NovelToon NovelToon
Terikat Janji Dalam Kegelapan

Terikat Janji Dalam Kegelapan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Terpaksa Menikahi Suami Cacat / Menyembunyikan Identitas / Penyelamat / Kekasih misterius
Popularitas:110.9k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Kaivan, anak konglomerat, pria dingin yang tak pernah mengenal cinta, mengalami kecelakaan yang membuatnya hanyut ke sungai dan kehilangan penglihatannya. Ia diselamatkan oleh Airin, bunga desa yang mandiri dan pemberani. Namun, kehidupan Airin tak lepas dari ancaman Wongso, juragan kaya yang terobsesi pada kecantikannya meski telah memiliki tiga istri. Demi melindungi dirinya dari kejaran Wongso, Airin nekat menikahi Kaivan tanpa tahu identitas aslinya.

Kehidupan pasangan itu tak berjalan mulus. Wongso, yang tak terima, berusaha mencelakai Kaivan dan membuangnya ke sungai, memisahkan mereka.

Waktu berlalu, Airin dan Kaivan bertemu kembali. Namun, penampilan Kaivan telah berubah drastis, hingga Airin tak yakin bahwa pria di hadapannya adalah suaminya. Kaivan ingin tahu kesetiaan Airin, memutuskan mengujinya berpura-pura belum mengenal Airin.

Akankah Airin tetap setia pada Kaivan meski banyak pria mendekatinya? Apakah Kaivan akan mengakui Airin sebagai istrinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

27. Permintaan Maaf

Pak Suryo duduk lebih tegak, suaranya mantap. "Aku akan mengumpulkan semua warga desa. Aku akan bicara pada mereka, memberitahu agar mereka tidak takut melapor jika Wongso menindas mereka atau orang lain. Kalau kita semua bersatu, Wongso tidak akan berani macam-macam. Dia kuat karena selama ini kita terpecah dan takut."

Bu Warti tersenyum, mendukung suaminya. "Bapak benar, Airin. Kalau semua warga sepakat untuk melawan ketidakadilan, Wongso tidak akan bisa berbuat banyak."

Airin merasa lega, matanya berkaca-kaca mendengar keputusan itu. "Terima kasih banyak, Bu, Pak. Saya tidak tahu harus bagaimana tanpa bantuan kalian."

Pak Suryo mengangguk mantap. "Tenang saja, Nak. Ini bukan hanya untukmu. Ini untuk seluruh desa. Wongso harus tahu, kekuasaannya ada batasnya."

Bu Warti menepuk bahu Airin dengan lembut. "Kamu pulang saja dulu, Airin. Kami akan mengatur semuanya."

Airin mengangguk penuh rasa terima kasih. "Baik, Bu, Pak. Sekali lagi, terima kasih banyak."

Dengan hati lebih ringan, Airin pulang, membawa harapan baru untuk masa depannya dan seluruh desa.

Ketika Airin sampai di rumah, ia langsung menemui neneknya yang sedang duduk di ruang depan, merapikan kain yang akan dijahit. Wajahnya terlihat cerah, membawa kabar baik yang telah ia dapatkan.

"Nek, Bu Warti dan Pak Suryo bersedia membantu," ujar Airin dengan senyum lebar. "Mereka bahkan ingin melindungi semua warga kampung dari Wongso. Pak Suryo akan mengumpulkan warga untuk bersatu melawan ketidakadilan."

Nenek Asih mendongak, wajahnya langsung berubah lega. Senyumnya merekah, membuat kerutan-kerutan di wajahnya terlihat lebih dalam. "Syukurlah, Nak. Itu kabar yang sangat baik. Semoga ini benar-benar berhasil dan kita bisa membuka toko tanpa gangguan Wongso. Dia sudah terlalu lama semena-mena," ujarnya penuh harapan.

Kaivan duduk diam di depan jendela. Namun, setiap kata yang diucapkan Airin dan neneknya, ia dengar jelas.

Dia menahan napas sejenak, lalu menarik napas panjang, mencoba meredakan gejolak di hatinya. Meski wajahnya tetap datar, pikirannya bergejolak.

"Jadi aku ini apa?" pikirnya, tangannya menggenggam sandaran tangan kursi. "Istriku harus meminta perlindungan pada orang lain karena aku... tak cukup mampu untuk menjaganya."

Namun, Kaivan dengan cepat menguasai dirinya. Ia mengembalikan ekspresi tenangnya, meskipun hatinya terasa seperti dihantam bertubi-tubi.

Airin melirik ke arah Kaivan, baru sadar bahwa pria itu mendengar pembicaraan mereka. Sementara itu, Nenek Asih yang tak menyadari perasaan Kaivan hanya tersenyum lega. "Baguslah kalau begitu. Dengan begitu, kita bisa menjalani hidup tanpa takut lagi," katanya, nadanya terdengar penuh harapan.

Namun, di sudut ruangan, Kaivan tetap duduk diam di depan jendela. Sorot matanya yang kosong tampak menatap jauh ke luar, seolah mencari sesuatu yang tak pernah ia temukan. Wajahnya tetap datar, tetapi di balik keheningan itu, hatinya terasa bergolak.

Airin melangkah pelan mendekatinya. Ada keraguan di setiap langkahnya, namun ia tahu bahwa ia tidak bisa membiarkan keadaan tetap seperti ini. Sesampainya di samping Kaivan, Airin memilih untuk duduk di lantai, sejajar dengannya. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk berbicara.

"Kak Ivan..." panggilnya pelan, nyaris berbisik.

Kaivan sedikit menoleh ke arahnya, meski tidak langsung menatap wajahnya. "Ada apa?" tanyanya singkat, suaranya datar seperti biasa, namun ada nada lelah di baliknya.

Airin menggigit bibirnya, merasa semakin gelisah. "Aku... aku minta maaf," ujarnya dengan nada lembut, hampir ragu.

Kaivan mengerutkan kening samar, tanda bahwa ia terkejut mendengar permintaan maaf itu. Ekspresinya tetap tak banyak berubah. "Minta maaf? Untuk apa?"

Dari sudut ruangan, Nenek Asih yang mendengar permintaan maaf itu turut mengernyitkan kening. Ia tidak menduga bahwa Airin akan meminta maaf pada Kaivan.

Airin menunduk, jemarinya meremas ujung kain rok yang ia kenakan. Ia menghela napas panjang sebelum akhirnya memberanikan diri menatap Kaivan penuh penyesalan. Suaranya terdengar lembut, penuh rasa bersalah. "Karena aku memutuskan meminta bantuan Bu Warti dan Pak Suryo tanpa bicara dulu dengan Kakak. Aku tidak bermaksud melewatkan pendapat Kakak. Aku hanya... hanya terlalu khawatir dengan apa yang mungkin dilakukan Wongso. Aku takut sesuatu yang buruk akan terjadi."

Nenek Asih duduk di sudut ruangan, diam-diam memperhatikan interaksi antara Kaivan dan Airin. Tatapannya mengarah pada wajah Kaivan yang tampak begitu tenang, meskipun ia tahu di balik ketenangan itu, ada banyak perasaan yang sedang bergulat.

Nenek Asih menghela napas panjang, lalu menunduk, merasa hatinya sedikit terguncang. "Kenapa aku tidak mengingatkan Airin? Seharusnya aku bilang padanya untuk berdiskusi dulu dengan suaminya. Tapi aku terlalu khawatir... aku hanya ingin mereka aman," pikirnya, sambil meremas jemarinya sendiri.

Ia merasa bersalah karena tidak menyadari bahwa kini Airin bukan lagi gadis kecil yang bisa ia lindungi sendirian. Airin sekarang sudah memiliki suami, seorang pria yang, meskipun sedang dalam keterbatasan, tetap pantas dihormati sebagai kepala keluarga.

"Ini bukan hanya soal Wongso atau keselamatan kami. Ini juga tentang menjaga harga diri Ivan. Aku tahu betapa sulitnya bagi seorang pria seperti dia menerima keputusannya diabaikan, bahkan oleh istrinya sendiri," gumam nenek Asih dalam hati.

Kaivan kembali terdiam setelah mendengar permintaan maaf itu. Wajahnya tetap datar, tetapi sesuatu dalam hatinya perlahan mencair. Ia tidak menyangka Airin akan memperhatikan perasaannya hingga sedalam itu. Selama ini, ia selalu merasa dirinya hanya menjadi beban.

Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan gejolak kecil di dadanya. Tangan yang tadi menggenggam sandaran kursi kini perlahan melonggar.

"Kau tidak perlu minta maaf," ucapnya, kali ini dengan nada yang lebih lembut. "Apa yang kau lakukan itu untuk melindungi kita. Aku mengerti niatmu."

Namun, dalam hatinya, Kaivan merasakan sesuatu yang berbeda. Ada rasa lega yang menjalar pelan. Airin tidak hanya mengerti, tetapi juga menghargai posisinya sebagai suami. Hal itu membuatnya merasa diakui, meskipun sebelumnya ia sempat kecewa karena tak dilibatkan.

Airin menatap Kaivan dengan penuh penyesalan. "Tetap saja, Kak. Aku seharusnya bicara denganmu dulu. Kau adalah bagian penting dalam hidupku. Keputusan seperti ini... seharusnya kita buat bersama."

Kata-kata itu, meskipun sederhana, terasa begitu tulus. Bagi Kaivan, ucapan Airin seperti menyentuh sesuatu yang lama terkubur, rasa dihargai dan diakui, sesuatu yang jarang ia rasakan sejak kehilangan penglihatannya.

Ia tertegun sesaat, lalu perlahan menoleh sepenuhnya ke arah Airin. Wajahnya masih tampak tenang, tetapi kali ini ada kelembutan yang lebih nyata. Perlahan, ia mengulurkan tangannya dan menyentuh kepala istrinya, membelai rambutnya dengan gerakan yang lembut.

"Airin, aku tidak marah. Kau hanya melakukan apa yang menurutmu terbaik. Aku hanya ingin kau tahu... aku ada di sini. Untukmu. Dan aku akan melakukan apa pun untuk melindungimu, dengan atau tanpa bantuan mereka."

Airin tertegun. Sentuhan lembut Kaivan di kepalanya dan kata-kata itu, meski sederhana, terasa begitu tulus. Air matanya hampir menetes, tetapi ia menahannya. Senyum kecil akhirnya muncul di wajahnya. "Terima kasih, Kak."

Kaivan mengangguk kecil. "Airin..." katanya pelan, suaranya terdengar lebih hangat. "Aku... terima kasih. Kau tidak tahu betapa pentingnya ini bagiku."

Airin mengerutkan kening samar, bingung dengan nada suara suaminya yang tiba-tiba berbeda. "Penting? Maksud Kakak?"

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
kaylla salsabella
ealah Vanya nanti nasib kamu seperti Meliah
Mrs.Riozelino Fernandez
aku siap menunggu Vanya terbakar hidup hidup kk Thor 😆😆
Mrs.Riozelino Fernandez
kamu terlalu percaya diri Vanya...
udah tau punya istri malah kamu dekati...kan kakeknya yang suka,bukan Kaivan nya 🤣🤣🤣
nikah gih ma kakeknya...
abimasta
bagus kaivan jangan biarkan orang2 menyakiti istrimu termasuk kakek bramantyo perlu dikasih peringatan
kaylla salsabella
ealah Vanya ..Vanya mimpi kamu
Syavira Vira
gemes 💪❤️❤️❤️
Syavira Vira
💪💪❤️❤️❤️
Anitha Ramto
Mampus kalian semua yang berambisi..sekarang rasain lu bisnismu sdh hancur karena ulahmu sendiri yang berani mengusik oarang yang berkuasa dan berpengaruh
Dwi Winarni Wina
Mampooos rasakan itu siulet bulu vanya perusahaan orgtuamu dibikin bangkrut...
Makanya vanya jgn bermain api akhirnya terbakar sendiri....

kaivan akan bertindak tegas siapapun yg mengusik dan menyakiti istri tercintanya....
Kaivan sangat berkuasa dan bukan org sembarangan siapapun yg berani mengusiknya akan dihancurkan...

Dasar siulet bulu vanya kegatelan pgn jd nyonya aeron mimpimu ketinggian vanya jatuh nanti sakit....
kaivan sebelas dua belas sm papa alva berhubungan org dicintai akan gercap bertindak....
hati2 vanya jgn cari masalah lg sm kaivan akan tahu akibatnya...

lanjut thor makin seru dan menarik.....
phity
aku suka kaivan, truslah jgn pernah lengah sedikitpun ttg orng2 yg mau berncana jahat od hubunganmu dgn airin...aduuu ini si kakek2 kapan sadarnya ya..msh sj mencoba memisahkan airin dan kaivan....mmg ya orng kaya itu susah pasangan hrus setra status sosialnya...ribet amttt
💜🌷halunya jimin n suga🌷💜
kalo semua laki kaya Ivan aman banget ya idup istri ya.,....tapi ingat Lom terpecahkan siapa orang yg nabrak mobil Iva kmrin kan Lom keungkap tuh ....hayo cepet cari trs bikin mondar tuh orangya ....
Ayesha Almira
vannya g kapok SDH dkasih peringatan jg msh ngeyel
Heri Wibowo
jangan nekat Fanya.
Indriani Kartini
dasar kake lucknut dari dulu ga pernah berubah,
Dwi Winarni Wina
Kaivan masak iya cemburu sm adikmu sendiri airin lbh dgn nesha dasar kaivan Sangat protektif dan bucin akut...

Waduuuh siulet bulu vanya mau jd pelakor merebut kaivan dr airin...
mimpimu ketinggian vanya mau jd nyonya aeron....

kaivan aja tdk respek sm kamu,,,siulet bulu mau menggagalkan pesta pernikahan airin dan kaivan...
Sri Hendrayani
awas km terbakar sendiri vanya
Nuni
good job ivan,,
hati2 vanya,pikirkan baik-baik nasib kamu sebelum bertindak
Nuni
good job ivan,,
hati2 vanya,pikirkan baik-baik nasib kamu sebelum bertindak
phity
astaga si kakek masa gk liat kebahagian keluarganya msh berncana jahat aja pd kaivan dan airin ingt kek, kaivan itu cucumu. eh ditambah keluarga vanya...aduuu semoga airin sllu aman dr orng2 jahat itu
abimasta
niat jahat tidak akan berhasil vanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!