Cantik, kaya, muda, sopan, baik hati, cerdas, itulah Soraya Syifa Dewiana. Gadis berjilbab ini amat diminati banyak orang, khususnya laki-laki. Bahkan gangster pria terkenal di kota saja, The Bloodhound dan White Fangs, bersaing ketat untuk mendapatkan gadis yatim-piatu agamis ini.
Namun siapa sangka, dibalik semua itu, ia harus menikahi pemimpin gangster dari White Fangs, Justin, yang telah menggigitnya dengan ganas di malam Jum'at Kliwon bulan purnama. Satu-satunya cara agar Soraya tidak jadi manusia serigala seperti Justin adalah dengan menikahinya.
Hingga membuat Boss mafia sekaligus CEO untuk Soraya, Hugh, terkadang cemburu buta padanya. Belum lagi asistennya Hugh, Carson, yang juga menaruh hati padanya. Selain itu, ada rahasia lain dari gadis cantik yang suka warna hijau ini. Cukup psikopat pada 2 geng siluman serigala itu dan tangguh.
Lantas, siapa sesungguhnya yang akan Soraya pilih jadi suami sejatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Soraya Shifa Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33 : Anggrek Bulan dan Kesidang
Malam harinya...
"Shella!" seru Justin memanggil.
Shella datang pada tuannya dan menanyakan maksud ia memanggil. Justin balik bertanya, "Istriku sudah tidur?"
Dengan senyuman ceria ia menjawab, "Sudah, Tuan. Tadi sudah enakkan sedikit badannya setelah istirahat sekitar 2 hingga 3 jam saat Tuan belum pulang."
"Oh. Baguslah. Terima kasih."
"Sama-sama, Tuan."
Justin berjalan dengan langkah tegas terhormatnya ke lantai atas. Begitu masuk kamar, Soraya sudah tidur. Justin membuka jaketnya dan menggantung jaket itu di gantungan baju yang terpasang di dinding.
Istrinya tidur sangat pulas. Tampaknya sudah masuk ke alam mimpinya.
Justin tersenyum puas. Ia membungkuk sedikit ke kasur. Mendekati Soraya dan berbisik ke telinga kanannya, "Selamat malam, Sayangku! Have a nice dream!"
Lalu Justin membelai rambut, dan perut Soraya. Terakhir mencium dahinya. Barulah ia lepas dasi, buka ikat rambut, sabuk, kemudian mengambil baju piyama dan ke kamar mandi untuk berganti bajunya.
Setelah berganti pakaian, barulah ia tidur di sofa seperti biasanya. Seperti yang sudah dijanjikan bersama sebelumnya. Yang hingga saat ini masih dilaksanakan, meskipun hubungannya dengan Soraya perlahan-lahan mulai sedikit membaik.
...***...
Keesokan harinya, pagi hari di hari Minggu. Soraya sudah selesai mandi, dan sekarang sedang dibuat serapi dan secantik mungkin dengan bantuan Shella, seperti biasanya. Ketika beres, Justin masuk kamar lalu tersenyum mendekati istrinya.
"Hei! Kamu harum sekali sekarang," ucapnya sambil memegang kedua bahu Soraya dari belakang.
Soraya melihat suaminya yang memeluk dari belakang lewat pantulan cermin rias kamar yang lebar dan besar ini. Ia hanya tersenyum sejenak mendengar pujian itu.
Justin tersenyum juga dan lanjut bicara, "Mau ikut aku ke suatu tempat? Kebetulan ini 'kan hari Minggu."
"Kemana?" tanya balik Soraya datar.
"Kamu akan tahu sendiri. Dan kamu sudah siap begini, kita siap berangkat."
"Jauh tempatnya?"
"Tidak. Ini sangat dekat dengan rumah kita, Sayang."
Penasaran dan tak mengerti dengan maksudnya Justin, akhirnya Soraya mengiyakan. Sudah memakai jilbab yang mewah juga, Soraya dan Justin bergandengan tangan menuruni tangga. Namun saat sudah di lantai bawah, Justin menghentikan langkahnya.
"Kenapa?" tanya Soraya dengan nada dingin.
Justin menjawab, "Tutup matamu, aku akan membantumu jalan!"
"Memangnya kita mau ke..."
Justin memutus kata-kata Soraya, "Shh! Kamu akan tahu sendiri. Ayolah! Tutup matamu, tanganku akan bantu menutup matamu juga."
Soraya menghela nafas. Ia melepaskan kacamata minusnya dan mulai menutup kedua matanya. Justin tersenyum kecil dan tangan kanannya menutup kedua matanya Soraya. Perlahan menuntun Soraya berjalan dari belakang.
Keduanya keluar rumah, berjalan berduaan. Soraya berjalan yang di depan Justin, bertanya, "Sudah sampai?"
"Sedikit lagi kita sampai. Aku akan beritahu nanti," jawab Justin dengan sedikit romantis.
Dan sampailah mereka di suatu tempat yang luas. Berkaca, di penuhi tanaman hias. Aroma bunga tercium memenuhi ruangan ini.
Justin melepas tangannya perlahan, dan tersenyum manis berkata, "Kita sampai. Buka kedua matamu perlahan..."
Soraya menuruti pinta Justin. Begitu buka matanya...
"Kejutan," ucap Justin santai.
Soraya diam tak bisa berkata-kata. Ia tak percaya atas apa yang dilihatnya ini. Banyak bunga di ruangan berkaca besar seperti ini. Tapi ia tahu tempat ini biasanya disebut apa.
"Ru...rumah kaca? Kamu punya...rumah kaca?" tanya Soraya tak percaya.
Justin tersenyum dan menjawab dengan anggukkan kepala. Ia balik bertanya, "Kamu suka...rumah kaca?"
Istrinya yang biasanya selalu kesal, mudah marah, dingin, dan datar, kini memancarkan cahaya matahari keceriannya. Dengan semangat Soraya masuk ke rumah kaca Justin lebih dalam, sambil melihat beberapa bunga di dalamnya.
"Aku sangat suka bunga. Rumah kacamu luas dan besar. Ini indah sekali!" serunya menjawab.
Soraya melihat aneka macam bunga. Mulai dari yang umum disukai seperti bunga mawar dan melati. Sampai ia melihat ada juga mawar putih, kamboja, bunga matahari, tulip, hingga anggrek biasa.
"Justin, ini luar biasa! Ternyata, kau suka hal-hal seperti ini," seru Soraya dengan nada ceria.
"Aku jarang ke sini sebenarnya. Ini sewaktu aku masih kecil. Ketika aku masih satu geng mafia dengan Hugh dan ayahku, kami dulu sering ke sini," jelas Justin.
"Siapa yang urus semuanya? Sampai sekarang masih segar-segar bunganya."
"Tentu saja tukang kebun. Mereka ke sini setiap pagi, dan pulang siang hari. Karena mereka juga membersihkan wilayah rumah kaca ini. Tak hanya mengurus semua tanamannya."
"Wouw! Kamu hebat juga."
Justin tersenyum. Terus mengobrol tenang dengan Soraya. Wajah jahatnya seakan-akan memudar 100%. Benar-benar berubah 180° untuk sikapnya juga. Tidak arogan.
"Ini mengingatkanku pada masa kecilku. Aku juga punya rumah kaca, tapi tidak seluas dan ini," ujar Soraya sambil mulai duduk dekat tumbuhan bunga anggrek bulan berwarna ungu dan putih.
"Benarkah?" tanya Justin ikut duduk, tersenyum lembut.
"Iya. Ibuku sangat suka bunga, jadi ayahku yang membuatkan rumah kaca dekat rumah kami. Walaupun tidak luas."
"Kau suka bunga apa?"
"Banyak. Seperti mawar putih dan merah, melati, tulip, bunga matahari, anggrek biasa, atau anggrek bulan ini. Karena aku suka bunganya yang membawa ketenangan dan keceriaan bagiku. Apalagi, aku suka warna ungu selain warna hijau."
"Sungguh romantis."
Soraya tersenyum mendengar ucapan Justin itu. Lanjut gadis itu berkata sambil mengelus bunga anggrek bulan dan kesidang (maksudnya melati Bali).
"Apalagi dua bunga ini. Anggrek bulan, dan bunga kesidang. Waktu aku kecil dulu, ini seringnya ku sebut melati Bali. Karena di pakai umum di Bali untuk para umat Hindu untuk beribadah di sana," jelas Soraya, sambil mengelus kesidang itu juga.
"Kau pernah ke Bali?" tanya Justin.
"Bukan pernah lagi. Tapi sering malah. Saat ayah masih punya hotel ternama di sana, aku sering di ajak dengan ibu dan beberapa pelayan rumah mansion kami. Biasanya saat aku liburan sekolah, tahun baru Masehi, lebaran Idhul Fitri, dan anniversary hotel. Kalau perayaan Islam seperti Maulid Nabi atau tahun baru Hijriyah, kami sekeluarga rayakannya yang di Jakarta."
"Saat perayaan hari raya Imlek, Waisak, Nyepi, atau Natal?"
"Kami hanya hiasi hotelnya. Menghias dengan dekorasi-dekorasi. Sedangkan saat Nyepi di Bali, hotel kami diharuskan libur para pegawainya. Hanya tamu hotel yang boleh beraktivitas. Tapi melayani diri mereka sendiri-sendiri."
Justin hanya mengangguk paham. Ia ingat ucapan Jude beberapa waktu lalu. Saking kaya rayanya Soraya, ia pernah punya hotel ternama di negeri ini. Pusatnya di Jakarta dan Bali. Namun sejak pensiun dari dunia bisnis, dua hotel itu di jual ke pebisnis kaya lainnya.
Tak menyangka, kalau istrinya yang dikira lugu polos dan pastinya hanya bisa mengomel atau tangguh untuk marah-marah ini, rupanya suka dengan kelembutan, ketenangan, dan kedamaian dengan di kelilingi ruangan yang dipenuhi bunga seperti ini.
"Soraya. Aku tidak menyangka kalau wanita ini punya sisi lain seperti ini. Dia begitu indah dan lembut," gumam Justin dalam hati.
Istrinya masih menikmati bunga anggrek bulan dan kesidang itu. Tapi ia juga mencium aroma bunga-bunga lainnya.
{Tambahan: Dari pengalaman yang pernah saya dengar (sebagai penulis), kesidang adalah sebutan untuk bunga melati Bali jika di tanah Jawa. Tapi tidak semua orang. Ada yang tetap menyebutnya melati Bali.}