Anelis Siera Atmaja, wanita cantik berumur 23 tahun yang setiap harinya harus membanting tulang demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan sepasang anak kembarnya, Arsha Abelano Aillard dan Arshi Ariella Agatha.
Anelis selalu menikmati setiap momen berharga dengan kedua buah hatinya. Baginya, Arsha dan Arshi adalah kebahagian terbesar dalam hidupnya, anugrah yang dikirimkan Tuhan di tengah rasa putus asanya.
Namun di hari itu, penederitaan seolah kembali menyergapnya, saat kenyataan pahit yang tak pernah ia bayangkan, kini menghampirinya dengan tiba-tiba.
"Putra anda menderita penyakit Juvenile Myelomonocytic atau kanker darah. Kita memerlukan tindakan transplantasi sumsum tulang belakang segera"
Seketika itu air matanya langsung luruh, apakah Tuhan sekejam ini hingga tega memberikannya cobaan seberat ini.
Haruskah ia mencari keberadaan ayah mereka, laki-laki yang tanpa hati telah menghancurkan kehidupan sederhananya, demi keselamatan buah hatinya.
Salam sayang dari Reinata Ramadani
Ig : Chi Chi Rein
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinata Ramadani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mereka Cucu Kita
°°°~Happy Reading~°°°
Sebuah pesawat pribadi kini tengah mengudara, mengarungi luasnya cakrawala yang menyimpan berjuta keindahan yang tersimpan di dalamnya.
Puas berkubang di udara hampa, pesawat mewah itu memilih menepi, mendaratkan tubuhnya di landasan pacu setelah hampir 17 jam lamanya ia mengarungi luasnya angkasa raya.
Pintu pesawat melebar, menampilkan dua tokoh utama yang tengah berdiri dengan penuh wibawa, saling bergandengan tangan seolah tak ingin terpisah meski hanya sedetik saja.
Dua pasang sepatu berstatus limited edition itu mulai menapaki jajaran anak tangga. Bak seorang penguasa, keduanya sudah di sambut oleh barisan para pengawal yang sudah siap di posisinya.
" Pa... Ayolah... Papa lambat sekali... " Gerutu wanita itu yang tak lain adalah mama Clara, langkahnya tampak terburu, sudah cukup ia bersabar, ia sudah tak mampu lagi menahan segala rasa rindu yang kian bergejolak dalam relung hatinya.
" Berhati-hatilah, hari masih pagi. Kita pulang saja dulu, aku sudah sangat lelah... " Racauan mama Clara tak berdampak banyak untuk sang suami, tuan Edgard. Wajah laki-laki itu tetap tenang, meski sedari tadi tangannya sudah di tarik-tarik oleh sang istri di hadapan para bawahannya.
" Tidak!!! Kali ini jangan berani membantah mama!!! Ini juga karena ulah papa membuat mama harus berpisah dengan cucu-cucu mama terlalu lama... " Suntuknya, ia kesal bukan main, berniat menyusul suaminya ke Paris karena khawatir telah terjadi sesuatu dengan suami tercinta, malah berakhir tragis dengan drama anniversary bak pasangan muda.
" Sudah berhari-hari kamu meracaukan cucu-cucu mu itu, kamu kan belum membuktikannya... Bisa saja mereka benar-benar penipu... " Sahut Tuan Edgard dengan pembawaan yang tenang dan berwibawa. Jangan lupakan juga dengan kesan cool yang masih melekat jelas di balik wajah tampannya.
" Insting mama tidak akan salah, seorang perempuan memiliki tingkat kepekaan jauh lebih tinggi dari pada laki-laki yang selalu cuek bebek seperti papa... " Rutuk mama Clara yang seketika mampu membungkam mulut tuan Edgard.
🍁🍁🍁
Setelah melewati penantian yang cukup panjang dan melelahkan, akhirnya mama Clara akan segera bertemu dengan cucu tercinta.
Ia girang bukan main, exited apalagi, jantungnya kian berdebar tak karuan bak anak ABG yang akan berkencan buta dengan pasangan.
Beragam mainan sudah di bawanya sebagai buah tangan, puluhan mainan berharga fantastis itu ia beli sendiri di outlet resminya sebelum kepulangannya ke Indonesia.
Ia memegangi dadanya yang bergemuruh hebat saat menatap pintu di depannya, ruangan dimana menyimpan keberadaan sang cucu tercinta di baliknya.
Di gesernya pintu itu dengan perasaan campur aduk, ada rasa haru yang terselip di tengah kebahagiaannya, rasa rindu yang selama ini berkubang di dalam hatinya akhirnya akan segera terobati. Ia akan bertemu dengan cucu-cucu yang sangat di rindukannya itu beberapa detik lagi. Hingga akhirnya...
Tunggu...
Kosong? Kenapa kamar mewah itu kosong tak berpenghuni? Dimana mereka berada?
Mama Clara memasuki ruangan itu lebih dalam, menelisik satu per satu ruangan tersembunyi yang ada di balik kamar itu. Mungkin saja mereka tengah bermain petak umpet disana.
Nihil, ia tak mendapati Anelis atau pun cucunya itu disana. Kemana perginya mereka? Rasa khawatir seketika menelisik dalam relung hatinya, apakah...
Ahhh... Tiba-tiba saja pikiran buruk itu menghantam jiwanya. Apakah ia sudah terlambat? Apakah ia tak bisa melihat wajah cucunya itu bahkan untuk yang terakhir kalinya?
" Panggilkan dokter Richard sekarang juga!!! " Titahnya pada beberapa pengawal yang masih setia menemani perjalanan mereka.
Beberapa menit menunggu dengan penuh kegelisahan, akhirnya dokter Richard pun menunjukkan batang hidungnya, segera mama Clara bangkit dari duduknya lalu berjalan mendekati dokter Richard.
" Selamat siang tuan, nyonya. Maaf, saya terlambat karena tidak mengetahui perihal kunjungan mendadak anda " Sapa dokter Richard pada tuan Edgard dan mama Clara sembari membungkukkan badannya hormat.
" Dimana cucuku, kenapa mereka bisa tidak ada di ruangannya? " Sahut mama Clara to the point, ia sudah di liputi rasa khawatir yang teramat.
" Maaf nyonya, tuan Arsha sudah keluar dari rumah sakit ini sejak beberapa hari yang lalu... "
" A-apa!!! Keluar? Bukannya cucuku harus menjalani pengobatannya? Atau... Kau sudah tak bisa menyelamatkan nyawa cucu ku itu? apa dia... " Mama Clara tak mampu melanjutkan kalimatnya, bola matanya mulai berair, apakah ia sudah gagal menjadi granny yang baik untuk cucunya meski hanya untuk beberapa hari saja?
" Bukan seperti itu nyonya, malahan tuan Arsha sudah di nyatakan sembuh total karena memang tidak ada penyakit serius yang di deritanya... "
Mendengar pernyataan itu, sontak membuat mama Clara dan tuan Edgard tercengang, mereka menatap dokter Richard penuh selidik, seolah memastikan apakah yang di dengarnya benar-benar sebuah fakta atau hanya kebohongan semata.
Seolah faham dengan tatapan bingung itu, akhirnya dokter Richard memutuskan untuk menjelaskan semuanya dari awal, sampai pada akhirnya keberadaan Anelis tak lagi ia dapati.
" Lalu, dimana mereka sekarang? "
Ahhh... Pikiran mama Clara kalut, ada rasa kecewa karena merasa di bohongi. Tapi, kepercayaan bahwa mereka adalah cucunya masih menancap kuat dalam hatinya. Kebenaran itu saling berbenturan.
Tidak... Tidak mungkin wanita seperti Anelis itu wanita pembohong. Bisa dilihat jelas dari sifat lembut hatinya. Yakin mama Clara.
" Maaf, untuk itu kami tidak mengetahuinya nyonya. Setelah saya menyampaikan keadaan tuan Arsha, kami tim dokter segera undur diri karena perintah dari tuan Marvell yang tak ingin di ganggu. Setelah itu kami mendapati ruangan ini telah kosong dengan beberapa barang yang pecah berserakan... "
Apa yang terjadi... Apa mereka bertengkar hebat?
" Carikan rekaman CC TV ruangan ini!!! " Titahnya telak, ia ingin rekaman itu sekarang juga, membuat beberapa petugas rumah sakit mau tak mau harus menuruti sang nyonya besar yang tengah di landa rasa penasaran.
Rekaman CC TV sudah siap, vidio itu mulai di putar, di saksikan langsung oleh mama Clara dan tuan Edgard, dokter Richard pun turut menyaksikannya.
Mama Clara mulai menajamkan matanya, saat rekaman itu mulai menunjukkan sebuah pertengkaran kecil, suara menggelegar Marvell juga terdengar jelas karena CC TV itu di lengkapi dengan mic audio.
Pertengkaran kecil itu kian membesar, suasana kian mencekam saat Marvell membanting sebuah gelas kristal dengan begitu kasar, serpihan kaca-kaca tajam bertebaran, ia yakin, Anelis begitu ketakutan di tengah rasa sesak yang di deranya.
" CUKUP!!! Aku tak sanggup melihatnya lagi... " Sahut mama Clara sambil terisak, sakit, kenapa terasa begitu menyakitkan saat ia menatap perlakuan buruk Marvell pada wanita lemah itu.
Sudah bisa di tebak mama Clara pasti anaknya itu akan kesal, marah apalagi. Tapi kenapa putranya itu berubah menjadi monster yang begitu mengerikan.
" Apa kau memiliki sample darah atau apapun untuk membuktikan bahwa mereka benar cucuku atau bukan? " Cecar mama Clara, ia ingin menuntaskan segala keraguannya.
" Sebetulnya, tuan Marvell telah memerintahkan saya untuk mengujinya dan kini saya sudah mengantongi hasilnya, tetapi saya belum sempat menyampaikan hasilnya pada tuan Marvell karena saat itu tuan Marvell butuh ruang privasi, dan sampai sekarang pun tuan Marvell belum ada menghubungi saya lagi "
" Bagaimana hasilnya? " Tanya mama Clara tak sabar.
Dokter Richard memberikan berkas yang sebelumnya sudah di siapkan nya, lalu menyerahkannya pada mama Clara tanpa keraguan.
Mama Clara menerima secarik kertas itu, membacanya seksama, dahinya berkerut dalam.
" Papa... " Mama Clara berhambur ke pelukan tuan Edgard, membuat tuan Edgard bingung sendiri dengan kelakuan istrinya yang tiba-tiba saja memeluknya dengan tangis yang kian tumpah ruah. Apakah prasangka istrinya itu tak sesuai dengan harapannya?
" Bicaralah... Apa yang terjadi... " Tuan Edgard mengusap punggung mama Clara yang bergetar, berusaha menenangkan mama Clara yang kian terisak dalam rengkuhannya.
" Mereka... Hiks... Mereka cucu kita pa... Mama tidak salah... Mereka cucu kita pa, huhuhu... " Tangisnya kian menderas, tangis bahagia itu bercampur dengan tangis haru yang terdengar menyesakkan.
Kenapa harus dengan peristiwa menyesakkan berita membahagiakan itu sampai kepada nya, kenapa harus ada tangis sebelum ada senyum kebahagiaan. Kenapa harus ada hujan sebelum datang pelangi yang menjelma menjadi wajah cantik di langit yang sembab karena tangis yang tumpah ke daratan bumi yang tandus tanpa cinta.
🍁🍁🍁
Annyeong Chingu
Maap othor sempet ngumpet, hehehe
Happy Reading
Saranghaja 💕💕💕