. Mereka tidak berpikir sama sekali jika Tata akan berkata seperti itu.
"Ngga usah percaya! Paling cuma gertakan! Gaya banget punya om pengacara!"
"Tapi Vel...kalo beneran gimana?!", tanya yang lain ketakutan.
"Udah lah! Ngapain sih ngurusin si Dugong itu!", ajak Vela, seorang gadis yang vokal sejak tadi merudung Tata.
Mereka pun bergerombol lagi meninggalkan tempat ghibah tadi.
Tata menggendong tasnya dan berjalan ke depan menunggu jemputan uminya. Mobil uminya pun tiba, seseorang yang menyetir di balik kemudi ternyata bukan umi melainkan om nya.
Shaka turun dari mobil dan menghampiri tukang cilok yang tak jauh dari gerbang.
"Lha....malah jajan???", celetuk Tata yang berjalan mendekati om nya.
"Om Aka!", panggil Tata.
"Bentar Ta, om udah lama ngga makan cilok! Kamu mau juga ngga?", tawar Shaka.
"Mau lah hehehe!", jawab Tata. Setelah membayar cilok itu, keduanya berjalan menuju ke mobil.
Kebetulan Vela melihat Tata dengan Shaka yang tampak akrab itu.
"Gila, itu cowoknya si Dugong?", tanya Vela. Mereka pun menatap Tata yang masuk ke mobil jemputannya.
"Tata juga ngga jelek Vel, dia cantik, berprestasi dan keliatan alim lagi", celetuk salah seorang teman Vela.
"Diem Lo?!", sahutnya kesal.
💜💜💜💜💜💜💜💜
"Assalamualaikum ,umi!!", teriak Ica.
"Walaikumsalam , kebiasaan teriak-teriak deh Ca?!", kata Riang.
"Habisnya sepi sih!", kata Ica yang duduk di ruang tv sambil minum air putih dingin.
"Adik mu belum pulang, Ca."
"Oh iya ya...kok Umi ngga jemput!?", tanya Ica heran.
"Om kamu yang jemput Tata ,Ca."
"Oh....!"
Ica hanya ber'oh' saja dan tak mau menanggapi lebih. Berada di kantor Oma nya cukup membuat Ica melupakan sedikit beban pikirannya.
Riang sudah mendengar penjelasan suaminya lewat telpon soal garis besar obrolan Syam dan Ica.
Melihat wajah Ica yang kembali ceria, Riang merasa cukup lega.
"Ya udah, Mi! Ica ke atas dulu!", pamit Ica. Riang mengusap pelan bahu kecil itu dan tersenyum tipis.
Riang memandangi punggung Ica yang sedang menuju ke lantai dua di mana kamarnya berada.
Tetaplah jadi Ica nya Umi ya Ca! Kamu pasti bisa melewati setiap ujianNya.
💜💜💜💜💜💜💜
terimakasih 🙏
kasian deh lo dianggap besti... 🤣🤣🤣🤣🤣
gilang said kena deh gue sama emak emak julid...
..