Di usianya ke 32 tahun, Bagaskara baru merasakan jatuh cita untuk pertama kalinya dengan seorang gadis yang tak sengaja di temuinya didalam kereta.
Koper yang tertukar merupakan salah satu musibah yang membuat hubungan keduanya menjadi dekat.
Dukungan penuh keluarga dan orang terdekat membuat langkah Bagaskara untuk mengapai cinta pertamanya menjadi lebih mudah.
Permasalahan demi permasalahan yang muncul akibat kecemburuan para wanita yang tak rela Bagaskara dimiliki oleh wanita lain justru membuat hubungan cintanya semakin berkembang hingga satu kebenaran mengenai sosok keluarga yang selama ini disembunyikan oleh kekasihnya menjadi ancaman.
Keluarga sang kekasih sangat membenci seorang tentara, khususnya polisi sementara fakta yang ada kakek Bagaskara adalah pensiunan jenderal dan dirinya sendiri adalah seorang polisi.
Mampukah Bagaskara bertahan dalam badai cinta yang menerpanya dan mendapatkan restu...
Rasa nano-nano dalam cinta pertama tersaji dalam cerita ini.
HAPPY READING.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julieta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MELOBY AXEL
Bagaskara seharian ini uring-uringan dan dengan wajah yang tampak gelap, membuat siapa saja tak berani mendekatinya.
Sudah tiga jam lebih semua pesan yang dikirimnya sama sekali belum ada yang dibalas oleh Audry.
Jangankan dibalas, dibaca saja belum membuat Bagaskara merasa kesal sekaligus geregetan karena baru kali ini ada orang yang berani mengabaikannya.
"Sesibuk apa sih dia sampai pesanku diabaikan seperti ini", gumannya galau.
Bagaskara tak tahu jika Audry sangat profesional, jika sedang bekerja dia sama sekali tak akan menyentuh ponsel pribadinya jika tak benar-benar urgent dan hanya menyimpannya didalam tas sementara yang selalu dia pegang dan lihat adalah ponsel yang dia gunakan untuk bekerja sehingga dia tak mengetahui jika Bagaskara mengiriminya pesan.
Gladys yang melihat putra satu-satunya itu sedari tadi terlihat murung pun berjalan mendekat dan mencoba untuk berbicara dengannya.
“Ada apa toh mas, kenapa sejak tadi mami lihat mukamu ditekuk terus seperti itu, kaya sedang memikirkan masalah yang sangat berat”, tanya Gladys sambil meletakkan sepiring pisang goreng yang baru dibuatnya dihadapan Bagas yang masih asyik menatap layar ponselnya yang gelap.
Melihat sang anak tak merespon, Gladyspun kembali melontarkan pertanyaan “Apa ada masalah dalam pekerjaan mas di ibukota ? Mas bisa cerita sama mami apapun itu, mami siap mendengarkan”, ujar Gladys sambil tersenyum hangat.
Hubungan Bagaskara dengan maminya bisa dibilang sangat dekat. Sikap bijak Gladys dalam merespon cerita sang anak membuat Bagaskara tak segan untuk berbagi keluh kesahnya dengan wanita yang telah melahirkannya itu.
Bagaskara meraup wajahnya dengan kasar, jujur saja dia masih bingung mengenai apa yang sedang dirasakannya saat ini karena ini baru pertama kalinya Bagaskara merasa jatuh cinta dengan lawan jenisnya.
“Ini bukan masalah pekerjaan mi, tapi masalah lain”, ujar Bagaskara sambil menutup kedua matanya sejenak, untuk mengusir kegalauan dalam hatinya.
Gladys sabar menunggu kalimat yang akan keluar selanjutnya dari mulut Bagaskara karena tampak jika lelaki itu terlihat sedang mengatur kata-kata yang ingin disampaikannya.
Melihat sang mami menunggu kalimat selanjutnya keluar dari bibirnya, Bagaskara pun menghembuskan nafas kasar beberapakali sebelum menjawab “Ini masalah Audry “.
***
Di PT. HG, sesuai saran sang suami, Mayapun melangkahkan kakinya menuju lantai sepuluh dimana ruang kantor divisi keuangan berada.
Ting,
Begitu lift terbuka, Mayapun bergegas masuk kedalam sebuah ruangan yang ada tulisan divisi keuangan diatas pintu kaca yang berada diposisi sebelah kiri ruangan yang ada dilantai sepuluh.
Karena masih terlalu pagi dan jam masuk belum berbunyi, beberapa karyawan yang telah datang terlihat sibuk mempersiapkan meja kerjanya dan ada juga yang baru datang dari pantry membawa secangkir kopi panas untuk mengawali aktivitas mereka hari ini.
Maya melambaikan tangannya begitu Sindy, sekretaris Axel berdiri sambil tersenyum lebar menghampirinya.
“Pagi bu Maya. Mau cari pak Axel ya...kebetulan pak Axelnya belum datang bu, mungkin sebentar lagi”, sambut Sindy ramah.
Kedua wanita beda usia inipun duduk di meja tamu sejenak sebelum atensi keduanya teralihkan oleh kedatangan sosok lelaki tampan dengan rambut tersisir rapi dengan kacamata bertengger manis dihidung mancungnya terlihat berjalan menuju kearah mereka.
“Lho bu Maya, tumben main kekantor saya pagi-pagi begini”, ucap Axel sedikit terkejut.
“Saya kangen aja karena sudah cukup lama nggak bertemu pak Axel”, ucap Maya bergurau.
Gurauan Maya membuat perasaan Axel tak enak. “Apa bu Maya kesini disuruh mami, tapi untuk apa ?”, batinnya cukup penasaran.
Axel yang sedikit was-was sekaligus penasaran dengan kedatangan Mayapun segera membawa wanita tersebut masuk kedalam ruang kerjanya.
Begitu keduanya duduk disofa, Maya lebih dulu membuka percakapan “Sebelumnya, saya mau minta maaf terlebih dahulu sama pak Axel karena langsung memerintahkan Audry pergi ke Bandung padahal saya belum meminta ijin ke bapak”, ujarnya merasa bersalah.
“Oh, untuk masalah itu saya juga paham pastinya bu Maya bingung mau menunjuk siapa untuk ditugaskan kesana mengingat sangat sedikit orang yang bisa menguasai bahasa Spanyol karena rata-rata pegawai disini biasanya hanya menguasai bahasa Inggris dan mandarin saja. Untungnya Audry bisa ya bu, mengingat dia pasti capek setelah melakukan audit di proyek yang ada di Makasar yang untungnya bisa terselesaikan dengan baik”, ujar Axel yang terlihat cukup memahami keputusan yang Maya ambil karena semua itu juga demi keberlangsungan perusahaan.
“Nah itu dia juga pak, saya merasa kasihan juga dengan Audry. Maka dari itu, begitu dia kembali saya akan memberinya libur tiga hari untuk beristirahat agar gadis itu tak sampai jatuh sakit”, ujar Maya bijak.
Axel setuju akan pemikiran Maya karena dia juga tak mau sampai Audry sakit dan menghambat kinerjanya disini.
Setelah lima menit berbasa-basi pada akhirnya Maya pun menyampaikan tujuannya menemui Axel untuk meminta Audry pindah ke divisi sekretaris.
“Seharusnya tidak usah pindah divisi bu, saya pasti mengijinkan jika pak Melvin membutuhkan kehadiran Audry, seperti apa yang terjadi kemarin”, ujar Axel menolak secara halus.
Maya cukup paham akan alasan yang diberikan Axel kepadanya karena memang Audry meski masih baru tiga setengah tahun bekerja namun konstribusi yang diberikan keperusahaan sudah sangat banyak, terutama bagi divisi keuangan.
Selain humble dan teliti, Audry juga mampu membaca karakter seseorang sehingga hal tersebut sangat membantu setiap kali mereka melakukan audit ke proyek yang tersebar didalam dan luar negeri terutama terhadap proyek-proyek vital yang biasanya dipegang oleh beberapa anggota keluarga Handoyo sendiri dimana kasus penggelepan dana yang terjadi cukup rapi dan bersih sehingga sedikit sulit untuk di atasi seperti apa yang terjadi pada proyek yang ada di Makasar kemarin.
Axel yang melihat Maya tampak gelisah pun tahu jika wanita itu pasti ditekan oleh sang kakak agar keinginannya terkabul, jadi diapun berusaha untuk membantunya.
“Nanti, biar saya yang bicara dengan pak Melvin. Yang jelas, saya tak bisa melepas Audry untuk pindah divisi. Jika memang pak Melvin membutuhkan bantuan Audry, selama tidak ada pekerjaan penting yang sedang dikerjakannya maka saya pasti akan mengijinkannya untuk pergi. Sama seperti yang terjadi kemarin dimana saya bisa langsung meng acc permintaan bu Maya karena kondisi yang urgent dan Audry juga tidak sedang menjalankan tugas ”, penjelasan yang diberikan oleh Axel membuat Maya tak bisa berkutik dan hanya bisa pasrah menerima keputusan tersebut.
Meski kecewa karena tak bisa membujuk Axel, namun Maya juga tak bisa memaksa dan menghormati keputusan adik bosnya itu.
Sekarang, dia harus bersiap mendapatkan amarah dari bigbosnya yang saat ini sedang dalam perjalanan pulang menuju Jakarta.
“Kurasa menghadapi kemarahan pak Melvin lebih baik daripada harus menghadapi kemarahan ibu suri (julukan ibu bos mereka yang kerap ikut campur, terutama terkait masalah yang berhubungan dengan Axel, anak kesayangannya yang oleh karyawan dijuluki sebagai putra mahkota keluarga Handoyo)”, batin Maya pasrah.
Sementara itu Audry yang kini sedang berada dalam perjalanan pulang kembali ke Jakarta setelah makan siang terlihat beberapa kali mendesah pelan menghadapi kemacetan lalu-lintas di jalan.
Sebenarnya Audry ingin kembali ke Jakarta menggunakan kereta agar dia bisa beristirahat sejenak namun Melvin tak mengijinkan dengan alasan jika mereka harus kembali bersama-sama karena tak ingin terjadi sesuatu dengan Audry yang kemarin sempat kehilangan ponsel dan kopernya tertukar akibat kurang fokus karena kelelahan.
Setelah mendengar alasan Melvin, Audry yang merasa tak enak hati karena bigbosnya sendiri yang meminta pulang bersama hanya mengangguk pasrah dan disinilah dia, hanya bisa duduk diam menunggu kemacetan lalu lintas terurai dengan sendirinya selama perjalanan.
“Tidurlah jika capek. Sepertinya, kita akan sampai dijakarta tengah malam nanti”, ucap Melvin penuh perhatian.
Meski sedikit ragu, namun Audry pada akhirnya mengangguk patuh karena jujur saja dia sudah sangat letih setelah presentasi tadi.
Setelah memasang earphone, Audrypun menutup kedua matanya berusaha untuk tidur ditemani alunan musik pengantar tidur yang biasa dia gunakan untuk relaksasi.
Melvin yang melihat Audry sudah terlelap pun hanya tersenyum tipis. Entah kenapa hatinya merasa tenang melihat gadis muda disampingnya tersebut tidur dengan wajah damai.