NovelToon NovelToon
Pangeran Tampan Itu Dari Dunia Lain

Pangeran Tampan Itu Dari Dunia Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Beda Dunia / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Worldnamic

Ayla tidak pernah menyangka bahwa hidupnya akan berubah karena sebuah kalung tua yang dilihatnya di etalase toko barang antik di ujung kota. Kalung itu berpendar samar, seolah memancarkan sinar dari dalam. Mata Ayla tertarik pada kilauannya, dan tanpa sadar ia merapatkan tubuhnya ke kaca etalase, tangannya terulur dengan jari-jari menyentuh permukaan kaca yang dingin.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Worldnamic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9: Pertanda di Tengah Fajar

Ketika fajar merekah, semburat cahaya keemasan menyapu lembah pasir tempat mereka berlindung. Suara angin yang berhembus lembut membawa kehangatan, memberikan kesan damai sesaat yang terasa seperti anugerah setelah malam yang panjang. Ayla membuka matanya perlahan, tubuhnya masih terasa lelah, namun pikirannya lebih ringan.

Di dekatnya, Kael sudah terjaga, duduk bersandar pada batu besar. Ia sedang mengasah pedangnya dengan gerakan yang teratur, wajahnya fokus namun santai. Ayla memperhatikannya sejenak, merasa kagum pada ketenangan yang selalu terpancar darinya, bahkan di saat-saat sulit seperti ini.

“Kau bangun lebih awal,” kata Ayla, memecah keheningan.

Kael menoleh, tersenyum kecil. “Sulit untuk tidur lama di tempat seperti ini. Lagipula, aku ingin memastikan kita siap untuk apa pun yang akan terjadi hari ini.”

Ayla duduk di dekatnya, membiarkan sinar matahari pagi menghangatkan kulitnya. “Apa menurutmu, Lyara akan kembali? Atau mungkin… ada petunjuk lain yang akan kita temukan di sini?”

Kael berhenti mengasah pedangnya, meletakkannya di sisinya. “Aku tidak tahu, Ayla. Tapi yang jelas, kita tidak bisa hanya menunggu. Kita harus terus bergerak.”

Sebelum mereka sempat berbicara lebih jauh, tanah di bawah kaki mereka bergetar ringan, seperti ada sesuatu yang besar sedang mendekat. Ayla dan Kael langsung berdiri, pandangan mereka menyapu sekeliling dengan waspada.

Dari balik kabut tipis yang mulai tersibak oleh matahari, muncul seekor kuda putih besar dengan surai yang bersinar seperti perak. Mata kuda itu bercahaya biru lembut, seperti pantulan air jernih. Di punggungnya, tidak ada penunggang, namun hewan itu tampak bergerak dengan tujuan yang jelas, seolah sedang mencari sesuatu—atau seseorang.

“Apa itu?” tanya Ayla dengan suara hampir berbisik.

Kael mengamati makhluk itu dengan hati-hati. “Aku tidak yakin. Tapi aku pernah mendengar cerita tentang kuda seperti itu. Mereka adalah utusan para penjaga dunia, datang hanya saat ada pesan penting yang harus disampaikan.”

Kuda itu berhenti di hadapan mereka, menundukkan kepala dengan anggun. Dalam diam, makhluk itu tampak memancarkan aura damai, namun juga rasa mendesak yang tak terjelaskan.

“Kita harus mengikutinya,” kata Ayla tanpa ragu.

Kael mengangguk, melirik Ayla dengan rasa kagum. “Kau benar. Mungkin ini adalah bagian dari petunjuk yang diberikan Lyara.”

Mereka berdua bersiap, mengambil barang-barang yang tersisa, lalu mengikuti langkah kuda itu yang mulai berjalan perlahan. Perjalanan membawa mereka melewati lembah-lembah yang sebelumnya tersembunyi, menuju tempat di mana tanah mulai berubah menjadi hijau dan subur.

Saat mereka berjalan, Ayla merasakan sesuatu yang aneh di udara—seperti energi yang menenangkan namun juga menggetarkan hati. Ia menoleh pada Kael, yang wajahnya menunjukkan ekspresi serupa.

“Kau merasakannya juga?” tanya Ayla.

Kael mengangguk. “Seperti ada sesuatu yang hidup di tempat ini, sesuatu yang lebih besar dari kita.”

Perjalanan mereka akhirnya berhenti di sebuah dataran tinggi yang dikelilingi oleh air terjun kecil. Di tengahnya, berdiri sebuah pilar batu yang dihiasi ukiran rumit, memancarkan cahaya lembut yang berdenyut seperti detak jantung.

Kuda itu berhenti di depan pilar, lalu menoleh pada Ayla dan Kael sebelum perlahan-lahan menghilang, seperti kabut yang tertiup angin.

Ayla mendekati pilar itu dengan hati-hati, merasakan energi yang kuat mengalir darinya. Ketika ia menyentuh permukaannya, ukiran di pilar itu bersinar lebih terang, dan suara lembut mengisi udara.

“Ayla… Kael… Takdir kalian telah dimulai,” suara itu berkata, terdengar seperti ribuan bisikan yang bergabung menjadi satu. “Di sini, kalian akan menemukan kebenaran tentang kekuatan yang kalian bawa, dan tantangan yang akan datang.”

Ayla menoleh pada Kael, yang menatap pilar itu dengan penuh perhatian. Mereka tahu bahwa apa yang akan mereka temui di tempat ini bukan hanya jawaban, tetapi juga ujian yang akan menentukan langkah mereka berikutnya.

Ayla menatap pilar itu, tangannya masih menempel di permukaannya. Cahaya yang memancar dari ukirannya terasa hangat, namun juga menyalurkan kekuatan yang hampir membuatnya terhuyung. Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri, sementara Kael berdiri di sisinya, berjaga-jaga jika terjadi sesuatu.

“Ini seperti… memanggilku,” gumam Ayla, suaranya nyaris tak terdengar.

Kael mengamati perubahan cahaya di pilar, yang tampak merespons kehadiran Ayla. “Mungkin ini adalah bagian dari kekuatanmu. Pilar ini seperti mengenalmu.”

Tiba-tiba, ukiran pada pilar bergerak, membentuk pola yang berubah menjadi simbol yang bercahaya lebih terang. Dalam sekejap, seberkas cahaya keluar dari pilar, melingkupi Ayla dan Kael. Mereka terkejut, tetapi tidak merasa terancam—cahaya itu terasa melindungi.

Lalu, seolah dari dalam cahaya itu, bayangan samar mulai terbentuk. Sosok seorang wanita muncul, mengenakan gaun panjang berwarna perak yang memantulkan cahaya seperti permukaan danau. Wajahnya lembut, namun sorot matanya menyimpan kebijaksanaan yang dalam.

“Ayla, Kael,” suara wanita itu bergema, meski bibirnya hampir tidak bergerak. “Aku adalah Elyndra, salah satu penjaga keseimbangan dunia. Kalian telah mencapai tempat di mana kebenaran akan diungkapkan.”

Ayla melangkah maju dengan hati-hati. “Kebenaran apa yang harus kami ketahui? Dan apa hubungannya dengan Noir?”

Elyndra tersenyum tipis, tapi ada kesedihan di balik senyumnya. “Noir bukanlah sekadar ancaman bagi dunia kalian. Ia adalah cerminan dari luka terdalam di antara dimensi ini, luka yang diciptakan oleh ketidakseimbangan cinta dan kebencian, harapan dan keputusasaan.”

Kael mengepalkan tangannya. “Lalu apa yang harus kami lakukan? Kami tidak bisa membiarkan Noir menghancurkan semuanya.”

“Untuk mengalahkannya,” Elyndra melanjutkan, “kalian harus mengerti bahwa kekuatan terbesar kalian bukanlah pedang atau sihir, melainkan hubungan yang kalian bangun. Hati kalian adalah kunci untuk menyeimbangkan kegelapan Noir.”

Ayla terdiam, menyerap kata-kata itu. “Hubungan kami?” tanyanya pelan. “Bagaimana mungkin…?”

“Cinta,” jawab Elyndra lembut. “Kehangatan cinta yang murni adalah cahaya paling kuat yang dapat menghancurkan bayang-bayang tergelap. Namun, cinta juga rapuh. Jika kalian tidak saling percaya, kegelapan akan menemukan celah untuk menghancurkan kalian.”

Kael menoleh pada Ayla, mata mereka bertemu. Dalam diam, keduanya merasa bahwa kata-kata Elyndra tidak hanya sebuah peringatan, tetapi juga ujian yang harus mereka hadapi bersama.

“Dan sekarang,” Elyndra berkata lagi, “aku akan memberikan kalian sesuatu yang dapat membantu, tetapi hanya jika hati kalian benar-benar terhubung.”

Wanita itu mengangkat tangannya, dan dari pilar muncul dua bola cahaya kecil yang berputar-putar di udara sebelum berhenti di depan Ayla dan Kael.

“Ini adalah Luminae,” kata Elyndra. “Mereka akan memandu kalian di saat-saat tergelap. Tapi ingat, mereka hanya merespons kekuatan cinta dan kepercayaan yang tulus. Jika kalian saling meragukan, mereka akan memudar.”

Ayla mengulurkan tangannya, menyentuh bola cahaya itu dengan hati-hati. Ia merasakan kehangatan yang sama seperti saat bersama Kael—menenangkan, namun juga penuh kekuatan. Kael melakukan hal yang sama, dan bola cahaya itu langsung menyatu dengan mereka, seperti terserap ke dalam tubuh mereka.

“Kita akan menjaga kepercayaan itu,” Ayla berjanji, suaranya mantap.

Elyndra tersenyum puas. “Maka kalian sudah lebih siap daripada yang kalian kira. Ingatlah, perjalanan kalian belum selesai, tapi kalian tidak akan pernah berjalan sendirian.”

Sosok Elyndra mulai memudar, bersama dengan cahaya dari pilar. Ayla dan Kael berdiri dalam keheningan, dikelilingi oleh gemuruh air terjun yang kini terdengar lebih damai.

“Apa yang kita lakukan sekarang?” tanya Ayla, menatap Kael.

“Kita melanjutkan perjalanan,” jawabnya dengan keyakinan yang baru. “Dan kali ini, kita melakukannya bersama, sepenuh hati.”

Mereka meninggalkan dataran tinggi itu, membawa cahaya kecil dalam hati mereka—cahaya yang bukan hanya penuntun, tetapi juga janji bahwa harapan masih hidup di tengah kegelapan yang terus mengintai.

1
Faaabb
Update dong thor, jangan bikin kita mati gaya.
Worldnamic: di tunggu ya, mikirin idenya lama
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!